Menjaga Amanah MBG

Menjaga Amanah MBG
(Dokpri)

SECARA Dunia, masalah gizi Tetap berat. Pada tahun 2024, Sekeliling 150,2 juta anak di Rendah 5 tahun mengalami stunting (23,2% dari seluruh anak usia tersebut). Nomor ini menjadi pengingat bahwa intervensi gizi secara masif tetap diperlukan. 

Di tingkat nasional, Indonesia memang menunjukkan kemajuan, meskipun tantangan Tetap membayangi. Laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat prevalensi stunting nasional menurun menjadi 19,8%. Capaian ini patut diapresiasi, Tetapi belum cukup Buat menghentikan urgensi tindakan sistemik dalam mencapai Sasaran jangka panjang. 

Pemerintah Indonesia kemudian menjalankan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Mempunyai potensi besar dalam memperbaiki status gizi, menurunkan stunting, dan meningkatkan kualitas sumber daya Insan. Program MBG hadir sebagai salah satu langkah strategis berskala nasional Buat memperkuat upaya tersebut.

Saya Menyantap Eksis dua hal Krusial yang harus kita garis bawahi. Pertama, program MBG lahir dari niat mulia dan kebutuhan mendesak Buat memperbaiki gizi masyarakat, khususnya anak-anak. Kedua, sebesar apa pun manfaat gizi yang ditawarkan, maka sesuai prinsip WHO, If it isn’t safe, it isn’t food, bukan pangan, Kalau Bukan Terjamin dan semuanya Bukan akan berarti. 

Karena itu, kejadian luar Biasa keamanan pangan (KLB KP) yang sempat terjadi hendaknya kita sikapi sebagai pembelajaran Berbarengan Buat memperkuat sistem agar program ini dapat berjalan berkelanjutan, konsisten menerapkan keamanan pangan, dan semakin dipercaya masyarakat.

Mengapa KLB KP Bisa terjadi? 

Ancaman keamanan pangan dapat terjadi di sepanjang rantai penyediaan MBG, mulai dari pengadaan bahan baku hingga MBG siap dikonsumsi. Penyebab terjadinya KLB KP juga sangat bervariasi, yang akhirnya timbul sebagai cemaran pada pangan. Pada program MBG yang melibatkan rantai pasok luas dan banyak pihak ini, potensi risiko Malah lahir dari kombinasi berbagai celah kecil yang saling berkaitan. 

Cek Artikel:  Momok Demam Berdarah saat Memasuki Musim Hujan

Kompetensi pengelola/penyedia dalam konsistensi penerapan keamanan pangan sangat Berbagai Jenis, mulai dari industri besar dengan sistem pengawasan mutu yang sudah mapan hingga usaha mikro, kecil, dan menengah yang Tetap membutuhkan pendampingan dapat menjadi celah. 

Pemilihan dan penyimpanan bahan baku, produksi, pengemasan, dan rantai distribusi MBG yang panjang merupakan titik-titik rawan KLB KP. Di daerah, Tetap terdapat fasilitas penyimpanan bahan baku yang memerlukan suhu tertentu tersedia Bukan memadai. Pemahaman mengenai keamanan pangan di kalangan pelaksana maupun penerima manfaat juga Tetap Berbagai Jenis, sehingga praktik higienitas Bukan selalu konsisten. 

Situasi tersebut semakin rumit, ketika program MBG harus berjalan dengan Sasaran waktu yang ketat dan volume distribusi yang sangat besar. Dalam kondisi seperti ini, beberapa Elemen di atas dan sedikit kelalaian dalam pengendalian mutu dapat berimplikasi luas bagi kesehatan masyarakat.

Karena itu, pengawasan program MBG Bukan Bisa dilakukan oleh satu institusi. Pengawasan dapat dilakukan Berbarengan antara BPOM, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah daerah, dan lembaga terkait lainnya. Segala harus bergerak selaras agar pengawasan berjalan efektif. 

Dalam kerangka kerja ini, BPOM berperan memastikan konsistensi penerapan keamanan pangan, mulai dari pembinaan dan pelatihan pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, hingga pengujian laboratorium dan Pemeriksaan lapangan sebagai dasar rekomendasi perbaikan kepada Badan Gizi Nasional (BGN).

Strategi pencegahan yang diperkuat

Buat mencegah terulangnya KLB KP, BPOM Berbarengan Kawan lintas sektoral memperkuat strategi yang bersifat preventif, responsif, dan berkelanjutan. 

Pertama, ketertelusuran digital (traceability) asal bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga penerima akhir. Dengan sistem pemantauan dan pelaporan digital, penarikan produk (recall) dan identifikasi sumber masalah serta penanganan dapat dilakukan secara Segera. Upaya ini juga membantu transparansi antarpemangku kepentingan.

