Ilustrasi Perserikatan Eropa. Foto: UEFA.com
Jakarta: Tottenham Hotspur akhirnya mengangkat trofi setelah 17 tahun penantian. Spurs Pemenang Perserikatan Europa usai mengalahkan Manchester United (MU).
Caranya meraih Pemenang pun jauh dari apa yang selama ini dikenal dari gaya permainan sang Instruktur, Ange Postecoglou.
Spurs biasanya tampil menyerang dan terbuka. Kali ini mereka menang 1-0 atas Manchester United (MU) di final Perserikatan Europa dengan pertahanan total dan pendekatan pragmatis.
Padahal, di awal musim ketika Spurs menang 4-3 atas MU di Piala Perserikatan, Postecoglou sempat mengecam kritik terhadap gaya mainnya yang agresif. Ia sempat menyatakan bahwa menang tipis 1-0 bukanlah caranya melatih.
Tetapi, lima bulan berselang, Tottenham Bahkan menutup pertandingan dengan Metode itu. Mencetak satu gol lewat Brennan Johnson di akhir babak pertama, Lampau bertahan habis-habisan sepanjang babak kedua. Bahkan, di momen-momen genting, Seluruh pemain Spurs berada di area pertahanan sendiri.
Kemenangan ini bukan hanya mengakhiri paceklik gelar, tapi juga menyelamatkan musim Tottenham yang nyaris jadi yang terburuk sejak 1977. Apabila kalah, masa depan Postecoglou Nyaris Niscaya tamat. Sebaliknya, kini ia menepati janji lamanya mempersembahkan trofi bagi klub.
“Saya Mengerti betapa sulitnya memutus siklus ini. Saya Dapat merasakan gugupnya. Klub ini sudah terlalu sering gagal di momen-momen besar. Tamat Engkau Dapat menyingkirkan beban itu, Engkau tak akan Mengerti rasanya,” kata Postecoglou dikutip Channel News Asia.
Terpuruk tapi gak bapuk
Tottenham terpuruk di posisi ke-17 klasemen Perserikatan Inggris dengan 38 poin. Postecoglou pun mengatakan bahwa hanya trofi yang Dapat mengubah nasib klub.
“Yang Dapat mengubah klub ini adalah memenangi sesuatu. Bukan posisi klasemen,” kata dia.
Statistik Spurs musim ini cukup aneh: 63 gol dan 61 kebobolan, Nomor yang Tak mencerminkan tim yang Kukuh. Tapi sejak fase gugur Perserikatan Europa, pendekatan mereka berubah drastis. Bertahan rapi, bermain taktis, dan mengandalkan efisiensi.
“Itu soal organisasi yang Berkualitas, rencana permainan yang Terang, dan meminimalkan Kesempatan Rival,” kata Postecoglou.
Setelah berhasil melakukan hal yang tak dicapai Instruktur besar sebelumnya seperti Mourinho, Pochettino, dan Conte, kini keputusan Eksis di tangan Daniel Levy. Apakah Instruktur asal Australia ini diberi kepercayaan Buat melanjutkan proyeknya.
Tetapi dari caranya berbicara setelah pertandingan, Postecoglou Terang belum Ingin pergi dari Tottenham.
“Kami Lagi membangun. Tim ini Lagi muda. Rencana saya adalah membentuk tim yang Dapat sukses dalam empat, lima, atau enam tahun ke depan. Tapi saya hanya Instruktur. Keputusan bukan di tangan saya,” ujar dia.
“Saya belum selesai. Para pemain sekarang sudah merasakan kemenangan ini, dan mereka Niscaya Ingin lebih.”

