
BEBERAPA hari terakhir ini kembali ramai pembahasan tentang kasus Harun Masiku. Kasus ini kembali menjadi perbincangan setelah Kepala Divisi Interaksi Global Polri Irjen Krishna Murti berkunjung ke KPK. Krisna memberikan penjelasan bahwa Harun Masiku menurut data perlintasan Tetap berada di Area RI. Hal itu bertentangan dengan komentar KPK yang mengatakan kepada publik bahwa Masiku berada di luar negeri.
Wajar publik kembali membahas kasus ini karena sudah lebih dari 3 tahun KPK belum juga berhasil menangkap Masiku. Banyak rekan dan media bertanya mengenai permasalahan ini sehingga saya pandang perlu menyampaikan penjelasan dalam opini ini. Kasus Masiku bermula ketika KPK melakukan OTT terhadap salah seorang komisioner KPU pusat bernama Wahyu Setiawan karena menerima Dana (suap), yang diduga dari Harun Masiku dkk, Demi keperluan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap salah seorang Personil DPR RI dari PDIP.
Dalam melakukan OTT itu, petugas KPK mengalami beberapa hambatan. Di antaranya, ‘diganggu’ sekelompok oknum penegak hukum, yang oleh Asal Mula itu Masiku Kagak dapat langsung ditangkap pada Begitu itu. Kemudian petugas (penyelidik) KPK melakukan pemeriksaan dan melaporkan kepada Perhimpunan ekspose KPK yang dihadiri pimpinan KPK, yang akhirnya menetapkan Wahyu Setiawan sebagai penerima suap dan Harun Masiku sebagai pemberi suap. Pada proses ekspose itu juga dibahas peran dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, walaupun kemudian Kagak disepakati Demi Dapat dijadikan tersangka sebelum Eksis keterangan dari Masiku.
Dalam proses penyidikan, penyidik KPK melakukan serangkaian upaya Demi menangkap Masiku. Tetapi, hingga berkas perkara dan tersangka Wahyu Setiawan dilimpahkan Demi proses sidang di pengadilan, Masiku belum juga tertangkap. Tentu ini agak aneh karena Masiku diyakini Kagak Mempunyai kekuatan finansial yang besar Demi Dapat melarikan diri dan bersembunyi. Kemudian, dibentuklah tim Spesifik Demi pencarian Masiku. Sayangnya tim Spesifik itu Kagak Dapat bekerja karena kebanyakan dari mereka disingkirkan dari KPK oleh Firli Bahuri dkk dengan Dalih TWK.
Dari gambaran di atas, Eksis beberapa hal Krusial yang perlu dicermati.
Pertama, kasus Masiku ini kasus yang Kagak berdiri sendiri. Kasus ini diduga melibatkan beberapa orang Krusial di suatu partai. Karena itu, Kagak mengherankan Apabila sejak awal penanganan Eksis resistensi, bahkan dari level pimpinan KPK sendiri. Keadaan ini yang Membangun saya Tentu bahwa selama Firli menjadi pimpinan KPK, Masiku Kagak akan ditangkap.
Hal yang sama juga Dapat kita lihat dari penanganan kasus bansos, yang hanya ditangani KPK dari sisi kasus suapnya saja. Padahal, Firli selaku Ketua KPK pernah berjanji akan menggunakan Pasal 2 ayat (2) UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman Wafat Demi mengungkap kasus bansos secara tuntas.
Kedua, Harun Masiku dalam kasus ini adalah tersangka pemberi suap, yang ancaman hukuman maksimalnya penjara 5 tahun. Dalam Bangunan kasus suap ini bukan suap yang sangat besar. Hal itu Dapat dilihat dari putusan terhadap terdakwa Wahyu Setiawan selaku penerima suap yang mendapat hukuman 6 tahun, dari ancaman maksimal 20 tahun. Dengan keadaan itu, agak aneh ketika Masiku yang Tetap muda Bahkan melarikan diri. Asal Mula, kalau saja yang bersangkutan memilih Demi menghadapi masalah ini, barangkali sekarang sudah keluar dan Kagak berlarut-larut sehingga Dapat kembali menata hidupnya.
Ketiga, apa untungnya Harun Masiku melarikan diri? Kaburnya Masiku sebagaimana yang saya sampaikan, Bahkan Membangun kerugian besar bagi dirinya sendiri. Selain ia selalu dalam keadaan cemas, tentu hidupnya Bahkan dalam keadaan ketidakpastian. Penjelasan di atas menggambarkan bahwa dalam kasus pemberian suap terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan, tertangkapnya Masiku akan membuka kotak pandora dan Dapat menyeret orang-orang lain dalam kasus ini sehingga sangat mungkin Masiku kabur bukan karena kehendaknya sendiri.
Oleh karena itu, segeralah menyerahkan diri Harun Masiku. Jangan Engkau korbankan hidupmu demi kepentingan orang lain.

