Waspada Varian Baru Omicron

Waspada Varian Baru Omicron
(MI/Seno)

KITA sudah mengetahui bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19 memang bermutasi dari waktu ke waktu dan membentuk berbagai varian baru. Masyarakat sudah mengenal luas adanya varian alfa yang pertama dilaporkan di Inggris, varian beta yang awalnya dilaporkan di Afrika Selatan, varian gama yang mula-mula dilaporkan dari Brasil serta varian delta (B16172), yang pertama kali dilaporkan di India, dan kini menjadi salah satu varian yang dominan di dunia dan juga di Indonesia. Varian delta juga diketahui bertanggung jawab pada peningkatan kasus yang amat tinggi di India, Indonesia, dan berbagai negara lain di dunia.

Tadinya, WHO mengelompokkan berbagai varian baru covid-19 itu dalam dua kategori, yaitu variant of interest (VOI) dan variant of concern (VOC). Suatu varian baru disebut VOI kalau memenuhi dua syarat. Pertama, ada perubahan genetik yang diperkirakan atau diketahui akan memengaruhi karakterisktik virus, seperti penularannya, beratnya penyakit, menghindar dari sistem imun, diagnosis, dan dampak pengobatan.

Kedua, terindentifikasi menyebabkan penularan di masyarakat yang bermakna atau timbulnya banyak klaster covid-19, terjadi di berbagai negara, yang menunjukkan peningkatan prevalensi sejalan dengan peningkatan kasus, atau ada dampak epidemiologik yang jelas yang menunjukkan risiko pada kesehatan masyarakat dunia.

Kemudian, kalau varian tergolong VOI menunjukkan sedikitnya salah satu dari tiga perubahan penting, dia akan digolongkan dalam VOC. Ketiga perubahan itu ialah peningkatan penularan atau perburukan dampak epidemiologi, kedua peningkatan virulensi atau perubahan dari gambaran klinik, dan ketiga adanya penurunan efektivitas kegiatan pembatasan sosial, atau diagnosis, vaksin, obat-obatan.

Belakangan, WHO menambah satu kelompok lagi, variants under monitoring (VUM), yaitu varian SARS-CoV-2 yang punya perubahan genetik, yang diduga dapat memengaruhi karakteristik virus yang berindikasi punya risiko di masa datang, tetapi bukti ilmiah fenotipik dan epidemiologiknya belumlah jelas benar, dan masih memerlukan monitoring dan penilaian untuk mendapat bukti ilmiah yang lebih jelas. Jadi, kategori kewaspadaan tertinggi ialah VOC, lalu lebih rendah dari itu ialah VOI, dan kalau masih dalam monitoring, dimasukkan ke VUM.

 

B11529 

Sejak April 2021 sampai 25 November 2021, ada empat varian yang masuk kategori VOC, yang terakhir ialah varian delta yang sudah dikenal luas itu. Pada 26 November 2021 WHO menambahkan satu varian baru sebagai VOC, yaitu B11529 yang diberi nama varian omicron, yang hari-hari ini amat menyedot perhatian dunia. Penetapan status VOC-nya juga cepat sekali.

Varian B11529 baru pertama kali ada dan terkonfirmasi pada 9 November 2021, lalu 24 November 2021 dilaporkan ke WHO dan dimasukkan sebagai VUM. Pada 26 November WHO sudah menggolongkannya dalam kategori kewaspadaan tertinggi, yaitu VOC berdasar rekomendasi WHO Technical Advisory Group on SARS-CoV-2 Virus Evolution (TAG-VE), dan diberi nama omicorn.

Jadi, jarak antara virus ditemukan dan dinyatakan sebagai VOC hanya 17 hari. Bandingkan dengan varian delta yang sudah banyak makan korban di dunia dan di negara kita. Varian delta pertama dilaporkan pada Oktober 2020, baru enam bulan kemudian dinyatakan sebagai VOI dan pada 11 Mei 2021 diklasifikasi sebagai VOC, artinya tujuh bulan jaraknya. Dari kacamata ini dapat dikatakan bahwa tingkat kewaspadaan terhadap B11529 memang amatlah sangat tinggi.

