
DALAM beberapa waktu terakhir ini ramai dibicarakan kejadian penyakit antraks di daerah Gunungkidul, dan bahkan sudah memakan korban jiwa. Sudah Eksis pula penjelasan Formal dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian, juga tentunya upaya pengendalian kini sedang berjalan di lapangan, termasuk pengobatan dan mungkin vaksinasinya.
Kita Sekalian amat berharap agar kejadian antraks kali ini dapat segera ditanggulangi sepenuhnya, juga dikendalikan, agar jangan terjadi Kembali korban jiwa di waktu yang akan datang. Ilmu pengetahuan dan pengalaman selama ini menunjukkan, penularan antraks bermula dari binatang yang sakit, yang kemudian malah dipotong dan dikonsumsi Mahluk. Hal inilah yang perlu Maju diberi pemahaman kepada masyarakat luas agar jangan Maju berulang kejadian, dan bahkan Mortalitas pada Mahluk seperti sekarang ini.
Antraks (anthrax) merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri yang bernama Bacillus anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya, serta dapat menular ke Mahluk. Penyakit ini bersifat zoonosis, yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke Mahluk.
Bakteri penyebab antraks, apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia termasuk disinfektan tertentu, serta dapat bertahan di dalam tanah sehingga kadang-kadang antraks juga disebut ‘penyakit tanah’. Bakteri ini juga dapat menghasilkan toksin yang kemudian menimbulkan berbagai gejala dan bahkan dapat pula jadi berbahaya bagi kesehatan pada keadaan tertentu.
Manifestasi penyakitnya di Mahluk Eksis tiga jenis. Pertama ialah antraks kulit, merupakan jenis antraks yang paling sering terjadi, tapi Enggak berbahaya. Kata antraks memang bermakna ‘arang’ dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam.
Jenis kedua ialah antraks pencernaan, yang biasanya terjadi akibat konsumsi bagian dari hewan yang terinfeksi. Gejala awalnya dapat tampak seperti keracunan makanan, yang kemudian dapat saja menjadi lebih Enggak baik dengan keluhan nyeri perut hebat, mutah, dan diare.
Bentuk ketiga ialah antaks paru atau pernapasan, yang terjadi akibat paparan spora antraks dalam jumlah yang besar. Gejala awalnya dapat berupa seperti flu, tapi kemudian dengan Segera memburuk menjadi gangguan pernapasan, syok dan bahkan Mortalitas. Pernah pula dilaporkan kejadian antraks lewat Infus pada pengguna narkoba, serta kita sudah beberapa kali juga mendengar tentang kegiatan bioterorisme dengan antraks ini.
Pengobatan
Menurut WHO, pasien antraks perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan antibiotik. Adapun pada mereka yang berpotensi terpapar spora antraks dan belum Eksis gejala, dapat diberikan pengobatan pencegahan (prophylactic treatment).
Panduan dari Center of Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Perkumpulan menyampaikan bahwa antibiotik dapat mencegah merebaknya antraks pada seseorang yang sudah terpapar tapi belum bergejala. Antibiotik bekerja melalui dua Metode, membunuh bakterinya atau Membangun antraks Enggak berkembang.
Dua jenis antibiotik yang dapat digunakan Kepada menangani antraks ini ialah siprofliokasin (ciprofloxacin) dan doksisiklin (doxycycline), dan CDC Amerika sudah mengeluarkan emergency use instructions (EUI) Kepada penggunaannya. Dua antibiotik ini juga digunakan sesudah seseorang terpapar bakteri/spora antraks atau post-exposure prophylaxis (PEP).
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa spora antraks biasanya perlu waktu 1-7 hari Kepada menjadi aktif, tetapi pada keadaan tertentu dapat saja spora berada di dalam tubuh Mahluk selama 60 hari dan baru kemudian jadi aktif. Karena itu, CDC Amerika mengatakan bahwa mungkin saja antibiotik dapat diberikan Tamat 60 hari lamanya.
