Pilpres Riang Gembira, Setop Cawe-Cawe Penguasa

MESKI belum semuanya secara resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Lazim (KPU), sejauh ini setidaknya sudah ada tiga pasangan bakal kontestan yang menyatakan siap bertarung pada Pemilu 2024. Mereka ialah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dari ketiganya, pasangan Prabowo dan Gibran-lah yang dekat dengan unsur petahana karena Gibran merupakan putra sulung Joko Widodo, presiden yang berkuasa saat ini.

Agar pemilu berlangsung jujur dan adil, harus tegas diingatkan supaya Presiden bersikap netral, tidak berpihak dan memihak, serta tidak memberikan privilese kepada calon tertentu. Seluruh kontestan harus diperlakukan sama dan adil. Jokowi harus menempatkan diri sebagai negarawan, bukan sebagai orangtua yang bertindak sebagai suporter untuk anaknya yang sedang berkompetisi, apalagi ikut cawe-cawe mengatur hasil pertandingan.

Cek Artikel:  Petaka Kegagalan Insinyur Negara

Hal itu wajib ditegaskan karena perjalanan Gibran ikut dalam kompetisi ini sebelumnya penuh kontroversi. Mahkamah Konstitusi yang diketuai sang paman, Anwar Usman, ikut mengubah isi undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 7 Pahamn 2017 tentang Pemilihan Lazim (UU Pemilu) dengan menyertakan syarat tambahan, yakni pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Itu artinya, meski belum berusia 40 tahun, Gibran boleh dan berhak dicalonkan sebagai cawapres/capres lantaran saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo.

Akan tetapi, terlepas dari kontroversi itu, suka atau tidak suka, putusan MK tersebut bersifat final. Yang perlu ditegaskan sekarang, jangan sampai potensi dan celah kecurangan terjadi lagi di masa depan. Publik harus betul-betul terlibat dan mengawal untuk memastikan pemilu, baik untuk pemilihan anggota legislatif maupun presiden, berjalan jujur dan adil. Apabila perlu, para intelektual dan anggota masyarakat sipil lainnya membentuk komite/lembaga pengawas pemilu yang independen agar kontestasi ini berjalan fair. Jangan sampai demokrasi yang telah susah payah diperjuangkan selama ini kembali dikebiri.

Cek Artikel:  Teror Pemilu Cukup Sudah

KPU dan Bawaslu sebagai panitia penyelenggara dan pengawas pemilu juga mesti tegas dan berani menindak segala bentuk pelanggaran yang dilakukan setiap kontestan. Jangan memihak kepada salah satu pasangan calon. Jadilah panpel dan wasit yang adil agar kompetisi ini berjalan fair. Para hakim MK sebagai lembaga yang kelak menyidangkan berbagai sengketa pemilu juga harus steril dan bebas kepentingan. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi harus bekerja objektif dan penuh integritas.

Di negara demokrasi, pemilu memang merupakan mekanisme dalam proses suksesi kekuasaan. Penyelenggaraannya tentu tidak boleh ugal-ugalan dan mengabaikan asas maupun prinsip dasar sistem demokrasi Pancasila yang telah sama-sama kita pilih. Indonesia merupakan negara hukum dan bukan negara yang hanya berdasarkan kekuasaan.

Cek Artikel:  Firli, Berhentilah

Selain itu, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, yang diamanatkan atau dimandatkan kepada parlemen dan presiden melalui proses pemilu. Oleh karena itu, agar menghasilkan pemimpin yang berintegritas, pemilunya pun mesti berkualitas, jujur, dan adil, bukan yang penuh rekayasa.

 

Mungkin Anda Menyukai