Dalam pertimbangan penetapan varian ini sebagai VOC, WHO menyebutkan ada peningkatan kasus amat tajam di Afrika Selatan pada minggu-minggu terakhir ini, sejalan dengan ditemukannya varian B11529 ini. Disebutkan juga, bahwa varian itu mempunyai mutasi dalam jumlah yang besar, sebagian di antaranya cukup mengkhawatirkan. Bukti ilmiah awal juga menunjukkan dugaan varian itu meningkatkan risiko terjadinya infeksi ulangan, seseorang yang sudah sembuh bisa jatuh sakit lagi.

Cek Artikel:  Investasi Inklusif untuk Masa Depan Indonesia

Data yang ada menunjukkan jumlah mutasi dapat sampai 30 di protein di tonjolan-tonjolan virus korona ini, yang dikenal sebagai spike protein, dan ada juga yang menyatakan sampai 50 mutasi secara total. Ini mutasi terbanyak virus covid-19 selama ini, dan sebagian mutasi ini ialah jenis yang baru (novel). Karena 30 mutasi terjadi di spike protein, sementara vaksin biasanya bekerja melalui spike protein ini, memang ada kekhawatiran tentang dampak varian baru ini pada efikasi vaksin.

Hal ini tentu perlu penelitian lebih lanjut. Sekarang ini, produsen vaksin sedang mendalaminya, setidaknya Astrazeneca yang melakukan kegiatan di Botswana serta Moderna, dan tentu akan diikuti produsen vaksin lainnya, termasuk yang digunakan di Indonesia. Jikapun masih awal sekali, sudah mulai ada diskusi tentang barangkali diperlukan booster dan/atau mungkin perlu peningkatan dosis vaksin untuk mengatasi varian baru ini, yang tentu masih butuh penelitian mendalam sebelum diputuskan kebijakan terbaik.

WHO memang menyatakan sekarang ini berbagai penelitian mendalam sedang berjalan dan WHO TAG-VE akan terus mendalami perkembangan ilmiah yang ada. Mungkin, masih perlu beberapa minggu untuk memastikan ada-tidaknya, dan kalau ada, seberapa besar, dampak varian omicron ini pada setidaknya lima hal, yakni penyebaran penyakit, beratnya gejala sakit, kemungkinan infeksi ulang, apakah PCR dan rapid antigen masih dapat digunakan, dan dampaknya pada vaksin.

 

Lintas benua

Dalam waktu singkat, dalam hitungan hari-hari di November ini varian omicron yang tadinya bermula dari beberapa negara di Afrika bagian selatan dengan cepat sudah dilaporkan juga dari Belgia, Jerman, Inggris, dan Italia di Eropa, lalu di Israel, dan sudah ada pula di Hong Kong di Asia. Jadi, benar-benar sudah lintas benua di dunia.

Belanda juga melaporkan ada 61 pendatang dari Afrika Selatan, yang ternyata positif covid-19, dan mereka sedang dianalisis mendalam. Republik Ceko mengatakan ada kasus yang dicurigai (suspek) akibat varian omicron, dan mereka terus mengawasinya secara ketat. Apalagi, kasus di Eropa memang sedang meningkat sekarang ini. Bukan tidak mungkin, varian itu akan menyebar juga ke negara-negara lain di dunia dalam hari-hari mendatang ini.

Dengan situasi yang berkembang amat cepat ini, makin banyak negara yang memberlakukan aturan restriksi khusus bagi masuknya orang asing dari negara terjangkit. Yang sudah membuat aturan pengetatan dalam berbagai bentuknya antara lain Inggris, Uni Eropa, Israel, Turki, Mesir, Arab Saudi, Bahrain, Yordania, Amerika Perkumpulan, Kanada, Jepang, dan juga negara-negara tetangga dekat kita di ASEAN, yaitu Singapura, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Pada 27 November 2021, Plt DirJen Imigrasi mengeluarkan Surat Edaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Insan RI Nomor IMIM-0269.GR.01.01 Pahamn 2021 yang isinya menyebutkan penolakan masuk sementara ke wilayah Indonesia bagi orang asing yang pernah tinggal dan/atau mengunjungi wilayah Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, dan Nigeria dalam kurun waktu 14 hari sebelum masuk Indonesia. Juga, ada aturan tentang penangguhan sementara pemberian visa kunjungan dan visa tinggal terbatas bagi warga negara Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, dan Nigeria.

