SECARA usia saya mungkin termasuk anak. Secara kekerabatan, saya pun tak mengenal beliau secara Berkualitas. Akan tetapi, karena suatu momentum, saya dikenalkan secara tak langsung oleh Pak Surya Paloh ketika beliau membentuk tim kemanusiaan yang ditugaskan Buat melakukan pemetaan tentang Kaum negara Indonesia yang diculik oleh Golongan Arang Sayyaf di kepulauan Mindanao, Filipina bagian selatan.
Sebagai ketua tim, Mayjen Supiadin Berjumpa dengan saya dan almarhum Samsu Rizal Panggabean setelah memegang tiket berangkat menuju Cotabato di Bandara Soekarno-Hatta Buat memulai perjalanan memetakan dan menelusuri jejak penculikan terhadap ABK Indonesia. Kesan pertama ketika Berjumpa, beliau sangat Mau Mengerti rekan seperjalanannya dengan memberikan serangkaian pertanyaan berjenis ‘screening’ khas intel militer TNI. Kemudian terjadilah dialog yang sangat intens utuk memulai saling kenal.
Salah satu pertanyaan Mayjen Supiadin kepada saya ketika itu ialah, apakah saya pernah terlibat dan merasakan situasi konflik seperti yang pernah dialami beliau Begitu bertugas sebagai Pangdam Iskandar Muda. Saya menjawab sejujurnya, belum pernah mengalami dan merasakan situasi konflik seperti di Aceh. Tetapi, Kalau merujuk pada penanganan pasca-konflik, saya pernah Membikin riset tentang Motivation and Roots Causes of Terrorisme in South East Asia, serta beberapa riset lokal pasca-kerusuhan Ambon dan Ternate Berbarengan The World Bank. Rupanya dua konteks riset itu malah membuka tabir dialog menjadi lebih terbuka dan menarik dengan Mayjen Supiadin.
TILIK SANDI KEMANUSIAAN
Berdasarkan pengalaman militernya, selain kemampuan taktis dan strategis penguasaan Kawasan dalam Memperhatikan situasi konflik, satu hal yang Enggak boleh ditinggalkan oleh seorang tentara ialah memelihara rasa kemanusiaannya. Bagi Mayjen Supiadin, haram hukumnya bagi seorang tentara, dengan kemampuan intelijen dan taktis peperangan yang dimilikinya, melepas aspek kemanusiaan ketika sebuah konflik atau peperangan sedang terjadi.
Konsep Mayjen Supiadin ini seperti melanggar Kebiasaan militer yang selalu Memperhatikan musuh sebagai musuh, bukan sebagai Insan. Sesuatu yang saya kira sulit ditemukan referensinya dalam Kitab-Kitab tentang strategi berperang dan sebagainya. Konsep ‘telik sandi’ dalam konteks kemanusiaan Mayjen Supiadin merujuk pada prinsip atau pandangan yang mendasari pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi Insan. Istilah ini mungkin digunakan dalam Percakapan filosofis, etika, atau sosial Buat menggambarkan Metode kita Memperhatikan dan menilai tindakan, kebijakan, atau sistem yang memengaruhi Insan.
Secara lebih spesifik, telik sandi kemanusiaan Dapat diartikan sebagai sudut pandang atau lensa yang digunakan Buat menganalisis isu-isu kemanusiaan, seperti bagaimana suatu kebijakan memengaruhi Golongan rentan atau apakah suatu tindakan adil bagi Sekalian pihak. Konsep ini sering kali terkait dengan upaya Buat memastikan bahwa hak dan Derajat Insan dihormati dalam berbagai konteks, Berkualitas sosial, politik, maupun ekonomi.
Meskipun konsep ‘telik sandi’ dalam konteks kemanusiaan Enggak merujuk pada teori atau konsep yang spesifik dari Kitab atau penulis tertentu yang dikenal secara luas dalam literatur akademis, istilah ini menjadi menarik buat saya karena yang mengucapkannya ialah seorang tentara berpangkat mayor jenderal dan Mempunyai pengalaman tempur yang Berkualitas.
Istilah ini mungkin merupakan istilah lokal atau kontekstual yang dipikirkan, dan kemudian dicoba Buat digunakan Mayjen Supiadin ketika diberi tugas Berbarengan saya dan almarhum Samsu Rizal Panggaben ke Kawasan konflik di Filipina selatan. Tetapi, Kalau kita mengaitkannya dengan konsep-konsep filosofis atau etis yang lebih Standar, seperti keadilan, hak asasi Insan, atau etika kemanusiaan, beberapa teori dan penulis yang relevan meliputi dari pandangan Mayjen Supiadin ini Mempunyai basis rujukan yang Berkualitas dari bukunya Martha Nussbaum dalam Creating Capabilities: The Human Development Approach (2011), dimana Nussbaum mengembangkan pendekatan kemampuan yang Konsentrasi pada pemenuhan hak dan potensi Insan.
