Merdeka dari Stunting

Merdeka dari Stunting
Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK(Dok pribadi)

AGUSTUS ialah bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Meskipun Cerminan kehidupan berbangsa dan bernegara Bukan dibatasi pada hari dan bulan tertentu, Terdapat baiknya di bulan lahirnya Negara Republik Indonesia ini, kita mengingat kembali cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  

Di usia 78 tahun, atau 22 tahun menuju tahun Emas 2045, Indonesia berada pada periode bonus demografi. Bukan Sekalian negara berkesempatan meraih bonus demografi, Yakni masa ketika jumlah usia kerja produktif mencapai 60% dari jumlah penduduk karena Bilangan Kelahiran menurun dan Bilangan Asa hidup meningkat. 

Negara-negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi seperti Korea dan Jepang, terbukti Pandai menjadi pemimpin dunia, Bukan hanya di bidang ekonomi tetapi juga sosial, budaya, bahkan peradaban Insan.

Akan tetapi di sisi lain, kesempatan melompat dari negara menengah ke negara maju melalui bonus demografi dibayangi tengkes atau gizi Bukan baik kronis yang Tetap berada pada Bilangan 21,6% di 2022. Pemerintah mematok Sasaran Bilangan stunting 14% pada 2024, di Rendah 20%, standar prevalensi yang ditentukan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Keberhasilan memanfaatkan bonus demografi, salah satunya tergantung pada penanganan tengkes atau stunting. Jumlah anak-anak yang mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) itulah yang menjadi bagian dari komponen angkatan kerja produktif pada puncak periode bonus demografi.

Ancaman

Banyak kalangan yang belum Menyaksikan stunting sebagai masalah yang serius karena hanya Menyaksikan indikator fisik, kegagalan tumbuh kembang. Padahal, Akibat yang lebih mengkhawatirkan terjadi pada pengaruh kecerdasan anak sehingga mempengaruhi kualitas generasi suatu bangsa. 

Ancaman Konkret kegagalan bonus demografi karena kasus stunting dan malnutrisi kronis tinggi terjadi, karena berdampak pada gangguan kognitif dan potensi penyakit metabolik jangka panjang.

Cek Artikel:  Nasabah Perbankan Syariah, Dikotomi atau Konvergensi

Sudah banyak penelitian yang membuktikan, stunting menyebabkan terganggunya kognitif anak sehingga menghasilkan individu yang Bukan Mempunyai kemampuan landscape-skill serta nilai pelajaran sains yang memadai Buat menjadi tenaga kerja berkualitas. 

Pandai dibayangkan apa jadinya bila pada periode bonus demografi, sumber daya Insan Indonesia didominasi mereka yang nalarnya terbatas, intelektualitas rendah, sehingga prestasi akademiknya kurang Berkualitas dan Bukan Pandai diandalkan. 

Jangan Tamat Asa menjadi negara maju dari bonus demografi Malah berujung pada bencana demografi. Bukan Sekalian negara yang berada pada piramida ekspansif, menggembung pada bagian usia muda, mengecil di bagian Grup Grup usia Uzur, cenderung menurun di pada Kelahiran baru, berhasil memanfaatkan ledakan jumlah penduduk usia kerja. Dua negara yang selalu menjadi Misalnya ketidakmampuan memanfaatkan bonus demografi adalah Brazil dan Afrika Selatan. 

Negara yang Bukan Pandai memanfaatkan bonus demografi akan terpuruk pada kemiskinan kronis dan irreversible karena tingginya jumlah penduduk usia produktif bukan menjadi potensi ekonomi, sebaliknya membebani anggaran negara. Kemiskinan kronis terjadi bila lapangan kerja terbatas, sementara SDM kurang memadai Buat Bertanding di kancah Global, sehingga terjadi ledakan pengangguran di usia produktif.

Sudah banyak penelitian yang menyebut ketidakmampuan memanfaatkan bonus demografi berpotensi menimbulkan konflik sosial termasuk kriminalitas, akibat perebutan sumber daya ekonomi. 

Di sisi lain sangat mungkin terjadi bencana demografi karena ekonomi Bukan akan kuat menopang tingginya pengangguran, sementara Grup usia lanjut semakin membutuhkan jaminan kualitas hidup yang lebih Berkualitas. Beban keuangan negara akan dihabiskan Buat social curatif spending.

Bukan hanya karena miskin

Penanganan stunting memang bukan satu-satunya obat mujarab Buat meraih kesempatan, menjadi negara maju di periode bonus demografi. Tetap Terdapat prasyarat lain seperti kualitas SDM, bukan hanya dari sisi kesehatan tetapi juga pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan Kesempatan bagi Perempuan Buat memasuki pasar kerja.