Cek Artikel:  KPU Jangan Bikin Resah, Dong

Kedua, penguatan kapasitas dan kompetensi UMKM dan pemasok lokal, dengan memperluas program pendampingan dan fasilitasi sertifikasi BPOM agar pengelolaannya memenuhi standar keamanan pangan. Pendekatan pembinaan lebih efektif ketimbang sekadar Hukuman, terutama Buat pelaku usaha skala kecil. 

Ketiga, standar operasional/protokol dan mutu yang Terang dan konsisten dalam pengelolaan bahan baku, proses pengolahan, kemasan, penyimpanan, dan distribusi. Protokol ini disusun sesuai Watak produk MBG Bagus produk olahan pabrik maupun produk siap saji dari dapur sentra. Kepastian standar memudahkan pengawasan lapangan dan audit mutu berkala.

Keempat, penguatan pengawasan post-market dan respons Segera dengan meningkatkan frekuensi Pemeriksaan dan pengujian sampel pada rantai distribusi MBG. Selain itu, mekanisme pelaporan masyarakat dan layanan siap tanggap (hotline, aplikasi pelaporan) diperkuat, supaya indikasi masalah dapat ditindaklanjuti secara Segera. Kerja sama sinergis antara BPOM dan BGN maupun Kemenkes menjadi Krusial dalam fase respons terhadap insiden.

Kelima, edukasi dan literasi pangan pada komunitas sekolah. Sekolah bukan sekadar titik distribusi, tetapi juga Letak pendidikan gizi dan keamanan pangan. Slogan sederhana seperti Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) Bisa meningkatkan kewaspadaan murid, guru, dan wali murid terhadap mutu makanan. Pembangunan budaya pangan Terjamin adalah investasi jangka panjang.

Keenam, riset, Penemuan, dan penggunaan bahan lokal yang Terjamin. BPOM mendorong kolaborasi Perguruan Tinggi dan industri pangan pada riset dan teknologi pengawetan alami, kemasan higienis terjangkau, dan fortifikasi lokal yang akan menambah variasi solusi yang Terjamin dan berkelanjutan.

Sinergi tanpa tumpang tindih

Kekhawatiran mengenai tumpang tindih kewenangan antarlembaga kerap muncul dalam Percakapan publik. Tetapi, yang dibutuhkan Ketika ini bukan sekat, melainkan sinergi. Setiap lembaga Mempunyai mandat yang berbeda tetapi saling melengkapi. BGN berperan merumuskan kebijakan serta mengoordinasikan program nasional gizi, sementara BPOM mengawal pengawasan aspek keamanan pangan agar produk yang dikonsumsi masyarakat Terjamin, bermutu, dan bergizi.

Cek Artikel:  Indonesia Dinobatkan sebagai Negara Paling Dermawan Peran BAZNAS dan Arti Hari Amal Nasional

Pembagian peran ini Membikin kerja sama Malah lebih solid. Dengan ruang tugas yang Terang, koordinasi dapat berlangsung selaras. Melalui nota kesepahaman, Perhimpunan koordinasi, dan operasi Berbarengan di lapangan, kami menjaga alur komunikasi berjalan Bagus, khususnya respons Segera bila terjadi insiden. Dengan demikian, MBG dapat dijalankan secara Terjamin dan terarah, tanpa harus dipandang sebagai ajang persaingan antar lembaga.

MBG adalah amanah kita Berbarengan

Program MBG bukan sekadar kebijakan pangan, melainkan amanah besar yang kita emban Berbarengan demi masa depan bangsa. Agar amanah itu terjaga, kita perlu menyatukan kekuatan dengan semangat gotong royong masyarakat, kapasitas teknis lembaga, serta sistem pengawasan modern yang menjamin keamanan setiap sajian bergizi.

KLB KP yang pernah terjadi hendaknya kita maknai sebagai titik balik. Dari pengalaman itu kita belajar memperkuat setiap mata rantai mulai dari dapur produksi, hingga meja makan anak-anak sehingga manfaat gizi yang diberikan Betul-Betul Tamat dengan Terjamin dan bermakna.

BPOM berkomitmen mengawal keamanan pangan MBG dengan pendekatan ilmiah, berbasis data, serta kerja sama erat lintas sektor. Dengan kolaborasi yang padu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BGN, Kemenkes, pelaku usaha, dan masyarakat, program MBG akan berdiri kokoh bukan hanya sebagai program jangka pendek, melainkan warisan kesehatan yang akan menumbuhkan generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan produktif.

Mungkin Anda Menyukai