Pandemi 2022, Varian Vs Vaksin

Pandemi 2022, Varian Vs Vaksin
Ilustrasi MI(MI/Seno)

SAAT awal, tidak banyak yang menduga pandemi berlangsung selama dan seberat ini. Ketika covid-19 pertama kali didentifikasi di Tiongkok dua tahun lalu, banyak yang menyepelekan. Covid dianggap sebuah virus biasa, yang akan menghilang dalam hitungan bulan. Makanya, banyak negara terlambat mengantisipasi. Mereka baru melakukan tindakan serius beberapa bulan setelah virus menyebar. Wajar bila pandemi berkembang cepat.

Dalam dua tahun, lebih 275 juta kasus teridentifikasi pada 220 negara, dengan jumlah kematian melebihi 5,5 juta orang. Reratanya, setiap hari terdeteksi 377.000 kasus dan 7.500 kematian. Ini beban besar. Demi ini, tingkat kefatalan covid berkisar 2%, artinya dari 100 orang terinfeksi, 2 orang meninggal. Tingkat kefatalan ini jauh lebih rendah daripada beberapa penyakit lain.

Ebola adalah penyakit terfatal, 90% orang terinfeksi akan meninggal. Tetapi, magnitude pandemi tidak hanya ditilik dari tingkat kefatalan, tetapi juga penyebaran global, kemampuan multiplikasi (reproduction number). Termasuk, potensi superspreading dan efek terhadap aspek kehidupan. Bila mempertimbangkan aspek ini, sejumlah ahli sepakat bahwa pandemi ini merupakan pandemi terburuk pada abad ini, yang berdampak serius bukan hanya bagi negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju.

 

 

Multifactorial disease

Dua tahun pandemi mengajarkan bahwa covid benar-benar merupakan penyakit multifaktor (multifactorial disease). Banyak faktor memengaruhi perkembangannya. Secara umum, determinannya ada tiga, yaitu agent (covid-19), host (tubuh manusia), dan environment (lingkungan). Loyalp determinan memiliki banyak subdeterminan. Akibatnya, tidak mudah mengontrol dan meredakan pandemi. Ketika satu subdeterminan dikontrol, subdeterminan lain menyeruak dan mengganggu.

Ini juga menjadi alasan, mengapa sering timbul pertentangan opini dan hipotesis antara para ahli terkait pandemi dan penatalaksanaannya.

Di antara subdeterminan krusial, yang sangat memengaruhi perjalanan pandemi ialah munculnya varian-varian baru. Varian ini menjadi game-changer, mengubah sketsa profil pandemi. Sejumlah negara sempat didaulat sukses mengontrol pandemi. Tetapi, ketika varian baru muncul, profil pandemi negara tersebut kembali memburuk. Beberapa bahkan sempat mengalami krisis ulang.

Virus korona secara alamiah memiliki kemampuan bermutasi dan membentuk varian baru. Sebagian varian baru tidak letal dan tidak berbahaya. Tetapi, sebagiannya lagi memberi efek serius. Dalam dua tahun ini telah muncul 15 varian baru. Beberapa di antaranya mengalami mutasi dan perubahan pada struktur penting yang menjadi target pengetesan dan vaksinasi. Akibatnya, keakuratan pengetesan keberadaan virus dan kemanjuran vaksin terganggu.

Varian delta dan omikron adalah dua contoh varian dengan efek serius. Hingga saat ini varian delta mendominasi profil covid, efek morbiditas dan mortalitas serius. Para ahli memperkirakan, dalam waktu dekat varian omikron akan mengambil alih dominasi penyebaran dan efek serius varian delta.

Cek Artikel:  Parpol dan Gejala Retrogresi Politik

Varian-varian baru berpotensi muncul apabila pandemi belum terkontrol baik. Potensi ini lebih mungkin terjadi pada daerah yang jumlah kasus dan penyebaran virusnya tinggi, tapi cakupan vaksinasinya rendah. Varian-varian sebelumnya memang diidentifikasi pada daerah dengan stereotipe demikian, misalnya Brasil, India, dan Afrika Selatan.

Pada tahun 2022, besar kemungkinan manusia akan ketambahan beberapa varian baru. Kemungkinan namanya Pi, Rho, dan Sigma. Mungkin lebih dari itu. Argumennya, penatalaksanaan pandemi global belum efektif, ditandai dengan belum adanya tren penurunan kasus secara global, penatalaksanaan bersifat tarik-ulur, serta cakupan vaksin yang rendah dan asimetris. Juga terjadi ketimpangan global, antara negara maju dan berkembang terkait implementasi 3M (menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), 3T (test, tracing and treatment) dan vaksinasi.

