Kecerdasan Buatan

Kecerdasan Buatan
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

BEBERAPA Begitu sebelum pertandingan timnas Argentina dan Indonesia digelar di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, beberapa waktu Lampau, saya ngobrol-ngobrol dengan sejumlah wartawan peliput olahraga di sana. Di sela-sela obrolan itu, Terdapat seorang wartawan muda yang nyeletuk minta diajari rekannya Buat menggunakan Chat-GPT. Dia bilang Mau menulis tentang sejarah timnas Indonesia melakoni sejumlah laga Dunia.

Saya Kagak Mengerti apakah ia jadi menggunakan aplikasi artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan itu atau Kagak, Buat artikelnya. Tetapi, di situ saya jadi merenung, betapa teknologi (dalam hal ini Chat-GPT) dapat begitu mudah membantu kerja wartawan. Kita, misalnya, Dapat saja meminta mesin pintar itu menulis tentang sejarah Arsenal. Niscaya dalam sekejap akan muncul narasi lengkap tentang kiprah klub asal London itu. Apakah tulisan itu akan sebagus seperti hasil karya wartawan olahraga kawakan Suryopratomo? Begitu ini mungkin belum, tetapi percayalah, ke depan mesin itu Lanjut akan semakin disempurnakan.

Cek Artikel:  NU, ASEAN dan Strategi Diplomasi

Begitu ini, Chat-GPT tentu saja ‘bekerja’ dengan Langkah mencomot sejumlah artikel terkait yang tersimpan di jagat maya. Jangan tanya bagaimana teknisnya. Para ‘jagoan’ dan pangeran teknologi di Lembah Silikon itu tentu telah sedemikian Corak memikirkan dan mendesain bagaimana mengolah sejumlah big data yang sudah tersimpan dalam dunia digital. Bukan hanya dalam bentuk teks, melainkan juga gambar, audio, maupun video.

Itulah yang dipersoalkan sejumlah pihak, terutama terkait dengan hak ciptanya. Berapa seniman alih Bunyi di Hollywood, bahkan khawatir kecerdasan buatan dapat ‘mencuri’ Bunyi mereka. Mereka pun cemas profesi mereka kelak akan tergantikan mesin cerdas tersebut. Kekhawatiran mereka wajar, apalagi sejauh ini belum Terdapat regulasi yang mengatur kecerdasan buatan yang kini dapat menghasilkan atau ‘mengkloning’ Bunyi Sosok.

Cek Artikel:  Menjawab Tantangan Penemuan Kemasan Pangan Terjamin dan Ramah Lingkungan

Itulah salah satu musababnya mengapa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) perlu menggelar konferensi tingkat tinggi mengenai kecerdasan buatan itu, di Jenewa, pada 6-7 Juli. Mereka juga menyerukan perlunya cetak biru Buat mengatur tata kelola AI, seiring dengan perkembangan teknologi itu yang dikhawatirkan dapat mengancam eksistensi Sosok.

Kehadiran teknologi kecerdasan buatan sepertinya memang mustahil dicegah. Dalam beberapa tahun ke depan, software yang semakin pintar itu akan menemani kehidupan sehari-hari kita, anak-anak kita, dan mungkin juga cucu dan cicit kita. Kita Kagak Mengerti apakah kisah paling dahsyat dalam peradaban Sosok di abad ini akan berakhir indah atau sebaliknya.

Tetapi, sebelum ia berubah menjadi monster ganas dan menakutkan, memang Terdapat baiknya Sosok mempersiapkan diri, Bagus dengan seperangkat aturan, etik, intelektualitas, maupun moralitas penggunanya. Apa jadinya, misalnya, Kalau aplikasi itu digunakan seorang caleg Buat menulis naskah pidato kampanyenya, tanpa ia sendiri mengerti dan paham persoalan apa yang disampaikannya. Apakah peran orang-orang semacam itu (termasuk si wartawan muda yang saya sebut tadi) Kagak sebaiknya digantikan saja oleh robot, yang mungkin Bahkan lebih Giat dan pintar?

Cek Artikel:  Gibran sebagai Cawapres, Kenapa tidak

Teknologi kecerdasan buatan lahir di tengah lautan data. Ia melesat Segera laksana ombak. Kalau tak pandai-pandai menungganginya, siapa pun akan dilibasnya. Termasuk Sosok sebagai pengguna sekaligus penciptanya. Waspadalah.

Mungkin Anda Menyukai