PBB peringatkan risiko meningkatnya pandemi AIDS. Foto: Anadolu
Jenewa: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa dunia menghadapi risiko kebangkitan kembali pandemi AIDS setelah Amerika Perkumpulan secara tiba-tiba menghentikan pendanaan luar negerinya. Menurut Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima, langkah ini dapat menyebabkan jutaan Mortalitas dalam beberapa tahun ke depan Kalau Tak segera diatasi.
Amerika Perkumpulan selama ini menjadi donatur terbesar dalam Sokongan kemanusiaan Dunia. Tetapi, setelah kembali menjabat sebagai presiden dua bulan Lampau, Donald Trump memangkas secara drastis Anggaran Sokongan Global, termasuk Demi program kesehatan Dunia, sehingga memicu kekhawatiran di kalangan komunitas kemanusiaan.
Krisis layanan kesehatan
Meskipun Kementerian Luar Negeri AS menyatakan bahwa program President’s Emergency Plan for AIDS Relief (PEPFAR) akan tetap berjalan, pemotongan Anggaran tersebut menyebabkan gangguan serius terhadap layanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS di berbagai negara.
“Penghentian Anggaran AS secara mendadak ini telah menyebabkan banyak klinik tutup, ribuan tenaga kesehatan kehilangan pekerjaan. Kami memperkirakan 2.000 infeksi baru akan terjadi setiap hari,” ujar Winnie Byanyima kepada wartawan di Jenewa, seperti dikutip Dawn, Selasa 25 Maret 2025.
Ia menambahkan bahwa Kalau pendanaan ini Tak segera dikembalikan atau negara lain Tak mengambil alih, diperkirakan akan Eksis tambahan 6,3 juta Mortalitas terkait AIDS dalam empat tahun ke depan, atau meningkat 10 kali lipat dari kondisi Ketika ini.
“Kita sedang menghadapi ancaman kehilangan kemajuan selama 25 tahun terakhir dalam memerangi AIDS. Situasi ini sangat serius,” tegas Byanyima.
Menurutnya, meskipun wajar Kalau AS Mau mengurangi kontribusi secara bertahap, penghentian mendadak terhadap Sokongan yang menyelamatkan jutaan nyawa ini Mempunyai Dampak yang menghancurkan.
“Akibat pemotongan ini, 27 negara di Afrika dan Asia kini mengalami kekurangan tenaga kesehatan, gangguan layanan diagnostik, serta keruntuhan sistem pengawasan,” ungkapnya.
Ancaman Dunia
Kalau Sokongan AS Tak segera dilanjutkan, Byanyima memperingatkan bahwa pandemi AIDS dapat menyebar kembali secara Dunia, terutama di kawasan Eropa Timur dan Amerika Latin.
“Kita Bisa Menyaksikan situasi kembali seperti era 1990-an dan 2000-an, di mana orang-orang meninggal karena AIDS dalam jumlah besar,” katanya.
Ia memuji inisiatif AS melalui PEPFAR sebagai salah satu pencapaian terbesar dalam kesehatan Dunia, yang berhasil menyelamatkan Sekeliling 26 juta nyawa selama dua Sepuluh tahun terakhir.
Byanyima juga menyoroti Penemuan terbaru dari perusahaan farmasi AS, Gilead, yang mengembangkan obat bernama lenacapavir. Dalam uji klinis, obat ini menunjukkan efektivitas 100 persen dalam mencegah infeksi HIV, dan kini sedang diuji Demi disediakan dalam bentuk suntikan tahunan yang lebih terjangkau bagi negara berpenghasilan rendah.
“Ini Nyaris seperti vaksin flu. Kalau obat ini dapat didistribusikan secara luas, kita Bisa menekan infeksi baru hingga mendekati Nihil dan Menyaksikan akhir dari pandemi AIDS,” jelasnya.
Seruan kepada Pemerintah AS
Dalam pernyataannya, Byanyima secara langsung meminta Presiden Trump Demi mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
“Menghidupkan kembali respons Dunia terhadap HIV adalah kesepakatan luar Biasa: lenacapavir dapat memberikan keuntungan bagi Gilead, menciptakan lapangan kerja di Amerika Perkumpulan, dan menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia,” katanya.
Ia menambahkan, Kalau PEPFAR kembali berjalan, UNAIDS siap bekerja sama dengan AS dan donatur lain Demi membantu negara berpenghasilan rendah mencapai kemandirian dalam memerangi HIV/AIDS.
(Muhammad Reyhansyah)