Mengokohkan Muhammadiyah sebagai Gerakan Kesejahteraan Sosial

Mengokohkan Muhammadiyah sebagai Gerakan Kesejahteraan Sosial
Ibnu Tsani Wakil Sekretaris Badan Pengurus Lazismu PP Muhammadiyah(Dok. Pribadi)

MUHAMMADIYAH merupakan gerakan kesejahteraan sosial. Penggunaan gerakan merujuk kepada anggaran dasar. Muhammadiyah bukanlah organisasi, melainkan gerakan. “Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan as-sunnah.”

Identitas Muhammadiyah sebagai gerakan kesejahteraan sosial terbaca pula dalam Muqaddimah Anggaran Dasar. Muhammadiyah Mempunyai keinginan, mewujudkan masyarakat yang sejahtera, Kondusif, damai, dan makmur (Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2019).

 

Embrio gerakan

Surat Al-Ma’un bagi Ahmad Dahlan, surat pembebasan. Membebaskan mustadh’afin dari kekafiran sosial karena tertutupnya akses hak atas kesejahteraan. Al-Ma’un menjadi kekuatan penggerak menjamurnya lembaga kesejahteraan sosial yang diperuntukkan Grup rentan.

Internalisasi (pelembagaan) semangat Al-Ma’un ditindaklanjuti dengan mengesahkan Kaidah Muhammadiyah Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Kesejahteraan sosial di wujudkan melalui membangun gedung pertemuan yang difungsikan sebagai tempat koordinasi, sosialisasi, dan pelaporan terhadap individu yang membutuhkan pertolongan. Membangun sekutu dalam rangka perluasan jaringan pelayanan.

Menghimpun serta menyalurkan zakat, hewan kurban, dan akikah. Membangun amal usaha. Anak yatim telantar disejahterakan melalui rumah yatim. Orang dewasa yang mengalami kerentanan sosial dan ekonomi dilayani melalui rumah miskin.

Rumah sakit merupakan akses layanan kesehatan bagi individu yang membutuhkan dukungan layanan kesehatan. Orang yang meninggal dunia tak luput dari pelayanan. Layanan yang difasilitasi, memandikan, mengafankan, dan menguburkan berdasarkan hukum Islam.

Bagian PKO dilengkapi dengan empat dienst (divisi). Layanan kesehatan dikelola dienst kliniek dan polikliniek. Pelayanan terhadap fakir-miskin dikelola dienst miskin. Kesejahteraan anak dikelola dienst yatim. Perawatan jenazah dikelola dienst mayit. Pengelolaan aset dan keuangan dikelola dienst perusahaan. (Lembaga Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah 2007).

Drijowongso, Sekretaris Bagian PKO Hoofdbestuur Muhammadiyah, dalam Kisah Pergerakan Muhammadiyah Bagian PKO di Yogyakarta (1923). Menceritakan upaya Muhammadiyah mencukupi kebutuhan anggaran program pertolongan kesengsaraan Lazim. Demi Ramadan, Bagian PKO membuka restoran di Kauman. Keuntungan dari restoran dimasukkan ke kas Bagian PKO.

Jelang Idul Fitri, aktivitas restoran dihentikan. Bagian PKO mengalihkan konsentrasi ke penghimpunan dan penyaluran zakat fitrah. Pelayanan zakat dimulai pada pukul 7 sore hingga pukul 12 malam. Kerena banyaknya muzaki yang Ingin menyalurkan, layanan zakat harus dimulai pukul 6 pagi. Demi kelancaran pendistribusian, Muhammadiyah membagikan kupon kepada penerima zakat (mustahiq), tiga hari sebelum jadwal pendistribusian.

Aksi penghimpuanan donasi lainnya, penerbitan prangko amal. Usul diajukan kepada pemerintah kolonial Hindia-Belanda pada 4 April 1940 (Bunyi Muhammadiyah 1941). Melalui surat nomor 44968/A4, 29 November 1940. Permohonan Muhammadiyah mencetak dan menjual prangko disetujui. Harga prangko bervariasi, 2 sen, 3,5 sen, 7,5 sen, 10 sen, dan 15 sen.

Cek Artikel:  Indonesia di Tengah Dinamika Geopolitik Mendunia

Penjualan dikelola tim Spesifik, Hoofdcomite Franco Amal Muhammadijah. Ketua komite, Mas Mansur. Sekretaris, S Tjitrosoebono. Periode penjualan, 22 September-31 Oktober 1941. Penjualan prangko bekerja sama dengan kantor Pos dengan Metode menyediakan loket Spesifik penjualan. Gambar dan tema prangko memuat kiprah Muhammadiyah dalam bidang kesejahteraan sosial. Seluruh prangko diberi tulisan PKO.

 

Negara kesejahteraan

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menetapkan tujuan bernegara, di antaranya memajukan kesejahteraan Lazim. Kehadiran dan tanggung jawab negara dalam memajukan kesejahteraan Lazim menjadi pembahasan Muktamar ke-36 di Bandung, 19-24 Juli 1965. Pembahasan dilakukan melalui rumusan masyarakat sosialis Indonesia. (Panitia Pusat Muktamar 1965).

