
JOKO Anwar kembali dengan Sinema terbarunya, kali ini lewat Jenis drama-thriller-aksi Pengepungan di Bukit Duri. Di Sinema ini, Joko tak hanya menulis dan menyutradarai, Tetapi ia sekaligus merangkap sebagai penyunting gambar, dan memproduserinya Serempak Tia Hasibuan.
Di Sinema ini, akan menampilkan adegan aksi antara para siswa sekolah yang diketuai oleh Jefri (Omara Esteghlal) melawan gurunya, Edwin (Morgan Oey). Sinema ini juga menampilkan secara eksplisit adegan-adegan kekerasan dan kerusuhan yang terjadi pada latar tahun 2027 di Indonesia.
“Adegan action di Sinema ini Kagak dimaksudkan Buat laga. Sekalian dikoreografikan seolah mereka bertahan hidup. Kagak Eksis yang menggunakan martial arts. Adegan action di Sinema ini adalah drama juga. Setiap adegan, actionnya adalah adegan drama,” kata Joko Anwar Demi konferensi pers di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, (10/4).
“Sekalian pemain melakukan adegan stunt, kecuali yang berbahaya. Misal dihantamkan ke kaca, itu Kagak dilakukan oleh pemain, karena kalau terluka Pandai berisiko Buat adegan selanjutnya. Tetapi, 95% adegan action dilakukan sendiri oleh para pemeran,” tambah Joko.
Di Sinema ini, Joko menggandeng kolaborator lamanya, Jaisal Tanjung sebagai sinematografer, serta Aghi Narottama sebagai komposer. Sementara Dennis Sutanto didapuk sebagai desainer produksi.
“Membaca cerita ini, yang pertama kebayang adalah keburaman. Apa yang masuk ke kepala saya, visual keburaman. Berkualitas contrast lighting, pergerakan kamera yang ragu-ragu, yang rasanya si Kepribadian ini punya masalah ketidaktahuan. Masalah yang diceritakan di Sinema ini tentang persoalan-persoalan sosial. Itu yang saya terjemahkan secara teknis visualnya, Kagak jadi terlalu clean, dengan contrast dan movement yang Bergerak agar Pandai menghasilkan karakternya hidup di dunia yang akan kita hadapi,” tambah sinematografer Jaisal Tanjung.
Buat desain tata artistik, Dennis Sutanto juga banyak berdiskusi dengan Jaisal Tanjung Buat menciptakan dunia yang suram. Ia berupaya menciptakan set artistik yang realistik, agar ketika para pemeran masuk ke set merasa seperti sedang berada di dunia yang Konkret, alih-alih di Posisi syuting. Sementara itu, Aghi Narottama mencoba menerjemahkan scoring musiknya dengan tema distopia.
“Cerita di Sinema ini negara Kagak Seimbang. Kami mendesain musiknya juga dengan Joko Anwar. Mencari Bunyi yang kami desain layer per layer. Setiap layer mewakili kompleksitas rasa di Sinema ini seperti suram, marah, dan kekerasan tapi juga Eksis rasa Cita-cita. Sinema ini diisi juga dengan banyak sekali musik dari band-band, yang secara musik dan lirik dianggap sangat pas dengan situasi cerita di Sinema ini,” kata Aghi Narottama. (M-3)

