Ini Lima Tokoh Penggerak Budaya Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024

Ini Lima Tokoh Penggerak Budaya Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024
Penerima penghargaan kategori Pelestari dalam Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Pahamn 2024.(Dok Kemendikbud-Ristek)

MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Anwar Makarim memberikan penghargaan kepada lima orang penggerak budaya yang masuk sebagai kategori Pelestari dalam Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Pahamn 2024.

Kelima nama terpilih itu adalah Siami, Endo Suanda, Senari, Sardjono, serta Komunitas Pelestari Sejarah Budaya Kadhiri (PASAK). Kelima peraih penghargaan tersebut dinilai berkontribusi penting mempertahankan warisan tradisi maupun sejarah kebudayaan dari masa lalu.

Siami, pewaris tenun Wastra Osing, yang meski telah berusia 71 tahun namun semangat dan kerja kerasnya untuk selalu melestarikan kain tenun Wastra Osing dari Banyuwangi tidak pernah luntur. Bahkan, Siami merupakan satu-satunya yang hingga kini masih menenun kain khas Bangsa Osing itu.

Baca juga : Kemendikbud-Ristek Berikan Biaya Apresiasi Pahamnan Kepada 44 Seniman

Siami mewarisi keahlian menenun kain Wastra Osing dari ibunya. Kerapnya Siami melihat ibunya menenun, membuatnya tergerak untuk mempelajari dan mencobanya. Sehari-hari Siami membuat kain tenun khas Osing produknya mulai dari memintal sampai menjadi kain tenun.

Siami sudah menenun tenun kain Wastra Osing selama puluhan tahun, bahkan seolah menjadi warisan dari neneknya. Kain Wastra Osing bermakna sakral untuk upacara adat seperti kelahiran, pernikahan, serta kematian untuk menggendong batu nisan.

Cek Artikel:  Perubahan Iklim Masuk Panduan Kurikulum Merdeka

Di lain pihak, Endo Suanda bukan hanya berprofesi sebagai seorang tenaga pendidik dan intelektual di bidang etnomusikologi. Tetapi ia juga menunjukkan bukti merawat dan melestarikan seni tradisi itu agar dikenal luas.

Baca juga : Penghargaan AKI 2024: Lima Maestro Tradisi Dikenang atas Dedikasinya

Berbagai produksi dan pertunjukan seni tradisi telah dihasilkan Endo, bahkan mendirikan sejumlah organisasi komunitas yang bergerak di bidang seni tradisi Nusantara. Endo bahkan telah menghasilkan karya menulis puluhan publikasi maupun presentasi tentang seni tradisi.

Endo secara khusus amat gigih dan konsisten memperjuangkan pelestarian seni tradisi Topeng Cirebon dan mendokumentasikannya untuk pemajuan kebudayaan.

“Seni tradisi Indonesia yang dirawat secara baik akan menjadi fondasi kuat dalam membangun karakter dan kepribadian bangsa kita. Selain itu, seni tradisional juga bisa menghasilkan pengetahuan baru yang dapat diturunkan ke generasi selanjutnya,” ujar Endo.

Baca juga : Zakia Minang Ayu, Gadis Cilik Asal Bangka Raih Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024

Cerita lain datang dari kerja budaya yang dilakukan Senari memang patut diapresiasi dan menjadi contoh teladan. Selama lima dekade, Senari telah mencatatkan dan menyalin tulisan Lontar Yusuf yang merupakan seni tradisi khas Banyuwangi, Jawa Timur.

Cek Artikel:  Humas Pegadaian Raih Penghargaan Kartini Absahabat Humas Indonesia

Senari adalah penulis senior dan amat dikenal dengan tulisan-tulisan lontarnya. Awalnya sebelum menjadi penulis lontar, Senari juga pelantun kitab Lontar Yusuf. Keseriusan Senari dalam melestarikan tulisan Lontar Yusuf membuat beberapa peneliti dari luar negeri mengoleksinya.

Kontribusi Senari dalam pemajuan kebudayaan Lontar Yusuf merupakan satu-satunya naskah kuno yang hingga kini masih eksis dalam masyarakat lokal Banyuwangi. Senari adalah seniman penyalin Lontar Yusuf luar biasa, bahkan masih mampu melantukan tulisan lontarnya di usianya yang sudah senja.

Baca juga : Festival Budaya Panji Gelar Pameran, Percakapan Tematik dan Penampilan 10 Karya

Sementara itu, komitmen dan ketulusan Sardjono dalam melestarikan nilai budaya layak ditiru. Sejak tahun 1982 hingga saat ini pria kelahiran 78 tahun lalu di Salatiga ini konsisten menulis gending dan mocopatan, sebuah seni pewayangan dan pedalangan.

Sardjono tidak hanya memendam kecintaannya pada seni pewayangan dan pedalangan di dirinya sendiri. Tetapi ternyata ia juga aktif mengajarkan dan mengajak generasi muda menyenangi dan mengenal pewayangan sekaligus pedalangan.

Cek Artikel:  Waspada, Cuaca Ekstrem dan Banjir Rob Kembali Landa Jawa Tengah

Sejumlah organisasi pewayangan dan pedalangan telah didirikan Sardjono sejak tahun 1961. Sejak menekuni dunia pewayangan dan pedalangan, Sardjono telah bertekad bahwa harus menjadi berkembang dan berkelanjutan pelestariannya oleh generasi selanjutnya.

Terakhir adalah Komunitas Pelestari Sejarah Budaya Khadiri (PASAK), di mana mereka bukanlah organisasi baru yang peduli pada kebudayaan. Sejak 13 tahun lalu, PASAK telah melakukan serangkaian kegiatan guna menjaga warisan budaya dan melestarikan sejarah Kediri, Jawa Timur.

PASAK amat fokus pada pengenalan dan perlindungan situs bersejarah di Kediri. Selain itu, PASAK juga terlibat aktif dalam mengedukasi pelajar agar peduli pada masa depan budaya dan peninggalan sejarah Kediri.

PASAK juga kerap mencari keterangan sejarah dari para sesepuh dan tokoh masyarakat Kediri melalui rangkaian kegiatan diskusi rutin mingguan.

Pada 2018, PASAK diganjar penghargaan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek bekerjasama dengan Ikatan Spesialis Arkeologi Indonesia atas komitmen, dedikasi, dan jasanya dalam mendukung pelestarian kepurbakalaan di Jawa Timur.  (H-2)

Mungkin Anda Menyukai