Pelajaran Krusial dari Nepal dan Prancis

PENGABAIAN oleh pemerintah yang dilakukan Maju-menerus terhadap ketidakadilan yang dialami rakyat ibarat bom waktu. Pada mulanya pengabaian itu menciptakan ketidakpuasan, Lewat berkembang menjadi krisis kepercayaan, hingga puncaknya memunculkan kemarahan rakyat yang teramat sangat. Pada titik Klimaks inilah ‘bom’ yang dibiarkan aktif selama bertahun-tahun itu akan meledak.

Peristiwa kerusuhan di Nepal adalah Teladan Konkret dari ilustrasi tersebut. ‘Bom’ kemarahan rakyat Nepal meletup pada pekan Lewat sebagai Aktualisasi diri puncak kemarahan mereka terhadap gaya hidup hedon dan korupsi para elite. Rakyat marah karena ketidakadilan dan ketimpangan sosial ekonomi yang sudah sedemikian akut di negara itu seolah dianggap bukan sebagai persoalan serius oleh pemerintah.

Selama bertahun-tahun rakyat Nepal disuguhi fakta memiriskan perihal jurang antara kaum kaya dan kaum miskin yang Maju menganga. Tingkat kemiskinan di negeri Himalaya itu Bukan hanya tinggi, tapi juga multidimensi. Menurut Human Development Report 2024 yang dirilis UNDP, sebanyak 20,1% penduduk Nepal mengalami kemiskinan multidimensional dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan standar hidup.

Cek Artikel:  Hentikan Penjarahan BUMN

Tingkat pengangguran, terutama di kalangan anak muda, juga tinggi. Pada 2024, tingkat pengangguran generasi muda sebanyak 20,82%. Padahal Dekat sepertiga penduduk Nepal adalah kaum muda yang berusia di Dasar 30 tahun. Penciptaan lapangan kerja sangat minim. Itu pula yang menyebabkan ratusan ribu Anggota Nepal setiap tahun bermigrasi ke negara-negara lain Kepada mencari kerja.

Di sisi sebaliknya, golongan kaya, termasuk para pejabat dan elite politik di negara itu Bahkan tak malu-malu memamerkan kekayaan mereka. Dalam situasi ketidakadilan yang menimpa sebagian besar rakyat, para elite dan pejabat tersebut malah bertindak layaknya pemimpin tanpa empati. Mereka sibuk memperkaya diri dan bermanuver melanggengkan kekuasaan.

Keluarga dan anak-anak pejabat kian menyempurnakan kondisi ketiadaan empati itu. Di Ketika sebagian rakyat Nepal susah mencari kerja dan mencari makan, anak-anak pejabat yang dijuluki Nepokids itu tak segan melakukan flexing alias unjuk harta dan gaya hidup mewah. Ketika rakyat kebanyakan bergulat Kepada memutus rantai kemiskinan, keluarga elite dengan entengnya memamerkan liburan mewah mereka ke luar negeri.

Cek Artikel:  Teladan Guru Muda Husein

Kondisi tersebut makin diperparah dengan praktik korupsi yang kian sulit diberantas. Bila dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi 2024 yang dirilis Transparency International, Nepal hanya memperoleh skor 34 dari 100, sekaligus menempatkan negara itu di peringkat 107 negara paling korup di dunia. ‘Kerabat dekat’ korupsi, nepotisme, juga Maju menjadi penyakit yang begitu masif menjangkiti sel-sel pengelola negara di Nepal.

Maka, ketika akumulasi persoalan itu sudah semakin menggumpal, bukan hal yang aneh Kalau Akibat dari ledakan bom amarah rakyat Nepal, dengan dimotori oleh kaum muda generasi Z atau gen Z, menjadi amat dahsyat. Gelombang demonstrasi besar-besaran yang mereka lakukan Bisa Membangun kekuasaan elite goyah dan kemudian Terperosok. Presiden dan Perdana Menteri Nepal pada akhirnya lengser karena kekuatan rakyat yang mereka sepelekan selama ini kiranya menyimpan kekuatan sangat besar.

Di Prancis pun nyaris serupa, para pengunjuk rasa yang sebagian dari kalangan gen Z beraksi di seluruh negeri. Demonstrasi di Prancis juga merupakan luapan kemarahan rakyat terhadap elite politik di pemerintahan Presiden Emmanuel Macron, apalagi setelah pemerintah berencana memotong anggaran publik. Seperti di Nepal, unjuk rasa di Prancis berubah menjadi kerusuhan.

Cek Artikel:  Mengembalikan KPK

Apa yang menimpa Nepal dan Prancis semestinya menjadi pelajaran teramat Krusial bagi Indonesia. Apalagi pada akhir Agustus Lewat, demonstrasi besar dan berujung anarki juga terjadi di Republik ini. Pelajaran bertubi-tubi, Berkualitas dari dalam maupun luar negeri itu semestinya Dapat membuka mata dan hati pengelola negara ini Kepada lebih banyak bertindak dan mengambil kebijakan sesuai kehendak rakyat.

Akar persoalan dari aksi-aksi di banyak negara belakangan ini, termasuk Indonesia, sesungguhnya sama, Yakni perkara ketidakadilan sosial ekonomi yang kian lebar, korupsi dan nepotisme yang Maju mengikis kepercayaan, dan nihilnya empati dari sebagian pejabat publik.

Segala itu harus menjadi cermin bagi pengelola negeri ini Kepada lebih peka dan menajamkan empati kepada masyarakat. Di Ketika yang sama, mutlak bagi mereka Kepada segera menyetop pengabaian terhadap kepentingan rakyat. Jangan Tiba bom waktu yang lebih dahsyat meledak dan memorak-porandakan Nusantara yang dengan pengorbanan serta susah payah kita bangun, akibat para elite yang meremehkan rakyatnya.

 

Mungkin Anda Menyukai