Rebut Kedaulatan di Sektor Pertambangan

Kedaulatan Indonesia dalam sektor pertambangan semakin terlihat. Bukan hanya kepemilikan saham, tapi Indonesia berhasil membuat perusahaan tambang satu persatu membuat fasilitas pemurnian atau smelter yang bernilai triliunan rupiah untuk mendorong nilai tambah hasil tambang Indonesia. 

Upaya pemerintah Indonesia untuk merebut kedaulatan sektor pertambangan dalam negeri semakin membuahkan hasil. Kita lihat di Freeport, misalnya. Selain divestasi saham sebesar 51%, Indonesia juga berhasil memaksa Freeport membangun smelter senilai Rp56 triliun di Kawasan Ekonomi Spesifik (KEK) Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE) yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. 
 

Kagak berhenti sampai di pembangunan smelter, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kekuatan dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mempercepat negosiasi penambahan 10% saham pemerintah di PT Freeport Indonesia.

Cek Artikel:  PGN Dukung Percepatan Pemanfaatan Pipa Cisem Tahap II Guna Tumbuhkan Investasi

“Dulu saat kita mengambil 51%, itu juga negosiasinya juga tidak sebulan, dua bulan, tiga bulan, tahunan, alot. Bukan hal yang gampang. Dan saat itu memang banyak yang sudah pesimistis, tapi saya (saat itu) optimistis bahwa akan kita dapatkan 51% saham mayoritas,” jelasnya.

“Ini masih proses, nanti tanyakan prosesnya ke Menteri ESDM. Tapi saya minta memang secepatnya harus dikelirkan. Karena smelternya juga sudah jadi, dan ini adalah milik Indonesia,” lanjut Jokowi usai meresmikan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur.

Kagak hanya Freeport, pemerintah Indonesia juga terus mendorong fasilitas pemurnian hasil pertambangan (smelter) untuk komoditas lain. Salah satunya, nikel yang terbukti membuahkan nilai tambah yang fantastis. 

Cek Artikel:  Pinjaman BLBI baru 35,2 yang Balik

“Hilirisasi yang Presiden Jokowi juga dorong untuk pastikan itu, juga bisa terjadi seperti nikel, yang dulu mungkin hanya 1-2 miliar dolar AS, sekarang sampai 40 miliar dolar AS. Ini luar biasa. Hari ini setelah nikel, beliau dorong kembali untuk yang namanya emas dan tembaga,” kata Menteri Badan Usaha Punya Negara (BUMN) Erick Thohir. 

Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan sulitnya mengajak perusahaan pertambangan untuk membangun fasilitas smelter di Indonesia. Meski begitu, Presiden menyadari pembangunan fasilitas smelter membutuhkan investasi yang sangat besar sehingga perusahaan harus melakukan kalkulasi yang tepat sebelum membangun smelter. 

“Saya ingat pekerjaan yang berat dan melelahkan selama saya menjabat sebagai presiden selama 10 tahun ini adalah mengajak perusahaan pertambangan membangun smelter. Ini pekerjaan sangat berat,” ujar Jokowi. 

Cek Artikel:  Dukung Pembangunan Infrastruktur dan Perumahan, SIG Siapkan Semen Hijau

Presiden juga menegaskan hilirisasi dengan pembangunan smelter merupakan upaya Indonesia menjadi negara industri maju yang mengolah sumber daya alamnya sendiri dan tidak mengekspor barang mentah ke luar negeri sehingga memberikan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Hilirisasi ini pun diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 69 Pahamn 2024 dan Permendag Nomoro 10 Pahamn 2024 yang melarang ekspor konsentrat tembaga dan mineral strategis lain yang dimulai pada 1 Januari 2025. 

Mungkin Anda Menyukai