Cek Artikel:  Shariah Wealth Management serta Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah di Indonesia

Kalau stunting menjadi salah satu prioritas masalah yang harus ditangani berkaitan dengan kualitas penduduk, antara lain karena masalah tersebut sangat kompleks. Stunting Bukan hanya berkaitan dengan status gizi dan nutrisi bayi tetapi juga ibu. 

Bahkan, stunting pun dipengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap nutrisi, status anemia, lingkungan hidup yang Bukan sehat, berbagai penyakit menular, pola asuh, dan sebagainya.

Banyak kasus stunting ditemukan bukan dari keluarga miskin tetapi karena orang Uzur Bukan Mempunyai pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap nutrisi. Sepatutnya, sejak terjadi pembentukan janin di dalam rahim, upaya pencegahan stunting sudah dimulai dengan Langkah memberi asupan gizi seimbang pada ibu hamil. 

Gaya hidup serba instan menjadi salah satu Karena terjadinya gizi Bukan baik. Enggan mengatur pola makan atau menganggap bahwa makanan yang mahal Niscaya berkualitas. Banyak makanan bersumber bahan pangan lokal Mempunyai kualitas yang Berkualitas. Belum Tengah Langkah pengolahan makanan yang seringkali Malah merusak kualitas bahan pangan.

Studi health belief model yang dilakukan Health Collaborative Center (HCC) 2022 mengkonfirmasi 5 dari 10 orang Indonesia, mengatakan risiko stunting bukan karena ketidakmampuan membeli pangan bergizi. Itu artinya bukan semata-mata karena miskin tetapi karena pengetahuan, sikap, dan perilaku. 

Sebanyak 80% orang Indonesia Bukan mengerti dan Bukan memahami bahwa stunting berhubungan dengan kemampuan Membikin makanan yang bervariasi dan sarat gizi, serta berhubungan dengan pola asuh. 

Dari studi health belief model, HCC mengeluarkan rekomendasi Buat memperkuat edukasi stunting dengan kampanye gizi seimbang dan pola asuh orang Uzur sebagai edukasi terintegrasi. Edukasi dilakukan dengan menjadikan orang Uzur sebagai agent of change Buat pola asuh dan penyediaan pangan bergizi pada 1000 HPK. 

Cek Artikel:  Konflik Dagang, Ketidakberdayaan WTO, dan Pragmatisme ASEAN

Gizi seimbang berarti asupan sumber protein yang terjangkau, Bukan harus mahal, misalnya mengonsumsi dua telur ayam per hari atau ikan hasil tangkapan nelayan lokal. Dengan kata lain, memanfaatkan sumber protein yang Terdapat di Sekeliling tempat tinggal, dengan biaya murah.

Tekait pola asuh, HCC mengeluarkan rekomendasi enam langkah persiapan selama 1.000 HPK, dimulai dengan memilih sendiri bahan pangan, kemudian orang Uzur memproses sendiri makanan yang dikonsumsi. Buat menjamin kualitas gizi ibu dan janin dalam kandungan harus dimulai dengan mengkonsumsi makanan rumahan yang terjamin kualitasnya. Sedangkan food process atau makanan olahan menjadi pilihan kedua.

Pemilihan nutrisi harus dibarengi dengan stimulasi sesuai dengan usia tumbuh kembang anak. Itu artinya, sejak Tetap dalam kandungan, orang Uzur harus membiasakan diri menstimulasi atau berbicara dengan janin tentang pemilihan nutrisi. 

Pola asuh berikutnya yang Krusial Buat pencegahan stunting adalah environment yang protektif dan ramah tumbuh kembang. Pola asuh ini antara lain dilakukan dengan memberi kasih sayang penuh, Bukan menitipkan anak pada orang lain, dan Bukan menggunakan ancaman ketika memberi asupan gizi. Empat langkah pola asuh anak tersebut harus dilengkapi dengan imunisasi dan mengakses tumbuh kembang anak Berkualitas di posyandu, puskesmas, atau fasilitas kesehatan lainnya. 

Bukan perlu menunggu legalitas formal seperti lahirnya peraturan perundang-undangan Buat menangani stunting karena melalui langkah-langkah kecil yang dilakukan Berbarengan-sama, sangat mungkin Pandai mengatasi stunting demi meraih bonus demografi.

Merdeka dari stunting berarti memerdekakan bangsa, mengamankan 100 tahun kemerdekaan dengan memerdekakan anak-anak dari gizi Bukan baik kronis, dengan Langkah yang sangat mungkin dilakukan.

Mungkin Anda Menyukai