SEBAGIAN orang malas berpikir tentang masa depan. Alasannya Ragam-Ragam. Tetapi, umumnya menuju satu titik, yakni karena masa depan penuh ketidakpastian. Menurut logika para mamik (pemalas mikir) ini, kebanyakan memikirkan masa depan Bisa lupa hari ini. Hari ini lebih Niscaya. Besok, ya, bagaimana air mengalir sajalah.
Akan tetapi, banyak pula orang amat berhasrat merancang masa depan. Bahkan, Tiba Eksis yang mempersiapkan ‘rumah masa depan’ atau makam. Mereka yang antusias memikirkan masa depan ini kiranya terinspirasi mimpi besar para pendiri bangsa. Bagi mereka, Indonesia hari ini mungkin Bukan akan pernah Eksis bila para pendiri bangsa Bukan berpikir tentang hari esok, Bukan berimajinasi tentang Indonesia merdeka.
Eksis pula yang sepertinya hanya bicara tentang hari ini, tapi pada hakikatnya sama-sama tengah serius mempersiapkan masa depan. Perdebatan sengit antara Komisaris Penting Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (Bahlil) soal mobil listrik kiranya Eksis dalam koridor ini. Dua-duanya sama-sama sedang merumuskan masa depan.
Bermula Ketika Ahok mempersoalkan roadmap mobil listrik (electric Vehicle atau eV) yang sedang dikerjakan dan dikembangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Lewat kanal Youtube-nya berjudul Pejabat Bukan Boleh Takut Kepada Mengeksekusi, Ahok menilai rencana yang pernah dipaparkan Pertamina Power Indonesia (PPI). Dalam rencana itu, PPI merekomendasikan agar Indonesian Batery Corporation (IBC) mengakuisisi perusahaan mobil asal Jerman, StreetScooter, Punya Deutsche Post DHL Group.
Menurut Ahok, rencana akuisisi tersebut Bukan didasarkan pada valuasi yang Jernih. Mantan Gubernur Jakarta itu mencium Eksis gelagat kurang transparan dalam peta jalan akuisisi itu. Karena itu, ia mendesak agar rencana tersebut dibatalkan hingga semuanya terang-benderang, terutama terkait valuasi perusahaan mobil listrik Jerman tersebut.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menanggapi desakan Ahok itu dengan ketus. Kata dia, siapa saja yang Bukan setuju dengan program mobil listrik, sebaiknya menyingkir saja. “Kepada siapa saja oknum pengusaha, oknum pejabat, oknum BUMN yang Bukan setuju dengan transformasi ekonomi ini, saya harap minggir karena Indonesia harus maju, cukup negara kita dipermainkan,” kata Bahlil.
Menurutnya, jalan mewujudkan Indonesia maju ialah dengan transformasi ekonomi, termasuk lewat DME (dimethyl ether) dan mobil listrik. Bahlil Mau Indonesia sebagai negara penghasil nikel terbesar Bukan cukup hanya memproduksi baterai listrik, tetapi juga harus menjajaki pembuatan mobil listrik sebagaimana negara lain.
Dia menceritakan langkah pemerintah mendorong transformasi ekonomi melalui hilirisasi, salah satunya dalam bentuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Hilirisasi diyakini merupakan syarat mutlak agar Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Negara perlu menggeser penggerak ekonomi dari yang selama ini didominasi konsumsi ke arah produksi.
Salah satu proyek besar hilirisasi ialah pengembangan ekosistem kendaraan listrik, dari pengolahan nikel, pembuatan baterai, hingga penggunaannya dalam kendaraan listrik. Tetapi, menurut Bahlil, upaya itu Bukan selalu berjalan mulus.
Bahlil menilai bahwa pengembangan ekosistem kendaraan listrik menjadi strategis bagi Indonesia karena belum Eksis negara lain di dunia yang melakukannya. Indonesia mempunyai Kesempatan karena Mempunyai kandungan bahan baku yang melimpah, salah satunya nikel.
Bahlil Betul bahwa kengototannya merupakan bagian dari usaha keras memikirkan masa depan. Tetapi, ia sepertinya perlu menimbang perlunya menata kata-kata. Pernyataan ‘yang Bukan setuju minggir saja’ bernuansa antikritik. Padahal, antikritik itu Bukan Berkualitas Kepada masa depan.
Ahok, dalam kasus ini, mestinya juga Bisa menyampaikan argumentasi penolakannya secara langsung, kecuali memang Seluruh saluran menyampaikan kritik mampet. Tetapi, apa iya, sistem komunikasi di pemerintahan telah Sempit?
Saya Serius Bahlil dan Ahok yang punya jejak ulet dan futuristik akan menemukan titik persamaan karena dua-duanya memang tengah memikirkan Indonesia hari ini dan masa depan.