Cek Artikel:  Kunjungan Multidimensi Raja Salman

Di sisi lain, penemuan dan pelaporan varian baru ini oleh Afrika Selatan menunjukkan tiga hal yang banyak diapresiasi. Pertama, penemuannya menunjukkan sistem yang ada di negara itu amat sigap mendeteksi varian baru. Kedua, pemerintah Afrika Selatan amat cekatan melaporkanya ke dunia sehingga upaya penyebaran selanjutnya dapat lebih terorganisasi dan ketiga, pemeriksaan whole genome sequencing di Afrika Selatan berjalan amat baik. Di sisi lain, kini pemerintah Afrika Selatan mengeluhkan pembatasan berbagai negara terhadap penerbangan dari negara mereka, disebutkan sebagai tindakan yang tidak tepat.

 

Antisipasi 

Dalam beberapa waktu mendatang, kita akan mendapat keterangan dan bukti ilmiah yang lebih jelas lagi tentang varian omicron ini. Mulai saat ini sedikitnya ada 10 hal yang baik dan seyogianya dilakukan Indonesia untuk antisipasi varian baru itu. Hal pertama, sesudah pemberlakuan penolakan masuk sementara ke Indonesia dari delapan negara Afrika bagian selatan, ada tiga hal yang dapat menjadi perhatian.

Pertama, aturan itu baru akan berlaku pada 29 November. Jadi, mereka yang datang pada 26, 27, dan 28 November masih tetap dapat masuk negara kita dan tentu perlu pengawasan yang ekstra ketat. Kepada mereka perlu diberlakukan masa karantina yang cukup panjang, misalnya satu atau dua minggu. Karantina hanya tiga hari tentulah tidak cukup.

Kedua, dalam surat edaran Dirjen Imigrasi ini dijelaskan bahwa ketentuan penolakan sementara ini dikecualikan terhadap orang asing yang akan mengikuti pertemuan terkait dengan presidensi Indonesia dalam G-20. Artinya, peserta pertemuan akan tetap diizinkan masuk dan mereka juga tentu harus menjalani pemeriksaan ketat serta menjalani masa karantina yang memadai.

Ketiga, harus diingat bahwa mungkin saja sebelum 26 November sudah ada warga asing dari delapan negara itu yang masuk ke Indonesia. Data kunjungan mereka tentu tercatat rapi di Kantor Kesehatan Pelabuhan. Karena itu, untuk mereka yang datang dari negara terjangkit dalam dua atau tiga minggu belakangan ini perlu dilakukan penelusuran. Apakah mereka sekarang sehat saja, atau barangkali ada yang sakit yang tentu harus diisolasi dan ditangani dengan saksama, termasuk dilakukan pemeriksaan whole genome sequencing. Tentu saja, akan diperlukan kajian mendalam apakah penolakan hanya dilakukan kepada delapan negara itu, khususnya bila nanti varian baru terus meluas ke negara-negara lain.

Hal kedua, meningkatkan jumlah tes PCR agar semua kabupaten/kota melakukan tes sesuai dengan jumlah minimal WHO. Jangan hanya angka nasional yang bagus, tapi ada ketimpangan karena ada provinsi yang angkanya tinggi sekali dan ada yang lain yang rendah sekali.

Hal ketiga, jumlah pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) juga masih perlu ditingkatkan. Sebagai ilustrasi, data di GISAID yang mengompilasi WGS dari seluruh dunia menunjukkan pada 26 November negara kita memasukkan 8.906 sampel WGS, sementara Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta sudah memasukkan 23.452 sampel WGS, serta, India bahkan sudah memasukkan 80.446 WGS. Penduduk kita kira-kira seperempat penduduk India. Jadi, kalau India sekarang sudah memeriksa lebih 80 ribu sampel, seyogianya kita dapat juga harusnya sudah memeriksa 20 ribu sampel, bukan 8.900-an seperti data sekarang ini.

