Jalan Terang Akhiri Politik Dana

BAU tak sedap datang dari perhelatan Pilkada 2024 yang hingga kini belum tuntas. Tepatnya pada Penyelenggaraan pemilihan Bupati Barito Utara, Kalimantan Tengah. Hanya Terdapat dua Kekasih calon (paslon) dan keduanya terungkap melakukan praktik politik Dana. Kagak tanggung-tanggung, satu Bunyi dibeli oleh pihak paslon dengan harga Tiba dengan Rp16 juta.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Buat mendiskualifikasi kedua paslon dan memerintahkan pemungutan Bunyi ulang dengan paslon yang baru. Pemungutan Bunyi yang dilakukan pada 22 Maret 2025 itu sebetulnya sudah merupakan pemungutan Bunyi ulang (PSU) yang diperintahkan MK.

PSU pada Maret itu pun hanya berlaku di dua tempat pemungutan Bunyi (TPS) karena ditemukan penyalahgunaan hak pilih dalam Pilkada Serentak 27 November 2024. Tetapi, Buat perkara kali ini, putusan MK yang mendiskualifikasi Segala paslon berimplikasi PSU harus dilakukan di Segala TPS di Barito Utara. Partai-partai pengusung mesti mengajukan paslon baru karena Kagak Terdapat kontestan yang tersisa.

Cek Artikel:  Menguji Nyali Erick

MK menilai kedua paslon telah melakukan pelanggaran serius berupa politik Dana sehingga sudah cacat hukum. Mereka mencederai prinsip-prinsip pemilihan Standar dalam konstitusi, yakni Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Mahkamah Ingin memberikan Pengaruh jera kepada para calon, tim pemenangan, maupun partai-partai politik pengusung mereka.

Ketegasan MK memberikan Misalnya bagaimana Sebaiknya menindak pelaku politik Dana. Tanpa penindakan yang tegas, praktik ‘serangan fajar’ itu akan Lalu marak dari pilkada ke pilkada, dari pemilu ke pemilu.

Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu RI, Tiba dengan pemungutan Bunyi pada 27 November 2024 Lampau, Intervensi dugaan politik Dana sedikitnya 130 kasus. Patut diyakini, jumlah sesungguhnya jauh lebih banyak ketimbang yang didapati maupun yang diadukan ke Bawaslu.

Cek Artikel:  Setop Aksi Kotor di Lembaga Ekspor

Dalam survei Populix pada Mei 2024, separuh masyarakat mengaku pernah ditawari hadiah maupun Dana menjelang pencoblosan di pilkada maupun pemilu. Kemudian, hanya 23% masyarakat yang menyatakan Niscaya akan melaporkan praktik politik Dana. Di antara mereka yang enggan melapor, sepertiganya beralasan karena politik Dana sudah Standar. Sikap permisif masyarakat terhadap politik Dana diperparah oleh pengawasan dan penindakan hukum yang lemah. Akibatnya, politik Dana sulit diberantas.

MK dalam menangani perkara sengketa Pilkada Barito Utara mempertimbangkan Intervensi Bawaslu setempat yang sudah ditindaklanjuti hingga penjatuhan vonis oleh pengadilan. Akan tetapi, Bawaslu lewat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) hanya menemukan dan memproses hukum tindak politik Dana oleh pihak salah satu paslon, yakni Kekasih nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya.

Baru pada persidangan di MK terungkap bahwa pihak paslon nomor urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo juga melakukan praktik yang sama. Hal itu sedikit banyak menunjukkan betapa pengawasan proses pemilu Tetap lemah.

Cek Artikel:  Robohnya Keagungan Mahkamah

Bukan itu saja, penindakan politik Dana melalui proses hukum pidana pemilu Tetap lembek. Pada kasus politik Dana Pilkada Barito Utara, terdakwa pelaku pemberi Dana hanya divonis 3 tahun, vonis terendah yang diatur dalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Menurut pasal tersebut, pelaku politik Dana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lelet 6 tahun. Selain itu, dijatuhi denda paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Politik Dana yang merupakan bentuk suap-menyuap akan Lalu marak tanpa pengawasan yang ketat dan penindakan yang tegas. Bila para calon kepala daerah yang berkontestasi dengan Metode menyuap kemudian terpilih, rakyat yang paling dirugikan karena mendapatkan pemimpin yang cacat moral. Negara pun makin bobrok karena ditopang oleh para pemimpin korup. Putusan MK ialah pintu masuk mengakhiri praktik kotor itu.

 

Mungkin Anda Menyukai