Obral Nyawa di Tambang Rakyat

JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti Konkret Tetap amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini. Bermodal pengetahuan seadanya, tambang galian C banyak yang dikelola dengan lebih mengandalkan kenekatan, bukan keilmuan. Dapat jadi, ilmu teknik menambang dianggap sepele karena penambangan galian C dilakukan di area terbuka.

Begitulah Kalau sebuah aktivitas dilakukan tanpa dibarengi ilmu yang memadai. Dipikir para pengusaha tambang itu, menambang di galian cukup bermodalkan beberapa mesin ekskavator, keruk di sana-sini, dan hasil kerukannya tinggal dipindahkan ke truk Kepada dijual.

Nyaris tak sempat dipikirkan bagaimana Dampak galian itu terhadap Bangunan bebatuan dan pasir seusai dikeruk. Kalau terjadi longsor dan kemudian memakan korban jiwa, musibah dan takdir dijadikan kambing hitam.

Begitulah potret Konkret industri penambangan galian C, sebuah subsektor pertambangan yang sering pula disebut sebagai tambang rakyat. Kalau dirupiahkan, hasilnya pun sangat jauh Kalau dibandingkan dengan hasil yang didapat dari pertambangan emas atau nikel. Ibarat langit dan bumi, tambang galian C hanya mendapatkan bebatuan dan pasir. Meski tak seberapa, hasil galian tetap bernilai ekonomis karena bagi masyarakat Sekeliling, kompor di dapur tetap Dapat ngebul.Tetapi, hasil yang tak seberapa itu tak sebanding dengan jiwa yang dikorbankan Kalau terjadi kecelakaan Ketika menambang. Apalagi, penambangan dilakukan tanpa ilmu, mengabaikan standar, dan jauh dari memadai.

Cek Artikel:  Negara Abai Data Anggota Bocor

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Kalau Memperhatikan kronologi kejadian, mudah sekali diduga peristiwa di Gunung Kuda, Cirebon, itu bukan bencana. Kecelakaan tersebut mudah dinalar akibat kelalaian dalam teknik menambang. Kecelakaan kerja di tambang galian C sebenarnya juga sudah banyak terjadi di seantero negeri.

Hanya berjarak sebulan sebelumnya, kawasan tambang galian C Rowosari, Tembalang, yang berada di perbatasan Demak-Kota Semarang, Jawa Tengah, longsor dan menimbulkan korban jiwa. Tebing setinggi Sekeliling 100 meter di tambang galian C ilegal tersebut longsor dan menewaskan seorang sopir dump truck.

Hal ini tentu menyentak kesadaran kita akan realitas pengelolaan tambang galian C. Aktivitas tambang di sana seperti dibiarkan terabaikan, tanpa regulasi yang kuat dan pengawasan yang memadai. Di penambangan Gunung Kuda, misalnya. Meski pengelolanya mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), aktivitas pertambangan dilakukan dengan mengabaikan standar keamanan dan keselamatan kerja yang ditetapkan pemerintah.

Cek Artikel:  Royal Demi Amtenar di Tahun Pemilu

Mesin keruk yang dipakai hanyalah berstandar grade B, bukan grade A sebagaimana tertulis di Berkas perusahaan. Begitu pula dengan jam operasional mesin. Dari yang Semestinya hanya dipakai paling Lamban 8 jam sehari, di Gunung Kuda, mesin dipakai nonstop selama 24 jam sehari.

Dinas ESDM Jawa Barat pun menambahkan, longsor di Gunung Kuda salah satunya terjadi akibat kesalahan metode penambangan yang Semestinya dilakukan dari atas dan kemudian membentuk terasering.

Kalau demikian, lengkap sudah sebuah kesalahan terjadi. Dimulai dari perencanaan yang salah, Penyelenggaraan yang tak sesuai kaidah, dan ditutup dengan longgarnya pengawasan dari pemerintah.

Cek Artikel:  Mencairkan Narasi Kontestasi

Pernyataan pemerintah setempat yang menyebut sudah dua kali mengirim surat teguran agar perusahaan itu segera menghentikan aktivitas penambangan, tentunya tak Dapat Membangun mereka cuci tangan dalam kasus tersebut. Surat teguran mestinya dibarengi dengan langkah Konkret menutup aktivitas tambang Kalau perusahaan tak mematuhi.

Tetapi, faktanya Enggak demikian. Aktivitas tambang, baru mereka hentikan setelah Anjlok korban jiwa. Karena itu, kejadian longsor di Gunung Kuda dan di berbagai tempat lainnya Jernih bukan bencana alam, melainkan konsekuensi dari pembiaran sistemik terhadap praktik pertambangan yang Jelek.

Karena itu, ketimbang cuci tangan dan menjadikan pemilik perusahaan tambang sebagai kambing hitam, pemerintah sebaiknya segera melakukan audit menyeluruh terhadap tata kelola tambang galian C. Apalagi, selama bertahun-tahun tambang galian C menjadi tempat ribuan orang menggantungkan Cita-cita hidup. Kita tentu tak Ingin negeri ini dicap sebagai bangsa pengobral nyawa.

 

 

Mungkin Anda Menyukai