Billboard Partai Likud Israel tunjukkan Netanyahu dan Trump jabat tangan. (bharianmy/via Middle East Monitor)
Washington DC: Presiden Amerika Perkumpulan, Donald Trump, memberikan “lampu hijau” kepada Israel Kepada melanjutkan serangan militer ke Gaza setelah Hamas menolak Kepada membebaskan lebih banyak sandera.
Melansir The Times of Israel (ToI) pada Selasa, 18 Maret 2025, seorang pejabat Israel mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa Israel telah memberi Paham Gedung Putih sebelum melanjutkan serangan di Gaza.
Serangan yang berlangsung sepanjang malam tersebut menewaskan setidaknya 413 Anggota Palestina, termasuk anak-anak, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Sebanyak 660 orang lainnya dilaporkan terluka dalam serangan ini.
Israel menyebut “penolakan berulang Hamas” Kepada membebaskan sandera Israel sebagai Dalih Kepada melanjutkan serangan. Hamas bersikeras mempertahankan ketentuan dari kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani pada 19 Januari 2025, yang mencakup penarikan penuh Israel dari Gaza dan penghentian permanen perang sebagai imbalan atas pembebasan sandera yang Lagi hidup.
Tetapi, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak Kepada menegosiasikan fase kedua dari kesepakatan tersebut. Netanyahu bersikeras bahwa perang Kagak akan berakhir Tiba kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dihancurkan.
Gedung Putih menyatakan dukungan terhadap operasi militer Israel, meskipun sebagian besar komunitas Dunia mengecam tindakan tersebut. Rusia memperingatkan tentang “spiral eskalasi” di Gaza setelah serangan ini.
“Peningkatan ketegangan ini menciptakan kekhawatiran bagi kami,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada wartawan.
China melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, Mao Ning, menyatakan “keprihatinan mendalam” atas situasi di Gaza dan meminta Seluruh pihak Kepada “menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi” dan “mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar.”
Turki mengecam serangan Israel ke Gaza sebagai “tahap baru dalam kebijakan genosida terhadap Palestina.” Kementerian Luar Negeri Turki mendesak komunitas Dunia Kepada mengambil sikap tegas dalam menekan Israel agar menghentikan serangan dan memastikan Sokongan kemanusiaan dapat disalurkan ke Gaza.
Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengecam serangan tersebut, menyebutnya sebagai “pelanggaran serius” terhadap gencatan senjata yang telah disepakati. “Serangan ini merupakan eskalasi berbahaya yang mengancam stabilitas di kawasan,” ujar pernyataan Formal Kementerian Luar Negeri Mesir.
Golongan pemberontak Houthi di Yaman yang didukung Iran menyatakan bahwa mereka akan meningkatkan serangan terhadap Israel di Laut Merah sebagai respons atas serangan ke Gaza. “Kami mengutuk Serangan Zionis terhadap Gaza,” kata Dewan Politik Tertinggi Houthi dalam pernyataan resminya.
“Rakyat Palestina Kagak akan dibiarkan sendirian dalam pertempuran ini, dan Yaman akan Lalu memberikan dukungan serta meningkatkan langkah-langkah konfrontasi,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, menyatakan keterkejutannya atas pembaruan serangan Israel ke Gaza. “Kami menyerukan agar Sokongan kemanusiaan segera dilanjutkan dan Seluruh sandera yang Lagi ditahan Hamas dibebaskan tanpa syarat,” ujar Guterres.
Koordinator Kemanusiaan PBB Kepada Tepi Barat dan Gaza, Muhannad Hadi, menyebut gelombang serangan udara ini sebagai tindakan yang “Kagak dapat diterima.”
“Serangan udara Lalu terjadi di seluruh Jalur Gaza sejak Pagi hari… Ini Kagak Bisa dibiarkan. Gencatan senjata harus segera diberlakukan kembali,” kata Hadi.
Nyaris seluruh Gaza kini hancur setelah 15 bulan konflik yang dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika ribuan Radikal Hamas menyerang komunitas Israel di dekat Gaza, menewaskan Sekeliling 1.200 orang dan menculik 251 sandera ke Gaza.
Sebagai respons, Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran yang telah menewaskan lebih dari 48.000 orang Palestina, menurut otoritas kesehatan Palestina. Israel mengklaim telah membunuh Sekeliling 20.000 Radikal Hamas dalam pertempuran hingga Januari 2025 dan 1.600 Radikal di dalam Israel pada 7 Oktober.