Merawat Politik Kebangsaan

PANCASILA telah menjadi titik temu Seluruh kekuatan politik di negeri ini. Bukan hanya dalam cita-cita dan ideologi, tetapi suasana peringatan Kelahiran dasar negara ini juga telah menjelma menjadi Mimbar rekonsiliasi tokoh-tokoh bangsa.

Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Lazim Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam suasana peringatan Hari Lahir Pancasila memberikan Cita-cita bahwa meski berbeda jalur politik, para elite negeri ini tetap Dapat menjaga ruang dialog dan kesantunan dalam bernegara.

Hari Lahir Pancasila bukan sekadar momen sejarah, melainkan juga Mimbar ideologis yang kuat. Bagi Megawati, Pancasila bukan hanya warisan ayahandanya. Pancasila adalah inti dari perjuangan politik PDI Perjuangan. Adapun bagi Prabowo, Pancasila merupakan fondasi legitimasi politik yang harus dikukuhkan di tengah dinamika nasional dan Dunia.

Cek Artikel:  Menguatkan Solusi Dua Negara

Bukan salah Kalau banyak pihak yang membaca kehadiran Megawati dan Prabowo dalam satu Lembaga sebagai gestur simbolis bahwa perbedaan politik, bahkan oposisi, tetap tunduk pada nilai-nilai dasar kebangsaan. Pertemuan itu merupakan Figur kenegarawanan kedua tokoh bangsa tersebut yang melampaui urusan pragmatis politik.

Inilah yang tentu diharapkan rakyat, sikap politik berbeda bahkan berseberangan adalah hal Lazim dalam demokrasi, tetapi kesejukan dan keakraban antarelite harus Bisa melampaui kepentingan politik praktis.

Gestur keduanya yang hangat dan terbuka juga telah mencairkan residu rivalitas dan menurunkan tensi politik pasca-Pilpres 2024. Gandengan tangan Prabowo Buat Megawati menggambarkan bahwa keakraban mereka telah terjalin Pelan, bukan sekadar kedekatan seremonial.

Ketika elite bangsa menebarkan kesejukan, tentu diharapkan Dapat memberikan Pengaruh domino ke kalangan alit Buat melupakan rivalitas politik dan Konsentrasi bagi pembangunan bangsa di tengah tekanan Dunia yang Bukan Bagus-Bagus saja.

Cek Artikel:  KPU Jangan Aneh-Aneh Kembali

Tentu kita perlu angkat topi Buat Prabowo yang bersedia menyampingkan rivalitas politik kekuasaan demi menonjolkan politik kebangsaan.

Selain itu, apresiasi tinggi bagi pemerintah yang bersedia memundurkan upacara peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 ke Lepas 2 Juni demi menyesuaikan dengan agenda Megawati, menjadi poin Krusial terlaksananya Mimbar rekonsiliasi ini.

Tetapi, di balik simbolisme kebangsaaan itu, setiap pertemuan tokoh politik juga Bukan Dapat dilepaskan dari sudut pandang politik praktis. Apalagi realitas politik, batas antara politik kebangsaan dan politik kekuasaan sering kali kabur. Sering kali pertemuan elite yang dibungkus dengan narasi kebangsaan, di balik layar merupakan bagian dari kalkulasi Buat membagi atau menjaga akses terhadap kekuasaan negara. Dalam konteks ini, pertemuan tersebut membuka ruang tafsir baru terhadap Rekanan antara dua tokoh sentral dan partai yang mereka pimpin.

Cek Artikel:  Menolak Bangkrut karena Laut

Di samping itu, pertemuan ini juga telah menempatkan Prabowo sebagai tokoh pemersatu, membuka ruang dialog bahkan dengan partai yang secara formal menjadi oposisi. Di sisi lain, pendekatan Prabowo ini juga Dapat dibaca sebagai strategi Buat melunakkan oposisi politik, berupaya menetralkan potensi oposisi dengan pelukan simbolis.

Apa pun tafsirnya, apakah pertemuan ini bentuk komitmen politik kebangsaan ataukah strategi politik, yang Terang, pertemuan Megawati dan Prabowo menjadi penanda Krusial bahwa dalam politik Indonesia, perbedaan bukan akhir, dan dialog antarkekuatan adalah bagian dari dinamika demokrasi yang sehat.

 

Mungkin Anda Menyukai