Prabowo-Gibran Kubur HAM Masa Lampau

PENYELESAIAN kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu diperkirakan masih suram pasca-Pemilihan Presiden 2024. Pasalnya, hanya dua calon presiden dan calon wakil presiden, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang berjanji akan menuntaskannya. Hal itu tertuang dalam visi dan misi mereka yang diserahkan kepada Komisi Pemilihan Lumrah.

Terdapatpun pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak membuat program penyelesaian kasus HAM masa lalu. Dalam misi terkait HAM, Prabowo-Gibran hanya menjanjikan perlindungan HAM untuk warga negara dan menghapus praktik diskriminasi. Padahal, sebagai pasangan yang mengeklaim penerus pemerintahan Joko Widodo, seharusnya duet Prabowo-Gibran bertekad menuntaskannya.

Presiden Jokowi mengakui sejumlah pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia. Terdapat 12 pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi, yaitu peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1998, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa Kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti serta Semanggi 1 dan 2 1998-1999, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Simpang KAA di Aceh 1999, peristiwa Wasior di Papua 2001-2002, peristiwa Wamena di Papua 2003, dan peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Cek Artikel:  Perlawanan Kaum Muda

Kekasih Koalisi Perubahan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) berkomitmen menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Kekasih Amin juga mendorong pemulihan sosial ekonomi korban pelanggaran HAM dan menguatkan lembaga HAM nasional. Tak mau kalah, pasangan Ganjar-Mahfud MD juga berjanji menyelesaikan penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara adil, terutama pelanggaran HAM yang menjadi beban peradaban bangsa.

Tak adanya janji dari pasangan Prabowo-Gibran tentu mengundang tanda tanya. Publik mulai menduga-duga bahwa keduanya khawatir soal HAM ini seperti ‘menepuk air di dulang tepercik muka sendiri’. Prabowo sendiri kerap disebut sebagai salah seorang yang harus dimintai pertanggungjawaban atas penghilangan paksa para aktivis. Begitu juga dalam Tragedi 12 Mei 1998. Kala itu, Prabowo menjabat Komandan Jenderal Kopassus.

Cek Artikel:  Pesta Pemilu Jangan Jadi Pilu

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pasangan Prabowo-Gibran tidak memiliki keberpihakan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan tidak adanya janji ini dalam visi-misi mereka.

Penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus terus dilakukan untuk memberikan rasa keadilan bagi para korban. Penuntasan ini juga harus dilakukan untuk memastikan pelanggaran HAM masa lalu tidak terjadi lagi di masa depan.

Isu pelanggaran HAM di masa lalu tersebut harus terus digaungkan supaya generasi muda Indonesia melek dengan peristiwa-peristiwa kelam sejarah bangsa mereka. Indonesia harus menjadi bangsa besar, maju, bermartabat, dan menjunjung tinggi HAM.

Mungkin Anda Menyukai