Membaca Ketangguhan Indonesia dari Daerah

Membaca Ketangguhan Indonesia dari Daerah
(Dok. BRIN)

INDONESIA telah dua Dasa warsa memasuki era desentralisasi, tapi tantangan besar dalam pemerataan pembangunan dan peningkatan daya saing daerah Lagi menjadi pekerjaan rumah. Dalam konteks ini, indeks daya saing daerah (IDSD) yang disusun oleh Badan Riset dan Penemuan Nasional (BRIN) menjadi alat ukur yang Krusial–bukan hanya Kepada memahami produktivitas daerah, melainkan juga Kepada merancang kebijakan pembangunan berbasis bukti.

Laporan IDSD 2024 mencatat bahwa skor rata-rata nasional ialah 3,43 dari skala 5, sedikit menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,44 (IDSD 2023). Penurunan itu memang tipis, tapi cukup Kepada menjadi indikator stagnasi dalam peningkatan daya saing. Kalau Kagak ditangani dengan cermat, stagnasi ini Pandai menurunkan kepercayaan investor dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal.

Komparasi dengan IDSD 2023 mengungkapkan bahwa ketimpangan antarwilayah Lagi tinggi. Pada 2023, 14 dari 34 provinsi mencatat skor di atas rata-rata nasional (3,44). Pada 2024, meski cakupan meluas menjadi 38 provinsi, proporsi daerah dengan skor di Dasar rata-rata Bahkan meningkat. Daerah-daerah di kawasan timur Indonesia, seperti Papua Tengah (2,46) dan Papua Pegunungan (2,57), Lagi tertinggal jauh daripada DKI Jakarta (4,09), DI Yogyakarta (3,97), dan Bali (3,91).

Cek Artikel:  Zakat dan Wakaf sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan Cerminan dari Lembaga Antaragama G-20 di Brasil

 

TREN KOMPONEN DAYA SAING

Empat komponen Primer daya saing menunjukkan dinamika yang menarik. Lingkungan pendukung dan sumber daya Mahluk Lagi menjadi yang terkuat di kedua tahun: skor lingkungan pendukung 3,65 (2024) dan 3,53 (2023). Komponen ini mengalami kenaikan 0,12. Sementara itu, skor SDM 3,84 (2024), dan 3,78 (2023). Skor ini relatif menunjukkan konsistensi dalam aspek kesehatan dan keterampilan.

Tetapi, perhatian perlu diberikan pada komponen pasar yang stagnan bahkan cenderung menurun. Skor pasar produk nasional ialah 2,57 (2024), menurun dari 2,64 (2023). Sementara itu, sistem keuangan hanya mencapai 2,76 (2024) Kalau dibandingkan dengan 2,53 (2023). Akses keuangan dan efisiensi pasar menjadi isu serius, terutama bagi UMKM dan startup di daerah.

Pilar kapabilitas Penemuan, sebagai pilar Krusial dalam menghadapi ekonomi digital mencatat skor 3,13 (2024), meningkat sedikit dari 3,03 (2023). Meski begitu, ini Lagi tergolong rendah. Hanya segelintir provinsi seperti DKI Jakarta dan DI Yogyakarta yang Pandai unggul dalam jumlah paten, riset, dan publikasi. Sebaliknya, sebagian besar daerah lainnya Lagi sangat lemah dalam ekosistem Penemuan.

 

Cek Artikel:  Kemitraan dan Kualitas Pendidikan

Kesempatan DAN TANTANGAN DIGITALISASI

Adopsi TIK mengalami peningkatan signifikan di daerah-daerah maju, ditunjukkan oleh DKI Jakarta (skor 5,00), Jawa Barat (4,13), dan Yogyakarta (4,46) pada 2024. Tetapi, daerah seperti Papua hanya mencapai skor 0,92–bahkan lebih rendah dari skor 1,45 yang tercatat dalam IDSD 2023. Ketimpangan digital ini menjadi tantangan dalam pembangunan berbasis teknologi yang merata.

Sementara itu, komponen sumber daya Mahluk menunjukkan tren Kukuh. Skor nasional Kepada kesehatan ialah 3,76 (2024), Nyaris sama dengan 3,79 (2023). Pilar keterampilan tercatat 3,91 (2024) naik dari 3,77 (2023), mengindikasikan kemajuan pendidikan dan peningkatan akses ke keterampilan digital.

Tetapi, disparitas tetap Terdapat. Misalnya, rata-rata lelet sekolah di provinsi seperti DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Maluku berada di atas 10 tahun, sedangkan NTB dan Kalimantan Barat baru 7,8 tahun, Papua Tengah 6,1 tahun dan Papua Pegunungan 4,4 tahun. Data ini menegaskan pentingnya intervensi Spesifik dalam pendidikan dasar dan pelatihan kerja di Seluruh Area Republik ini.

 

MENUJU KEBIJAKAN YANG PRESISI

Salah satu Penemuan yang patut diapresiasi dari IDSD ialah ketersediaan dashboard interaktif daring (https://s.brin.go.id/l/dashboardIDSD). Alat ini memungkinkan pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat sipil melakukan simulasi perhitungan skor dan menganalisis kekuatan dan kelemahan daya saing per pilar. Transparansi ini membuka ruang partisipatif dalam perencanaan pembangunan daerah yang lebih inklusif dan presisi.

Cek Artikel:  Sistem Pemilu Separuh Hati

Tetapi, tantangan tetap Terdapat pada ketersediaan data.

Pada 2023, dari 514 kabupaten/kota, hanya 398 yang Mempunyai data lengkap Kepada dihitung skornya. Pada 2024, Nomor itu meningkat menjadi 463 kabupaten/kota, tapi Lagi menyisakan 51 kabupaten/kota yang Kagak terpetakan karena minimnya data. Ini menunjukkan pentingnya memperkuat kapasitas statistik dan sistem pelaporan daerah secara nasional.

 

DAYA SAING Kepada INDONESIA EMAS 2024

IDSD telah menjadi cermin jernih Persona pembangunan Indonesia: dari provinsi yang maju pesat hingga Area yang Lagi tertinggal jauh. Tetapi, lebih dari sekadar Nomor, indeks ini ialah kompas strategis bagi para pembuat kebijakan. Dengan menjadikan IDSD sebagai bagian integral dari penyusunan RPJPD dan RPJMD, daerah dapat mengidentifikasi prioritas intervensi, memperkuat sinergi pusat-daerah, dan mendorong transformasi struktural menuju perekonomian berbasis Penemuan.

Menuju Indonesia emas 2045, kita Kagak hanya membutuhkan kota-kota besar yang maju, tetapi juga daerah-daerah kecil yang Unggul karena pada akhirnya kekuatan Indonesia ditentukan oleh ketangguhan daerah-daerahnya.

 

Mungkin Anda Menyukai