Tujuan masyarakat sosialis, mewujudkan masyarakat adil dan makmur tanpa memarjinalkan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945 dan sila pertama Pancasila.

Agar kesejahteraan terwujud, negara harus tampil melalui intervensi kebijakan di berbagai sektor kehidupan. Dalam hal penguasaan kekayaan alam, negara harus merumuskan kekayaan alam apa saja yang dapat dikuasai individu dan kekayaan alam yang harus dikuasai negara.

Industri pertambangan, industri Pakaian dan pangan, dan industri pertahanan harus dikuasai negara. Air dan tanah pun harus dikuasai negara. Di sektor agraria, negara diperbolehkan menguasai tanah, tetapi dengan syarat. Rakyat diberikan kemudahan Mempunyai tanah Demi dibangun tempat tinggal, Membangun lahan perkebunan. Pemberian tanah kepada rakyat harus disertakan hak Demi Mempunyai, mewariskan, dan diperjualbelikan.

Demi kesejahteraan buruh, negara harus menjamin, buruh berhak atas upah yang layak Demi memenuhi kebutuhan hidup. Selain upah, buruh Dapat mendapatkan tambahan pendapatan yang berasal dari keuntungan perusahaan. Pembagian keuntungan dimusyawarahkan Berbarengan antara buruh dan pihak perusahaan. Negara harus menjamin pula hak atas kesehataan, jaminan hari Uzur, dan jaminan kecelakaan kerja.

Demi pemerataan kesejahteraan, negara dalam pandangan Muhammadiyah Dapat dan Formal melakukan tindakan, mengambil sebagian kekayaan Kaum negara yang kelebihan harta Demi didistribusikan kepada fakir-miskin. Metode pandang tersebut merupakan Cerminan, Tak Terdapat dikotomi antara pajak dan zakat. Meski zakat merupakan produk hukum Tuhan dan pajak merupakan produk hukum Orang, keduanya Mempunyai kesamaan fungsi. Instrumen pemerataan kesejahteraan.

Terkait dengan hak atas kepemilikan, dalam pandangan Muhammadiyah, negara Tak boleh menghapuskan serta menghalangi hak atas kepemilikan individu. Negara wajib melindungi kekayaan setiap Kaum negara yang dihasilkan dari pekerjaan. Termasuk, kekayaan individu yang didapatkan dari warisan atau hibah. Corak negara kesejahteraan bukanlah bercorak negara pemangsa. Atas nama kesejahteraan Demi Seluruh, negara menyita Seluruh kekayaan Punya Kaum negara.

Cek Artikel:  Peningkatan Covid-19, Varian dan Penanggulangannya

Sosialisme bukanlah kebijakan yang hanya mengakomodasi keinginan ideologis pemerintahan Soekarno. KRH Hadjid (2011) menguraikan pemikiran Ahmad Dahlan tentang sosialisme. Terinspirasi dari surat At-Taubah:34-35 dan rekam jejak Arang Dzar. Dahlan mengkritik hasrat Orang yang Ingin mendapatkan status sebagai hartawan. Ketika status berhasil dicapai, harta ditumpuk. Hidup bermegah-megahan dan enggan mendistribusikan harta di jalan Allah Demi kemasalahan umat. Watak tersebut menjadikan Orang terpenjara oleh nafsu materialisme.

 

Falsafah kesejahteraan sosial

Rumusan masyarakat sosialis Indonesia, mengelaborasi pula falsafah kesejahteraan sosial. Setiap Orang Mempunyai hasrat Demi Gembira dan sejahtera. Hasrat tersebut merupakan fitrah Orang. Islam Tak melarang Orang mewujudkan hasrat menggapai kesejahteraan dan kebahagian melalui akumulasi dan kepemilikan individu atas kekayaan.

Agar Tak menjadi petaka, akumulasi dan kepemilikan individu diimbangi dengan teologi kepemilikan sejati. Mahakaya melekat pada Kholiq bukan makhluk. Pemilik sejati bumi dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, Allah SWT.

Meski Allah pemilik sejati bumi, Orang diberi mandat Demi memanfaatkan sumber daya alam Demi kemakmuran Seluruh Orang (Hud:61). Allah merupakan pemilik sejati harta-benda bukan Orang. Status harta yang dimiliki Orang merupakan titipan dan harus dipergunakan (didistribuikan) Demi kesejahteraan Orang.

Apabila Orang dikaruniai kelebihan kekayaan, dalam harta yang berlebih terikat kewajiban mendistribsuikan terhadap Orang yang belum sejahtera (An Nahl:71). Konsep tersebut kemudian diperkuat kembali dengan pernyataan Allah. Diminta atau Tak, dalam harta kekayaan yang dimiliki setiap Orang terhadap hak bagi Orang lainnya yang belum sejahtera (Az-Zariyat:19)

Teologi kepemilikan sejati merupakan formulasi, agar Orang Tak larut dalam sikap egois-individualis dalam mengakumulasi kekayaan. Sikap egois-individualis dihilangkan melalui perintah berzakat, infak, dan sedekah.

