Kekonyolan Permanen

PENYELENGGARAAN negara dengan tata kelola yang Berkualitas (good governace) di Republik ini Tetap menjadi fatamorgana.

Antara das sollen dan das sein Tetap jauh panggang dari api. Dua program pemerintahan dalam dua pemerintahan belakangan di negeri ini menyentak publik.

Publik terheran-heran, lopak-lapik, bahkan kaget dengan kebijakan yang diambil secara grasak-grusuk dan tanpa kajian matang sehingga berjalan penuh drama berjilid-jilid.

Alhasil, program-program lain yang menyentuh kebutuhan dasar bangsa ini, seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan, menjadi terbangai, terpinggirkan.

Kedua pemerintahan ini, meski dipimpin oleh orang yang berbeda, mereka dilahirkan pada rahim yang sama. Tak heran Kalau kedua pemerintahan Mempunyai langgam yang sama, terutama menghadapi regulasi yang dianggap merintangi kebijakan-kebijakan mereka.

Kalau sejatinya regulasi dibuat Buat mengatur Orang agar Mempunyai kepastian hukum (Absah certainly), penyelenggara negara malah berakrobat mengubah regulasi secara kilat, zonder naskah akademik dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Pertama, era Presiden Joko Widodo yang berambisi membangun infrastruktur dan proyek raksasa Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Pemerintahan Jokowi yang Mempunyai prinsip ‘kerja, kerja, kerja’ itu meski berhasil membangun sejumlah proyek infrastruktur Buat membuka konektivitas dan ekonomi masyarakat, tak sedikit proyek infrastruktur yang berujung mubazir. Salah satunya ialah Bandara Dunia Jawa Barat Kertajati.

Cek Artikel:  Tragedi Jagakarsa

Pembangunan bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, itu menelan biaya sebesar Rp2,6 triliun. Alih-alih Bandara Kertajati Mempunyai keramaian penumpang dan menjadi aerocity, kini bandara itu ‘sunyi Hening sendiri’ seperti Tembang Yuni Shara (Surat Undangan, 1997).

Proyek yang paling fenomenal di era Jokowi ialah IKN. Ibu kota baru negara Republik Indonesia itu digadang-gadang sebagai kota masa depan, kota yang berkelanjutan, modern, dan ramah lingkungan.

Awalnya megaproyek itu disebutkan akan dikerjakan sebagian besar oleh swasta. Tetapi, akhirnya proyek IKN ‘menjebol’ APBN. Anggaran yang sudah digelontorkan Buat pembangunan IKN sejak 2022 ialah sebesar Rp76,5 triliun. Total anggaran yang disiapkan Buat membangun IKN sebesar Rp466 triliun.

Pemerintah mengobral sejumlah paket Insentif Buat investor yang Ingin membangun di IKN. Tetapi, upaya itu berakhir muncus. Gayung tak bersambut, investor, terutama asing, tak Terdapat yang antre seperti disebutkan mantan Presiden Jokowi.

Kedua, era Presiden Prabowo, meski Mempunyai tujuh program prioritas atau quick win dengan total anggaran mencapai Rp121 triliun, yang mengemuka ialah program makan bergizi gratis (MBG).

Cek Artikel:  Menimbang DKI-1

Mantan Danjen Kopassus itu gercep (gerak Segera) mengeksekusi MBG dalam 100 hari pemerintahannya. Gegap gempita program tersebut sangat menguras biaya, Kekuatan, dan pikiran pemerintah.

Dalam berbagai kesempatan, Berkualitas dalam Perhimpunan domestik maupun Dunia, Prabowo tak ragu mengumandangkan MBG sebagai program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Kalau era Presiden Jokowi proyek IKN terkesan dipaksakan, di era Prabowo proyek MBG juga sami mawon. Pemerintahan Prabowo kelimpungan membiayai MBG. Anggaran program MBG yang sudah diketok palu sebesar Rp71 triliun.

Tetapi, itu pun diperkirakan hanya Pandai membiayai Tiba Juni mendatang. Selebihnya, Tiba akhir tahun ini pemerintah Tetap membutuhkan Anggaran sebesar Rp140 triliun. Total anggaran yang dibutuhkan pemerintahan Prabowo-Gibran Buat menjalankan MBG dalam setahun ini senilai Rp211 triliun.

Ibarat sopir yang mengerem mendadak laju kendaraan di jalan, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan jurus penghematan anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Penyelenggaraan APBN dan APBD Tahun 2025.

Total penghematan mencapai Rp306 triliun. Penghematan anggaran akan dilakukan hingga tiga putaran dengan total mencapai Rp 750 triliun. Langkah itu utamanya Buat memberikan ‘karpet merah’ MBG sesuai dengan janji kampanye.

Penghematan sejatinya menyasar 16 pos, kecuali belanja pegawai dan Sokongan sosial. Ke-16 pos itu di antaranya alat tulis kantor (ATK), percetakan dan suvenir hingga kegiatan seremonial. Tetapi, nyatanya sejumlah program pendidikan, riset, dan infrastruktur, misalnya, dibabat juga.

Cek Artikel:  Importasi tak Berujung

Menurut Utusan Tertentu Presiden Bidang Iklim dan Kekuatan, Hashim S Djojohadikusumo, ‘sunatan massal’ anggaran itu sebenarnya Buat memotong anggaran konyol warisan pemerintahan sebelumnya.

Kalau Tetap muncul anggaran konyol Begitu ini, patut dipertanyakan kualitas pengawasan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya.

Ketidakpastian penyelenggaraan negara akibat kebijakan yang tergesa-gesa demi mengejar populisme, Kagak berbasiskan good governance, yakni akuntabel, transparansi, dan partisipasi, mengakibatkan kebingungan di masyarakat.

Terlebih Kembali komunikasi internal dan eksternal dan risk management pemerintah yang Kagak baik menambah kondisi semrawut akhir-akhir ini.

Anggaran yang konyol buah dari pikiran yang konyol, serampangan, dan semau gue. Penyelenggara negara dalam trias politika harus mengakhiri Sekalian kekonyolan permanen dalam mengelola negara ini. Caranya, mereka harus menjadikan hukum dan etika sebagai panglima. Bukan politik sebagai panglima.

Kekuasaan, kata Samuel Huntington, dalam American Politics: The Promise of Disharmony (1981), tetap kuat ketika tetap dalam gelap, tetapi ketika terkena sinar Mentari (kekuasaan) mulai menguap.

Siapa yang berani memancarkan ‘sinar Mentari’ ketika Prabowo memberikan banyak ‘kebaikan’ kepada rakyat? Tabik!

Mungkin Anda Menyukai