
Direktorat Tindak Pidana Standar (Dittipidum) Bareskrim Polri menangguhkan penahanan empat tersangka kasus dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak Punya (SHM) Kawasan pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Empat tersangka itu adalah Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE selaku penerima kuasa.
“Sehubungan sudah habisnya masa penahanan, penyidik akan menangguhkan penahanan terhadap empat tersangka sebelum 24 April atau habisnya masa penahanan,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, hari ini.
Keempat tersangka tersebut mulai menjalani penahanan pada Copot 24 Februari 2025. Berdasarkan Pasal 24 dan 25 KUHP, penahanan tersangka sebelum diajukan ke pengadilan adalah maksimal 60 hari. Apabila dihitung dari 24 Februari 2025 hingga 24 April 2025, para tersangka telah memenuhi waktu 60 hari.
Diketahui bahwa Dittipidum Bareskrim Polri telah menyerahkan berkas keempat tersangka kepada jaksa penuntut Standar (JPU) pada Jaksa Mulia Bidang Tindak Pidana Standar (Jampidum) Kejaksaan Mulia.
Dalam prosesnya, JPU mengembalikan berkas yang telah diserahkan Dittipidum dengan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.
Dittipidum Bareskrim Polri Lampau menyerahkan kembali berkas tersebut kepada Kejagung dengan Argumen bahwa berkas yang dikirim telah terpenuhi unsur secara formal dan materiel.
Selain itu, mereka menyebut bahwa unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut telah diselidiki oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.
Akan tetapi, berkas tersebut dikembalikan Tengah oleh JPU dengan Argumen petunjuk yang terdahulu belum dipenuhi penyidik dan juga meminta agar kasus pagar laut Tangerang itu ditangani oleh Kortastipidkor Polri mengingat ditemukannya unsur tindak pidana korupsi.
Usai menerima kembali berkas Demi kali kedua, Brigjen Pol. Djuhandhani menekankan bahwa kasus pemalsuan Berkas ini Tak menyebabkan kerugian Konkret terhadap keuangan negara atau perekonomian sehingga penyidik berkeyakinan bahwa perkara tersebut bukan perbuatan tindak pidana korupsi karena yang mengalami kerugian adalah masyarakat nelayan.
Selain itu, indikasi pemberian suap atau gratifikasi oleh penyelenggara negara juga tengah diselidiki oleh Kortastipidkor Polri.
“Tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP menurut penyidik telah Konkret terjadi dan terpenuhi Seluruh unsur, Berkualitas secara formal dan materiel,” katanya.(Ant/P-1)

