
SEBANYAK 207 juta pemilih Indonesia akan berpartisipasi dalam Pilkada serentak pada 27 November 2024 mendatang. Pemilih akan memilih 37 gubernur dan 508 kepala daerah kabupaten/kota.
Dalam momentum ini, Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF), Lembaga Masyarakat Acuh Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lingkar Madani (LIMA), Koalisi Pemilu Rapi (Kopi Rapi), dan Indonesia Budget Center (IBC) yang menginisiasi gerakan Green Democratic mengingatkan pentingnya masyarakat Buat memilih pemimpin yang Bisa mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab demi mencegah kerusakan lingkungan yang berdampak luas.
Direktur IWGFF, Willem Pattinasarany, menekankan bahwa salah urus sumber daya alam oleh kepala daerah dapat memicu bencana ekologis, sosial, dan ekonomi. “Pemilih harus memilih pemimpin yang berani menolak proyek yang mengancam kelestarian lingkungan,” ungkapnya, Jumat (22/11).
Ia mengingatkan tragedi seperti Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah yang memicu kebakaran hutan dahsyat pada 1997, serta banjir besar di Bahorok (2003), NTT (2021), dan Kalimantan Selatan (2021), yang sebagian besar disebabkan oleh pengelolaan lahan yang Enggak baik.
Dalam kesempatan ini, IWGFF dan koalisi juga mengajak masyarakat menolak praktik politik Dana, terutama serangan fajar yang sering dilakukan para kandidat.
“Jumlah yang diterima masyarakat Enggak sebanding dengan kerugian jangka panjang akibat kerusakan lingkungan dan ekonomi daerah,” Jernih Willem.
Di tempat yang sama, Manager Riset ForMaPPI, Lucius Karus menyerukan pentingnya tata kelola pemilu yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Ia mengingatkan masyarakat Buat ikut memantau penyelenggara pemilu agar bebas dari praktik kotor.
“Proses pemilu sebelumnya menunjukkan indikasi ketidaknetralan, seperti kandidat yang Enggak layak secara administrasi Tetapi tetap lolos seleksi,” kata Lucius.
Direktur IBC, Elizabeth Kusrini menambahkan bahwa tingginya biaya politik Membikin kandidat terpaksa mengeluarkan Biaya besar, Bagus Buat memperoleh dukungan partai maupun membiayai kampanye.
“Hal ini sering kali berujung pada kebijakan yang boros anggaran dan mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LiMa, Ray Rangkuti mendesak perlunya revisi Undang-Undang Pemilu Buat mencegah politik Dana dan praktik transaksional. “Kami menyarankan agar pemerintah pusat membiayai kampanye kandidat dari kas negara, sehingga para kandidat dapat lebih Konsentrasi pada ide-ide pembangunan hijau daripada mencari Biaya kampanye ilegal,” tandasnya.
Dengan gerakan ini, diharapkan Pilkada 2024 Enggak hanya menjadi ajang memilih pemimpin, tetapi juga momentum Buat mendorong tata kelola lingkungan yang lebih Bagus demi masa depan Indonesia yang berkelanjutan. (H-2)