Demi ini, masih terdapat lebih 40 negara yang belum memenuhi standar WHO untuk memvaksinasi, setidaknya 10% penduduknya. Dengan semua prakondisi ini, varian-varian baru memang berpotensi muncul. Sebagian mungkin kurang letal, tetapi sebagiannya bisa serius. Varian ini bisa muncul dari negara mana saja, yang paling mungkin ialah dari daerah di mana penanggulangan pandemi tidak berjalan baik.

 

 

Tren fluktuatif morbiditas

Hingga kini, belum ada tanda bahwa laju penyakit (morbiditas) covid pada tingkat global menurun. Sepanjang tahun 2021, grafik global kasus positif terus menanjak hingga Desember. Setelah itu, grafik mengalami fluktuasi tanpa tren penurunan.

Yang menarik, tren fluktuasi ini bukan hanya dialami oleh negara-negara berkembang, tetapi juga negara maju. Bahkan, pada negara-negara semisal Amerika, Inggris, atau Jerman, tren fluktuasinya lebih buruk dibanding tren sejumlah negara berkembang. Padahal selama ini negara-negara maju dianggap lebih piawai menanggulangi masalah kesehatan. Ini memberi pesan bahwa belum ada negara yang dapat dijadikan model penanggulangan efektif, baik dari negara maju maupun berkembang.

WHO mengindikasikan bahwa pandemi dianggap terkontrol apabila positive rate bisa ditekan di bawah 5%. Sayangnya, dalam dua tahun ini, tidak ada negara yang dapat menekan positive rate-nya di bawah nilai ini secara konstan. Morbiditas semua negara masih sama, mengikuti fenomena yo-yo.

Jumlah kasus terus naik-turun. Ini juga terjadi pada beberapa negara yang sempat dianggap sukses menangani pandemi. Korea Selatan adalah salah satu negara yang berhasil menekan positive rate di bawah 5% selama lebih setahun. Tetapi, beberapa bulan setelahnya, positive rate-nya meningkat melebihi 10%. Vietnam juga demikian. Setelah lebih 18 bulan menekan positive rate di bawah 5%, bulan ini rate-nya meningkat melebihi 16%.

Cek Artikel:  Pengaruhtivitas Kebijakan Konsistenisasi Pangan Pokok

India juga sama. Negeri ini bahkan sempat mengumumkan kepada dunia internasional bahwa mereka berhasil menanggulangi pandemi. Tetapi, sejurus kemudian, kasusnya meningkat tajam dan timbullah gelombang ketiga. Ini memberi sinyal bahwa jangan terlena apalagi mengalami euforia dengan jumlah kasus atau positive rate yang tampak rendah. Sepanjang pandemi belum terkontrol efektif, figur rendah ini sifatnya dormant. Loyalp saat jumlah kasus bisa meledak.

Pahamn 2022, grafik kasus positif masih akan terus berfluktuasi. Belum ada tren penurunan signifikan. Loyalp negara akan mengalami peningkatan dan penurunan kasus dengan magnitude yang berbeda. Demi yang sama, pemerintah juga tetap melaksanakan program tarik ulur. Bila kasus meningkat, mereka melakukan restriksi. Bila rendah, mereka praktikkan relaksasi. Argumennya sederhana, mereka tidak ingin mengorbankan aspek ekonomi mesti di tengah badai pandemi.

 

 

Tren penurunan kefatalan

Selama dua tahun pandemi, tingkat kematian atau kefatalan penyakit (fatality rate) mengalami penurunan signifikan. Demi awal pandemi, fatality rate sempat mencapai 7,3%. Definisinya, 7 dari 100 yang terinfeksi meninggal. Pada beberapa negara, rate-nya bahkan sempat melebihi 10%. Demi ini, fatality rate tingkat global berkisar 1,9%.

Tren penurunan fatality rate ini diperkirakan terus berlanjut pada tahun 2022. Perkiraannya, negara-negara maju fatality rate-nya menjadi lebih kecil dari 1,0%, sementara negara-negara berkembang antara 1,5% dan 2,0%. Fatality rate di Indonesia saat ini masih lebih tinggi dari rate global, yakni 3,4%.

