KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memenuhi panggilan Dewan Pengawas KPK. Ia akhirnya diperiksa berkaitan pelanggaran etik perihal pertemuannya dengan Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo hingga dugaan pemerasan.
Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang atas panggilan yang tidak ia penuhi. Sejatinya, Firli diperiksa Dewas pada Jumat, 27 Oktober 2023, namun Firli meminta penundaan dengan alasan sedang ada kegiatan di Aceh.
Selanjutnya, Dewas KPK menjadwalkan kembali pemanggilan pada Senin, 13 November 2023, yang lagi-lagi dibatalkan oleh Firli, sehingga ini kali pertama Firli diperiksa dewas dalam kasus tersebut.
Tentu kiranya pemeriksaan Dewas KPK ini akan memberikan titik terang terhadap dugaan pelanggaran etik oleh Firli tersebut. Publik tentu berharap Dewas benar-benar menegakkan norma etika yang selama ini memang dijunjung tinggi oleh lembaga antiraswah tersebut.
Jangan biarkan norma-norma etik dan integritas di KPK terus menerus diinjak-injak dan dinistakan oleh Firli. Dengan kembali tegaknya etika di KPK, tentu muruah lembaga antikorupsi ini akan kembali kokoh. Tak lagi terjerembab dalam kubangan aksi rasuah oleh punggawanya sendiri.
Tentunya, ketegasan Dewas KPK menjadi kunci untuk menuntaskan persoalan pelik Firli ini. Apabila memang diperlukan, Dewan Pengawas KPK pun seharusnya sudah membuat mekanisme untuk memberhentikan Firli dari jabatannya demi pengusutan kasus yang lebih adil dan objektif.
Apalagi, Firli sudah berkali-kali pula diduga terlibat pelanggaran etik selama menjabat sebagai Ketua KPK. Serta, Firli juga harus menghadapi pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya dalam kasus yang sama. Bedanya, pihak kepolisian menyelidiki unsur dugaan tindak pidana dalam peristiwa pemerasan tersebut.
Definisinya, melepaskan Firli dari tanggung jawabnya di pucuk pimpinan KPK akan mempermudah upaya penuntasan perkara ini, baik di Dewas maupun di Polda Metro Jaya.
Bukan tidak mungkin Firli masih berupaya berkelit dari serangkaian dugaan perbuatan tercela yang dialamatkan kepadanya. Misalnya, narasi yang dilontarkan Firli bahwa kasus pemerasan yang dituduhkan kepadanya merupakan serangan koruptor.
Firli seolah menggunakan kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo sebagai tameng untuk menjadikannya seolah-olah sasaran serangan balik setelah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini tentu akan mendistorsi upaya hukum dan etik yang dilakukan oleh Dewas KPK dan Polda Metro Jaya.
Padahal, kasus yang menjerat Firli murni perkara tindak pidana korupsi dugaan pemerasan kepada SYL, tidak ada hubungannya sama sekali dengan serangan balik koruptor seperti klaim Firli Bahuri. Berhenti membangun narasi yang memutarbalikkan fakta.