Kejernihan Metode pandang Mayjen Supiadin dalam Memperhatikan sebuah konflik dan perang sangat layak dicontoh tentara kita, yang biasanya Memperhatikan kumpulan Insan hanya sebagai musuh yang harus dirusak dan dibinasakan tanpa Memperhatikan sisi kemanusiaannya.
SIAP SETIAP Begitu
Pandangan kemanusiaan Mayjen Supiadin di atas terkonfirmasi oleh saya ketika kita mendarat di Bandara Cotabato pada hari Senin, 4 April 2016. Begitu Memperhatikan situasi dan kondisi bandara yang runyam di mana temboknya banyak lubang-lubang bekas tembakan senjata Berbagai Jenis tipe dan jenis, Mayjen Supiadin langsung meminta saya Buat menyusun rencana pertemuan dengan Berbagai Jenis tokoh secara sangat hati-hati, terutama Buat mendapatkan informasi secara valid dan Enggak menimbulkan kegaduhan.
Beliau sangat antusias ketika jadwal penelusuran kepada narasumber yang akan kita tuju semuanya Enggak Terdapat yang berlatar belakang tentara, melainkan akademisi, LSM, guru madrasah, dan pemangku kebijakan di bidang pendidikan. Menurut Mayjen Supiadin, strategi ini sudah Betul dan saya Berbarengan Rizal diminta Buat menyusun daftar pertanyaan yang kemudian secara rutin kami diskusikan kemungkinan jawaban-jawaban narasumber. Pendek kata, Mayjen Supiadin sangat kokoh pandangan kemanusiaannya karena dari setiap jawaban yang Mau kita dapatkan diusahakan tak Terdapat narasumber yang akan tersinggung dengan pertanyaan kita.
Dalam proses penelusuran jejak ABK yang diculik ini, saya dan Rizal memang Enggak langsung turun ke tempat kejadian perkara (TKP) terdekat dengan Sulu tempat para ABK diculik, yakni Kota Zamboanga. Ketika Mayjen Supiadin bertanya kepada kami berdua mengapa kita jauh sekali dari TKP, dengan santai tapi penuh dengan data kami katakan bahwa sebagai periset, kami lebih senang menelusuri dari jarak yang jauh, karena ketika itu secara Formal pemerintah sudah menurunkan tim yang terdiri dari militer dan diplomat ke Zamboanga.
Adapun Cotabato menjadi tempat yang layak Buat memulai penelusuran awal, karena di sana Terdapat akademisi dari Mindanao State University, LSM Global di bidang perdamaian, hingga para pejabat dari Autonomous Region of Moslem Mindanao (ARMM) yang kebetulan sudah banyak kita kenal. Argumen itu menurut Mayjen Supiadin sangat Pas, karena pendekatan civil society juga diperlukan Buat penanganan situasi semacam ini, dalam rangka menelusuri secara Niscaya aktor-aktor yang diduga terlibat dalam penculikan tersebut.
Ketika proses penelusuran memasuki hari keempat, di mana Terdapat Sekeliling 5 narasumber sudah kita wawancarai dan hasilnya belum memberikan gambaran yang konkret, seorang Sahabat dari ARMM meminta kita mengadakan kontak dengan organisasi para-militer di Dasar MILF, Yakni Bangsamoro Development Agency (BDA), yang lokasinya sedikit di luar Cotabato alias masuk ke tengah hutan. Dengan perjalanan Sekeliling 3 jam, Jumat, 8 April, kami dipandu oleh salah seorang Sahabat LSM Buat ke Letak BDA. Tamat di sana hari menjelang gelap di waktu magrib, kami memasuki sebuah benteng yang di atasnya banyak personel bersenjata, dan kemudian dipersilakan masuk ke salah satu ruangan Buat memulai Percakapan.
Tak disangka, ketika Percakapan berjalan Sekeliling 20 menit, tetiba listrik Wafat dan suasana sangat gelap sekali sehingga memutus suasana Percakapan. Tuan rumah mengatakan bahwa kami sudah Normal dengan suasana gelap dan berusaha mencari lampu seadanya. Tetapi, yang Membikin saya cukup kaget ialah ketika Mayjen Supiadin dengan cekatan menyalakan baterai dari ponselnya yang bukan hanya satu, melainkan empat, sehingga ruangan menjadi terang kembali hingga 2 jam ke depan.