Karena antraks memang ditularkan dari hewan ke Mahluk, maka WHO menyebutkan bahwa pencegahan penyakit antraks pada hewan akan melindungi kesehatan Mahluk. Pemutusan rantai penularan merupakan kunci Istimewa pengendalian antraks. Artinya, kalau diketahui bahwa potensi penularan Lagi terjadi, hal itu harus segera dieliminasi.
Vaksinasi
Menurut WHO, memang tersedia vaksin antraks Kepada hewan dan Mahluk. Disebutkan bahwa penggunaan vaksin antraks Kepada Mahluk terbatas dan diprioritaskan kepada mereka yang punya risiko tinggi terpapar.
Sejalan dengan itu, CDC Amerika Perkumpulan menyebutkan bahwa memang tersedia vaksin antraks dalam bentuk anthrax vaccine adsorbed (AVA). Vaksin ini bukan berisi bakteri yang dilemahkan dan seseorang Enggak akan mungkin malah Terperosok sakit antraks karena divaksinasi. Seperti juga WHO maka CDC menyebutkan bahwa vaksin memang Enggak diberikan kepada masyarakat luas.
Di Amerika Perkumpulan, vaksin ini sudah disetujui otoritas pengawasan obat dan makanan setempat (Food and Drug Administration/FDA) Kepada dua keadaan. Pertama, bersifat rutin Kepada para pekerja yang berisiko terpapar (jadi belum terpapar). Kedua, diberikan kepada mereka yang diduga sudah terpapar atau dikenal sebagai post-event emergency use.
Di sana setidaknya Eksis tiga Grup yang mungkin dikelompokkan sebagai petugas yang rutin berisiko terpapar dan boleh menerima vaksin. Yakni, petugas laboratorium tertentu yang bekerja dengan spesimen antraks, sebagian mereka yang berisiko karena menangani hewan atau produk hewani, dan sebagian personel militer di Amerika Perkumpulan.
Mereka perlu mendapat 5 suntikan vaksin antraks ke dalam otot (intramuskular) dalam kurun waktu 18 bulan, juga mendapat booster vaksin. Di sisi lain, pada 2015 FDA Amerika Perkumpulan juga sudah menyetujui penggunaan vaksin sesudah seseorang diduga terpapar (post-event emergency use), katakanlah misalnya pada situasi bioterorisme dengan menggunakan antraks. Pada keadaan ini maka vaksin diberikan tiga kali dalam waktu 4 minggu, ditambah dengan pemberian antibiotik selama 60 hari.
Sebagai Hasil dapat disampaikan bahwa karena antraks adalah zoonosis dan bahkan juga Eksis sporanya di tanah, maka penanganannya harus melalui pendekatan one health, yang merupakan kerja Berbarengan kesehatan Mahluk, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.
Dapat disampaikan disini bahwa pada waktu Indonesia memegang Presidensi G-20 pada 2022 Lewat, dihasilkan G-20 Lombok One Health Policy Brief. Tahun ini, ketika Indonesia memegang Keketuaan ASEAN maka juga berhasil dikeluarkan ASEAN Leader Declaration on One Health Initiative pada pertemuan pimpinan negara ASEAN di Labuan Bajo.
Dengan adanya kasus antraks sekarang ini dan peningkatan kasus rabies di berbagai daerah, maka kini merupakaan Begitu yang paling Benar Kepada Indonesia Betul-Betul secara langsung menerapkan komitmen Dunia yang sudah kita prakarsai di dua momen Dunia yang Indonesia pimpin, yakni G-20 tahun Lewat dan ASEAN tahun ini. Mari kita tunjukkan implementasi secara Konkret kebijakan one health di lapangan, bukan hanya sejalan dengan kebijakan Dunia, tapi juga yang lebih Istimewa ialah demi kesehatan anak bangsa ini. Semoga.