Cek Artikel:  Polemik JIS dan Potensi Gugatan Hukum

Hal antisipasi keempat, kita perlu sangat mewaspadai kemungkinan kalau ada klaster kasus di berbagai kabupaten/kota, artinya surveilans berbasis laboratorium harus amat ditingkatkan. Berbagai pengalaman dunia dan kita selama ini memang menunjukkan adanya kejadian penyakit atau varian baru sering kali bermula dan terdeteksi dengan adanya klaster baru yang tidak biasa (unusual cluster).

Hal kelima, dengan perkembangan kemungkinan varian baru ini, harus dilakukan telusur pada semua kontak dari seorang kasus, setidaknya sebagian besar. Kalau ditetapkan hanya delapan orang yang ditelusur, pada berbagai keadaan tampaknya belum memadai.

Hal keenam ialah terus meningkatkan cakupan vaksinasi. Data Kementerian Kesehatan per 27 November 2021 menunjukkan ada 45,02% dari target 208.265.720 penduduk Indonesia yang sudah divaksinasi dua kali. Artinya, kita harus meningkatkan vaksinasi agar 55% rakyat Indonesia yang belum mendapat vaksin memadai segera mendapatkannya. Buat manula, 33,25% sudah divaksin dua kali, artinya 66,75% manula kita harus diupayakan secepat mungkin mendapat perlindungan memadai.

Dalam hal ini, perlu dicari mekanisme terbaik agar laju vaksinasi yang diberitakan menurun dalam waktu belakangan ini dapat meningkat dengan nyata. Salah satunya agar lokasi pemberian vaksin dapat dilakukan di semua puskesmas dan rumah sakit di seluruh Indonesia.

Hal ketujuh ialah agar pemerintah mengatur penerapan pembatasan sosial sesuai dengan perkembangan level yang ada, situasi epidemiologik, dan pertimbangan khusus lainnya.

Hal kedelapan, kita sebagai anggota masyarakat luas harus tetap ketat menjaga protokol kesehatan, 3M dan 5M. Dalam kaitan dengan situasi libur akhir tahun dan mungkin akan ada acara-acara yang mengumpulkan orang dalam jumlah besar, ingatlah bahwa kerumunan orang akan membawa risiko besar bagi penularan covid-19, jadi sedapat mungkin memang sebaiknya dihindari.

Memang, ada tiga cara yang dapat dipertimbangkan kalau benar-benar terpaksa ada kerumunan. Pertama, waktunya sesingkat mungkin, kedua sebaiknya di tempat terbuka, dan ketiga kalau, toh, di ruang tertutup, jendela dll agar terbuka luas untuk menjamin pertukaran udara. Ketiga cara itu diperuntukkan memperkecil risiko walau tentu yang paling baik menghindari kerumunan.

Pertemuan tingkat dunia pun ada yang ditunda pelaksanaannya karena adanya varian omicron ini, yaitu pertemuan World Trade Organization (WTO) tingkat menteri yang tadinya akan diadakan di Jenewa pada 30 November 2021. Kita tahu bahwa di Swiss belum ada kasus varian omicron, tetapi, toh, pertemuan penting itu tetap dibatalkan demi aspek kehati-hatian dan pertimbangan kesehatan masyarakat.

Antisipasi kesembilan ialah agar anggota masyarakat segera memeriksakan diri bila ada keluhan dan/atau kontak dengan seseorang yang sakit, apalagi kalau yang sakit baru datang dari negara terjangkit. Mereka yang belum divaksin juga harus segera dapat divaksin.

Hal kesepuluh, kita harus selalu mengikuti perkembangan ilmiah yang ada, yang mungkin berubah amat cepat. Bagi anggota masyarakat, dapatkanlah informasi yang benar dari sumber tepercaya, hindari hoaks dan berita simpang siur. Buat penentu kebijakan publik, semua keputusan harus diambil berdasar bukti ilmiah, evidence-based decision-making process.

Tentu kita tidak berharap varian omicron masuk ke Indonesia dan karena itu, 10 hal antisipasi di atas perlu sejak saat ini diterapkan. Selain itu, tentu akan baik kalau fasilitas pelayanan kesehatan kita selalu disiagakan untuk mempersiapkan apa pun kemungkinan yang akan terjadi.

 

Mungkin Anda Menyukai