Gen Z Menggugat Lembaga Recall

SEBANYAK lima mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Ketika ini sedang berjuang di Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berjuang Kepada menggugurkan hak recall yang dimiliki partai politik.

Hak recall ialah sarana yang diberikan undang-undang kepada partai politik Kepada mengganti antarwaktu seorang Personil parlemen. Diganti karena Personil parlemen itu dinilai bersikap atau berbuat yang menyimpang dari kebijakan partai.

Lembaga recall diatur dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menyatakan, ‘Personil DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila… d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Tetap panjang perjuangan lima mahasiswa meniadakan hak recall dalam perkara nomor 41/PUU-XXIII/2025. Sidang pendahuluan digelar pada 30 April 2025 yang dipimpin hakim MK Asrul Sani Berbarengan Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.

Lima mahasiswa itu ialah Chindy Trivendi Junior dari Universitas Andalas, Halim Rahmansah (Universitas Negeri Semarang), Insan Kamil (Universitas Sriwijaya), Muhammad Arya Ansar (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), dan Wahyu Dwi Kanang dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Cek Artikel:  OTT Tengah, Tengah, dan Tengah

Kelima mahasiswa itu belajar di fakultas hukum. Terdapat kesamaan minat mereka seperti aktif dalam kegiatan pengkajian, riset, kepenulisan, dan perdebatan hukum yang berhubungan dengan demokrasi. Mereka harus Pandai meyakinkan hakim konstitusi karena dua kali hak recall diujimaterikan dengan hasil ditolak. Perkara yang ditolak ialah Putusan 008/PUU-IV/2006 dan 38/PUU-VIII/2010

Meski demikian, mahasiswa punya pengalaman memenangi perkara yang sudah 33 kali ditolak MK. Perkara terkait dengan ambang batas calon presiden alias presidential threshold yang diatur Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam perkara 62/PUU-XXI/2023, MK menghapus ketentuan presidential threshold pada 2 Januari 2025. Perkara itu diajukan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka ialah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Kiranya argumentasi lima mahasiswa Pandai menghapus hak recall yang sangat Terkenal pada rezim Orde Baru. Ia senjata yang Absah dan Manjur bagi rezim yang berkuasa Kepada sewaktu-waktu mencopot Personil DPR bersuara keras, bersuara miring.

Cek Artikel:  Rebo Nyunda

Recall pertama kali hadir dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966 tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Menjelang Pemilihan Standar. Hak recall digunakan Orde Baru Kepada membersihkan Personil parlemen yang loyal kepada Sukarno.

Penggunaan hak recall dilanggengkan selama 32 tahun Orde Baru kemudian dihapuskan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang MD3 Lewat dihidupkan Kembali dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang MD3 hingga kini.

Lembaga recall dihidupkan Kembali karena pemerintahan Enggak Kukuh dengan kelakuan Personil DPR yang aneh-aneh. Terdapat yang tanpa malu mempertontonkan gairah mereka berkelahi seperti Swasta. Terdapat yang malas bersidang, tetapi Giat menuntut fasilitas. Terdapat yang lebih tajam lidahnya ketimbang otaknya. Kelakuan Personil dewan memang lebih Kocak ketimbang pelawak.

Gagasan Kepada menghilangkan lembaga recall perlu pertimbangan secara matang. Salah satu pertimbangan MK menolak menghapus lembaga recall tertuang dalam Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006.

MK berpendapat bahwa hak recall pada hakikatnya tidaklah bertentangan dengan demokrasi, tetapi Malah dimaksudkan Kepada tetap menjaga adanya Interaksi antara yang diwakili dan yang mewakili. Dalam praktik demokrasi perwakilan dapat terjadi berbagai variasi penggunaan hak recall. Hal tersebut tidaklah berarti menghilangkan Arti sistem demokrasi perwakilan.

Cek Artikel:  Sang Intelektual Sejati Menuju Keabadian

“Apabila dalam praktik terjadi penyimpangan penerapan hak recall, hal demikian bukanlah kesalahan sistem sehingga bukan sistem yang harus dikorbankan melainkan praktiknyalah yang perlu diperbaiki,” demikian pertimbangan MK.

Salah satu argumentasi yang disodorkan lima mahasiswa Kepada menghapus lembaga recall ialah kedudukan Personil DPR ialah mandataris rakyat, bukan mandataris partai politik. Menurut mereka, kewenangan yang diperoleh Personil DPR berasal dari rakyat, partai politik hanya sebagai pintu masuk Kepada dapat mencalonkan diri sebagai Personil DPR dan peran partai politik harusnya berhenti sejak Personil DPR dilantik karena sejak pelantikan Personil DPR sudah memegang mandat yang berasal dari kepentingan rakyat dapil masing-masing.

Terlepas dari apa pun hasil akhir gugatan mahasiswa yang masuk kategori generasi (gen) Z (Natalis 1995 hingga 2002), patut diapresiasi perjuangan mereka di jalur konstitusi.

Mahasiswa gen Z Enggak memfotokopi demonstrasi yang diusung mahasiswa angkatan 1966 (gen X) dan angkatan 1988 (gen Y). Mereka mengedepankan keaslian perjuangan melalui jalur konstitusi, termasuk ketika menggugat lembaga recall.

 

Mungkin Anda Menyukai