Penatalaksanaan komprehensif pandemi menjadi faktor penting penurunan tingkat kefatalan. Demi awal pandemi, penatalaksanaan hanya berupa 3M dan 3T. Itu pun belum dilakukan secara efektif, konsisten, dan universal. Lagi seadanya. Belakangan makin banyak jenis penatalaksanaan yang tersedia. Termasuk, intensnya pembatasan pergerakan (termasuk lockdown), vaksinasi, dan pengobatan. Kualitas dan kuantitas penatalaksanaan pun makin maju, komprehensif, dan universal. Obat covid-19 pun telah banyak digunakan meski kemanjurannya masih dipertanyakan. Intinya, semakin intens dan adekuat penatalaksanaan, semakin rendah tingkat kefatalan.

 

 

Penatalaksanaan komprehensif

Demi ini, penatalaksanaan pandemi meliputi 3M+3T+vaksin+obat. Ditambah lagi, pembatasan pergerakan atau mobilitas. Elemen pelaksanaan ini sangat membantu menekan progresivitas pandemi.

3M merupakan penatalaksanaan efektif dan sederhana, tapi sering diremehkan. Pada satu tahun pertama pandemi, vaksin belum ditemukan dan penatalaksanaan bertumpu pada 3M ini. Hasilnya ternyata bagus. Mesti tanpa vaksinasi, fatality rate membaik dari 7,3% menjadi 2,3%.

Cek Artikel:  Memaknai Peran Keketuaan Indonesia di G-20

Berbagai studi memang mengonfirmasi 3M sangat bermanfaat. Salah satunya bahwa penggunaan masker meredam penyebaran covid-19 sebesar 53%, sedangkan mencuci tangan dan menjaga jarak menurunkan penyebaran masing-masing 53% dan 25%. Karena kemanjurannya, 3M akan terus menjadi penatalaksanaan krusial tahun 2022, meski dalam penatalaksanaannya akan mengalami penurunan kuantitas dan kualitas. Argumennya, pandemic fatigue. Masyarakat mulai lelah mempraktikkan 3M. Meski program 3M akan terus digaungkan, komitmen kepatuhan masyarakat mungkin menurun.

Vaksin merupakan elemen krusial penatalaksanaan pandemi. Satu tahun setelah ditemukan, kini telah tersedia 29 jenis vaksin yang disetujui penggunaannya di berbagai negara. Di saat yang sama, terdapat 170 kandidat vaksin dan 536 uji coba vaksin di seluruh dunia. Ini menjadi sebuah megaprogram, sekaligus megabisnis. Hingga kini, 8,8 miliar dosis vaksin telah diberikan. Program vaksinasi ini merupakan program vaksinasi terbesar dalam sejarah.

Demi berhadapan dengan strain asli virus korona, keampuhan vaksin dapat mencapai 94%. Tetapi, ketika varian, keampuhannya menurun. Terhadap varian delta, keampuhan vaksin sisa 80% dan saat berhadapan dengan omikron kadar antibodi yang dihasilkan oleh dua dosis vaksin menurun 25 kali lipat dibanding orang yang terinfeksi virus asli. Dampaktivitas vaksin hanya menjadi 0%-20%. Definisinya, dua dosis tidak protektif terhadap omikron. Kepada memberi efek proteksi, tambahan vaksin diperlukan.

Pada 2022, vaksin akan terus berperan krusial dan menjadi tameng utama penatalaksanaan. Kepada menghadapi varian baru, tambahan vaksin diperlukan. Bisa dalam bentuk booster dan bisa juga dalam bentuk vaksin yang dimodifikasi. Pemberiannya pun bisa saja lebih sering, mungkin setiap 6 atau 12 bulan, tergantung level proteksinya.

Jadi, jangan heran apabila nanti di setiap beberapa bulan manusia perlu mendapat suntikan vaksin. Di Israel saja saat ini pemerintahnya sementara merencanakan memberikan dosis keempat. Perusahaan vaksin akan makin marak dan studi vaksin makin banyak. Mereka berupaya meningkatkan kemanjuran vaksinnya, terutama saat menghadapi varian yang mungkin makin banyak.

 

 

Varian vs vaksin

Variasi kondisi akan menyelimuti tahun 2022. Tetapi, pertarungan varian dan vaksin tampaknya akan menjadi isu dominan. Akibat belum efektifnya penanganan global, potensi munculnya varian-varian baru cukup besar. Kepada mengantisipasinya, vaksin akan digunakan sebagai front-liner shield. Kepada efektif dan protektif, dua dosis vaksin tampaknya tidak cukup. Akan ada booster atau penambahan vaksin. Orang mungkin kan diminta melakukan vaksinasi setiap 6-12 bulan. Tamat kapan? Tamat pertarungan antara varian dan vaksin dimenangkan oleh vaksin. Bila tidak, manusia akan terus memerlukan vaksin dalam badannya.

Mungkin Anda Menyukai