Politik Sandera Rusak Pesta Demokrasi

HUKUM sejatinya harus ditegakkan kapan, di mana pun, dan kepada siapa pun, tanpa pandang bulu sesuai asas equality before the law. Hal itu sesuai prinsip dengan negara hukum (rechtsstaat) sesuai UUD 1945.

Tetapi, hukum di dalam kitab konstitusi berbeda dengan faktanya di Republik ini. Realitas kehidupan menjelang Pemilu 2024 menunjukkan wajah sebenarnya potret hukum. Hukum belum menjadi panglima dalam mengatur tata kelola berbangsa dan bernegara. Sebaliknya, politik sudah menjadi panglima sehingga hukum tak ubahnya sekadar alat transaksi untuk tarik ulur kepentingan politik.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden yang akan mendampingi capres Prabowo Subianto ialah contoh nyata, terang benderang, hukum bisa diatur sekehendak pihak yang berkuasa.

Cek Artikel:  Politik Kesukarelaan Lalu Berdatangan

Bahkan, otak di balik rekayasa hukum batas usia capres/cawapres yang akan berlaga dalam pilpres, ialah sang paman Gibran yang mengetuai MK, Anwar Usman. Sang paman divonis bersalah melakukan pelanggaran etik berat oleh Mahkamah Kehormatan MK. Alhasil, yang bersangkutan dipecat dari posisinya sebagai Ketua MK. Sayangnya, sang paman tidak mengaku bersalah dan malu, bahkan mengaku menjadi korban dan tetap bertahan sebagai hakim penjaga konstitusi.

Pemilu sebagai pesta demokrasi yang indah dan menggembirakan sungguh terasa hambar ketika pesta itu dicemari oleh politik sandera yang dilakukan pihak yang memiliki kuasa politik dan hukum. Hukum berlaku tebang pilih. Hukum ditegakkan hanya kepada lawan politik, tetapi hukum tiba-tiba mandul, berliku-liku jalannya, apabila dijatuhkan kepada kawan politik.

Cek Artikel:  Tetap Alpa Mitigasi Bencana

Kejaksaan Akbar Republik Indonesia pernah memeriksa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selama 12 jam pada 24 Juli lalu terkait dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng periode 2021-2022, pada 24 Juli lalu.

Dalam kasus yang menyebabkan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp6,47 triliun itu, Kejaksaan Akbar menetapkan 3 tersangka korporasi serta 5 terpidana individu. Tetapi, pemeriksaan bos Partai Golkar itu hingga kini tak ada tindak lanjutnya.

Teladan lain penegakan hukum yang aneh bin ajaib itu ialah perburuan buron yang juga mantan politikus PDIP Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sang buron sudah menghilang 4 tahun dan kini akan ditangkap oleh lembaga antirasuah. Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan telah meneken surat penangkapan Harun Masiku. Penangkapan buron akan menyeret salah satu elite partai banteng moncong putih, yakni partainya mengusung capres Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Cek Artikel:  Olahraga Butuh Pembinaan Setara

Dalam perjalanannya pascareformasi, 25 tahun lalu, penegakan hukum yang merupakan amanat reformasi, bukan semakin baik, bahkan semakin buram oleh kuasa gelap yang mempermainkan hukum demi singgasana kekuasaan. Dalam sisa kekuasaannya, Presiden Jokowi harus menjadi teladan menjadikan hukum sebagai panglima, bukan politik sesaat dan menyesatkan sebagai panglima.

Mungkin Anda Menyukai