Sektor Pajak Butuh Digebrak

PEROMBAKAN besar-besaran di jajaran Kementerian Keuangan, terutama dengan diangkatnya Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea Cukai yang baru, menjadi langkah Krusial di tengah tantangan fiskal yang luar Normal pada 2025. Krusial karena pada situasi fiskal yang sulit tersebut, para pejabat baru itu diberikan Sasaran yang Bukan main-main besarnya.

Di sisi penerimaan negara dari sektor pajak, tahun ini pemerintah menargetkan pencapaian sebesar Rp2.183,9 triliun. Adapun dari sisi rasio perpajakan (tax ratio) atau Komparasi antara total penerimaan pajak dan produk domestik bruto (PDB), Presiden Prabowo Subianto mematok Sasaran 23% pada 2029 mendatang.

Persoalannya, modal Demi menggapai Sasaran besar tersebut Bukan cukup bagus. Pada 2024 Lewat, penerimaan pajak bahkan mengalami shortfall (penurunan dari Sasaran) lebih dari Rp50 triliun. Pada tahun Lewat, penerimaan pajak ditarget sebesar Rp1.988,9 triliun, tapi hanya terealisasi Rp1.932,4 triliun.

Cek Artikel:  Mitigasi Kendor Rekapitulasi Molor

Begitu pula ketika kita bicara tax ratio, trennya juga menurun. Pada 2023 tax ratio Indonesia tercatat 10,31%, tapi pada 2024 turun menjadi 10,08%. Rata-rata rasio perpajakan kita dalam satu Dasa warsa juga tak banyak beranjak dari kisaran 11%. Bilangan tersebut Bukan cukup bagus karena lebih rendah Apabila dibandingkan dengan rata-rata negara maju yang rasio pajaknya Sekeliling 24% dan negara berpendapatan menengah yang berkisar 16%-18%.

Kita sepakat bahwa penggantian pejabat yang mengampu soal perpajakan memang mesti dilakukan sebagai ikhtiar Demi membalikkan keadaan Ketika ini, yang seperti digambarkan oleh Bilangan-Bilangan tadi, sangat Bukan ideal. Terutama Bukan ideal Demi menyokong Sasaran ambisius pertumbuhan ekonomi 8% di ujung pemerintahan ini nanti pada 2029.

Penyegaran di pucuk pimpinan direktorat jenderal yang mengurusi pajak dan bea cukai, paling Bukan bakal memunculkan potensi kinerja yang lebih kinclong, meskipun kemungkinan Demi terjadi hal yang lebih Bukan baik juga bukan sama sekali hilang. ‘Reshuffle‘ di jajaran pejabat eselon I merupakan pilihan realistis ketika performa direktoratnya Bukan berkembang, stagnan, bahkan turun.

Cek Artikel:  Jangan Paksakan PPN 12%

Karena itu, sosok-sosok yang muncul sebagai pengganti harus jaminan mutu. Harus Eksis garansi bahwa mereka punya kualitas, kapabilitas, juga integritas yang lebih tinggi daripada yang sebelumnya. Ini menjadi syarat mutlak karena permasalahan di sektor perpajakan begitu kompleks, tak Dapat dihadapi dengan Metode Normal-Normal saja. Sektor pajak harus digebrak, maka pemimpinnya juga mesti berotak dan berhati tegak.

Sesungguhnya, problem di sektor pajak Tetap berkutat pada persoalan-persoalan Lamban. Tetap banyak kebocoran akibat praktik patgulipat atau hengki pengki yang dilakukan aparat pajak, ketidakpastian aturan, serta ketidakpatuhan wajib pajak Bagus di kalangan masyarakat maupun dunia usaha, juga fakta struktur ekonomi kita hari ini yang terlalu disangga sektor informal sehingga memunculkan shadow economy. Persoalan-persoalan itulah yang Lanjut menghambat optimalisasi penghimpunan penerimaan negara.

Cek Artikel:  Menunggu Debat Penuh Manfaat

Butuh strategi terobosan yang bernas Demi ‘membirukan’ rapor sektor pajak. Reformasi perpajakan tak boleh hanya digaungkan, tapi juga mesti diimplementasikan. Barangkali, wacana yang dulu sempat menguat agar pemerintah melakukan fiscal cadaster dahulu sebelum melahirkan Sasaran dan kebijakan baru terkait dengan perpajakan, layak diikhtiarkan. Fiscal cadaster adalah semacam sensus ulang Demi mengidentifikasi objek-objek pajak yang terlewat.

Penyisiran ulang yang menjadi salah satu upaya reformasi perpajakan itu diyakini akan Pandai Meningkatkan rasio pajak menjadi berkisar 13%-16% apabila setelah itu diikuti dengan strategi dan kebijakan lanjutan yang Pusat perhatian pada penyelesaian masalah. Kebijakan yang berpijak pada mitigasi persoalan, bukan kebijakan yang asal geber demi meraup penerimaan pajak yang sebesar-besarnya.

Mungkin Anda Menyukai