Isu kesejahteraan sosial dibahas pula pada Muktamar ke-37 di Yogyakarta, 1968. Tetapi, dengan pendekatan dan analisis yang berbeda, mewujudkan visi Kekal Muhammadiyah. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah meyakini masyarakat sejahtera merupakan pilar penyangga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Dalam Berkas Prasarana Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, diuraikan sembilan Ciri masyarakat islami yang menjadi konsep dasar visi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat bertuhan dan beragama. Masyarakat persaudaraan. Masyarakat berakhlak dan beradab. Masyarakat bermusyawarah. Masyarakat syar’i. Masyarakat kesejahteraan. Masyarakat ihsan. Masyarakat berkemajuan. Masyarakat berpemimpin dan berdisplin (Bulletin Bunyi Muhammadiyah, Nomor 9/1/1968).

Masyarat sejahtera dicirikan terpenuhi dan terlindungi hak atas kesejahteraan, keamanan, dan keadilan setiap Kaum negara. Kesadaran mendistribusikan harta kekayaan Demi kemaslahatan publik. Kekayaan Tak menjadikan Orang menjadi makhluk yang boros dan penganut konsumerisme. Ekonomi yang menyejahterakan, yang dikelola melalui keseimbangan antara interes individu dengan kemaslahatan publik. Pertumbuhan dan pemerataan.

Cek Artikel:  Menikmati Keindahan Terumbu Karang, Selama Tetap Terdapat

Meski hak atas kesejahteraaan melekat pada setiap individu. Dalam rumusan masyarakat kesejahteraan, Kaum negara Tak hanya pasif, duduk manis menunggu pencairan subsidi dari negara atau kedermawanan orang lain. Setiap individu harus bekerja dan hak setiap individu Demi bekerja harus dilindungi.

 

Strategi pascamuktamar

Muktamar ke-48 2022 di Surakarta, Jawa Tengah, antara lain meneguhkan kembali jati diri Muhammadiyah sebagai gerakan kesejahateraan sosial. Demi mempercepat capaian, Muhammadiyah menggunakan tiga kombinasi pendekatan pelayanan. Berbasis keluarga, komunitas, dan institusi pelayanan sosial.

Dalam rangka mendekatkan akses layanan, pimpinan cabang (kecamatan) dan pimpinan ranting (desa/kelurahan) ditetapkan sebagai basis Primer gerakan pelayanan. Demi meningkatan kapasitas pelayanan, sumber daya Orang, dan gerakan. Muktamar menetapkan ilmu kesejahteraan sosial sebagai ilmu yang harus difahami dan dikuasai seluruh pimpinan dan tenaga pelayanan.

Isu kelanjutusiaan tak luput dari perhatian. Antisipasi aging population dijadikan sebagai isu strategis yang diperjuangkan. Dimasukannya isu aging population, Muhammadiyah mengingatkan. Menjadi lansia sejahtera dibutuhkan berbagai persiapan (mitigasi) sejak Pagi agar terhindar dari stigma, beban sosial bagi keluarga, komunitas, dan pemerintah. Peningkatan kualitas kesehatan, Pendidikan, dan jaminan hari Uzur, Tak Dapat diabaikan.

Ruang publik Demi Seluruh. Penataan ruang publik yang berkeadilan Demi mendukung kesejahteraan menjadi daftar isu strategis. Melalui penataan ruang publik yang berkeadilan, diharapkan Dapat menjadi fasilitas perekat interaksi dan Serasi sosial bukan menjadi fasilitas segregrasi sosial.

Strategi yang ditempuh, meminimalkan eksklusifisme ruang publik berdasarkan status sosial-ekonomi, keagamaan, dan Kendali penguasaan ruang publik oleh korporat. Permukiman, taman, tempat ibadah, sarana olahraga, termasuk permakaman harus Dapat diakses dan dinikmati Seluruh, sebagai bentuk demokrasi (kesetaraan akses) diruang dan fasilitas publik. Demokrasi di ranah politik harus diimbangi dengan demokrasi di ranah fasilitas publik.

Dalam rangka meningkatkan kontribusi zakat, infak, dan sedekah terhadap peningkatan kesejahteraan kaum mustadh’afin. Tata kelola penghimpunan dan pendistribuan dikembangkan melalui prinsip profesional, transparan, akuntabel, dan produktif. Agar kontribusi maksimal, pendistribusian Anggaran ZIS diselaraskan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Seluruh upaya Muhammadiyah dalam memajukan kesejahteraan sosial, benang merah yang Dapat dirajut. Kesetaraan akses disektor kehidupan merupakan fondasi Primer mewujudkan kesejahteraan. Kesetaraan akses dibangun di atas penghormatan terhadap hak kepemilikan individu. Peningkatan kualitas keimanan harus berbanding lurus dengan peningkatan kualitas kesejahteraan. Keseimbangan itu tecermin ketika Muhammadiyah hendak merumuskan visi Kekal, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Mungkin Anda Menyukai