Telaah Konsistensi MA Terkait Remisi

GUSTAV Radbruch, filsuf hukum Jerman, menyebut tiga tujuan hukum, Yakni kemanfaatan, kepastian, dan keadilan. Ketiganya saling berkelindan.

Kepastian hukum dijauhkan apabila putusan Mahkamah Akbar bertentangan antara satu putusan dan putusan lainnya. Hasil kajian Ade Rizky Fachreza, peneliti pada Lembaga Kajian dan Advokasi Kepada Independensi Peradilan (LeIP), Ketika ini banyak putusan MA bertentangan antara satu putusan dan putusan lainnya.

Kajian Rizky terkonfirmasi dalam putusan MA Nomor 28 P/HUM/2021 pada 28 Oktober 2021. Putusan itu bertentangan dengan putusan Nomor 51 P/HUM/2013 dan putusan Nomor 2368 K/Pid.Sus/2015. Ketiga putusan itu terkait dengan keberadaan remisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.

Lewat putusan Nomor 28 P/HUM/2021, MA mencabut dan membatalkan PP 99/2012 yang dikenal dengan PP Pengetatan Remisi Koruptor. MA menegaskan persyaratan memperoleh remisi Bukan boleh bersifat membeda-bedakan. Remisi harus diberikan kepada Sekalian napi, kecuali dicabut putusan pengadilan.

Terdapat dua persoalan yang mesti disorot. Pertama, remisi Bukan boleh bersifat membeda-bedakan. Kedua, remisi harus diberikan kepada Sekalian napi, kecuali dicabut putusan pengadilan.

Cek Artikel:  Tumenggung Endranata

Remisi Bukan boleh bersifat membeda-bedakan bertentangan dengan putusan 51 P/HUM/2013. Sementara itu, remisi harus diberikan kepada Sekalian napi, kecuali dicabut putusan pengadilan bertentangan dengan putusan Nomor 2368 K/Pid.Sus/2015.

Putusan 51 P/HUM/2013 pada 26 November 2013 terkait dengan uji materi PP 99/2012. Ketika itu, MA menolak permohonan uji materi dengan pertimbangan antara lain pembinaan yang berbeda terhadap narapidana merupakan konsekuensi logis adanya perbedaan Kepribadian jenis kejahatan yang dilakukan narapidana, perbedaan sifat berbahayanya kejahatan yang dilakukan, dan akibat yang ditimbulkan tindak pidana yang dilakukan setiap narapidana.

Ketika itu, MA menyatakan PP 99/2012 Bukan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. Kini, MA berubah ekstrem dan menyatakan PP 99/2012 bertentangan dengan UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Mari menelaah argumentasi MA bahwa remisi harus diberikan kepada Sekalian napi, kecuali dicabut putusan pengadilan. Bukankah putusan pengadilan menyatakan remisi sebagai kewenangan pemerintah bukan pengadilan?

Cek Artikel:  Kali ini Hilirisasi

Surat Tuntutan Penuntut Lazim pada Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor TUT-04/24/02/2015 pada 12 Februari 2015 terhadap terdakwa Muhtar Ependy terkait dengan kasus Akil Mochtar. Jaksa menuntut agar menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu berupa pencabutan hak remisi dan pelepasan bersyarat yang dapat diberikan pemerintah kepada terpidana.

Majelis hakim dalam putusan pada 5 Maret 2015 menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta agar Muhtar Ependy dihukum pidana tambahan, yakni pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat. Menurut majelis hakim, hak remisi dan pembebasan bersyarat diatur dalam UU dan menjadi kewenangan pemerintah Kepada memberikan atau Bukan memberikan kepada seorang terpidana.

Jaksa KPK banding Lewat kasasi terkait dengan hukuman tambahan pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat. Dalih KPK, walaupun pemberian hak remisi dan pelepasan bersyarat merupakan kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Sosok, hakim juga mempunyai hak Kepada mencabut pemberian hak remisi dan pelepasan bersyarat tersebut dengan berbagai pertimbangan yang rasional sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

Cek Artikel:  Titik Terendah Pusat-Daerah

KPK kalah di tingkat banding dan kasasi. Pertimbangan majelis kasasi dalam putusan Nomor 2368 K/Pid.Sus/2015 tertanggal 14 Desember 2015 menyebutkan pemberian hak remisi dan pelepasan bersyarat berada di luar ranah peradilan sehingga kalaupun hendak dicabut harus berlaku Lazim didasari perubahan peraturan pemerintah.

Putusan majelis kasasi Jernih-Jernih menyebutkan pemberian hak remisi dan pelepasan bersyarat berada di luar ranah peradilan, tapi mengapa kini MA menyatakan remisi harus diberikan kepada Sekalian napi, kecuali dicabut putusan pengadilan?

Putusan terkait dengan remisi itu menjauhkan kepastian hukum yang ujung-ujungnya mengusik rasa keadilan masyarakat. Kata Immanuel Kant, kalau keadilan sudah Bukan diperoleh, berarti sudah Bukan Terdapat Tengah Dalih Kepada bertahan di muka bumi ini.

Koruptor boleh-boleh saja merasa dimenangkan dengan pencabutan dan pembatalan PP 99/2012, tapi negara Bukan boleh kalah. Kalau Bukan mau kalah, remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor perlu dihapus melalui legislative review. Revisi sekarang juga UU Pemasyarakatan.

Mungkin Anda Menyukai