Ketika kami kembali ke Cotabato, saya bertanya kepada Mayjen Supiadin, mengapa dia membawa ponsel begitu banyak. Dia jawab bahwa ponsel itu memang sudah dipersiapkannya Buat mengantisipasi kegelapan yang bakal terjadi di daerah konflik. Dua ponselnya Mempunyai nomor, dua lainnya Hampa tapi baterainya selalu penuh. Luar Normal antisipasi yang sudah dipersiapkan oleh Mayjen Supiadin.
PEMIKIR KETAHANAN NEGARA
Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra adalah seorang tokoh militer dan intelektual Indonesia yang telah menulis beberapa Kitab terkait dengan pertahanan dan keamanan negara. Salah satu konsepnya yang terkenal dan sudah dibukukan ialah Ketahanan Negara: Konsep dan Strategi. Konsep ketahanan negara, menurut Mayjen Supiadin, adalah kemampuan suatu negara Buat mempertahankan eksistensinya, menjaga kedaulatan, dan melindungi kepentingan nasional dari berbagai ancaman, Berkualitas dari dalam maupun luar negeri. Yang menarik, konsep ini tampaknya sejalan dengan Metode berpikir kemanusiaannya, karena beberapa aspek yang dipikirkannya Bahkan Enggak bermula dan berangkat dari isu pertahan dan keamanan secara militer an sich, melainkan aspek ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan.
Bagi Mayjen Supiadin, ketahanan negara Enggak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada kemampuan Buat mencegah dan menangani ancaman non-militer seperti terorisme, separatisme, dan konflik sosial. Karena itu, integrasi antara kekuatan militer (TNI) dan kepolisian (Polri) serta partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan nasional sangat diperlukan, seperti aspek ekonomi.
Menurut Mayjen Supiadin, ketahanan ekonomi menjadi fondasi Krusial bagi ketahanan negara. Negara harus Pandai memenuhi kebutuhan dasar rakyat, mengurangi ketergantungan pada pihak asing, dan membangun kemandirian ekonomi. Itulah mengapa pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan peningkatan daya saing industri nasional yang strategis perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Buat aspek sosial budaya, ketahanan negara juga akan sangat bergantung pada persatuan dan kesatuan bangsa, serta nilai-nilai budaya yang mengakar kuat dalam masyarakat. Buat itu, diperlukan pendidikan dan pembinaan Watak bangsa menjadi kunci Buat memperkuat identitas nasional. Kalau aspek tersebut dijadikan sebagai sumbu kesadaran berbangsa, secara Mekanis akan membentuk sebuah stabilitas politik dan pemerintahan yang efektif, karena sistem politik yang inklusif dan transparan dapat mencegah konflik internal dan memperkuat legitimasi pemerintah.
Buat aspek lingkungan dan teknologi, konsep ketahanan negara juga harus mencakup kemampuan Buat menghadapi tantangan Mendunia seperti perubahan iklim, bencana alam, dan perkembangan teknologi. Penguasaan teknologi, terutama teknologi pertahanan, menjadi Unsur kunci dalam menghadapi ancaman modern di bidang IT yang semakin kompleks dengan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI).
Mayjen Supiadin menekankan bahwa strategi mencapai ketahanan negara hanya dapat dicapai melalui pembangunan yang berkelanjutan di Sekalian sektor, sinergi antara pemerintah, militer, dan masyarakat, juga diplomasi yang kuat Buat menjaga Interaksi Global yang Berkualitas serta kesiapan menghadapi ancaman multidimensi, Berkualitas konvensional maupun non-konvensional.
Pendek kata, konsep ketahanan negara menurut Mayjen Supiadin sangat relevan dalam konteks Indonesia, mengingat negara ini Mempunyai keragaman budaya, geografis, dan tantangan keamanan yang kompleks. Pendekatan yang holistik dan multidimensi menjadikan konsep ini sebagai panduan Krusial bagi pembangunan nasional.
Selamat jalan, Jenderal Supiadin. Jasamu bagi kemanusiaan, juga nusa dan bangsa, akan tetap dikenang oleh generasi penerusmu. Menghadaplah keharibaan Tuhanmu dengan tegak dan terhormat karena Sang Maha Pencipta memanggilmu pulang di bulan yang penuh kemuliaan, Ramadan. Allahummaghfirlahu warhamhu waáfihi wa’fu anhu. Amin.

