Gelap Gempita

KERESAHAN mahasiswa yang berbuntut demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan berbagai daerah yang mengusung tagar Indonesia Gelap sudah dirasakan band Sukatani sejak beberapa tahun Lewat.

Persisnya sejak band bergenre punk rock itu merilis album yang bertajuk Gelap Gempita pada Juli 2023. Album itu berisi delapan Musik, salah satunya Bayar Bayar Bayar yang terkena ‘pemberedelan’. Alhasil, tinggal tujuh Musik yang tersisa.

Musik Gelap Gempita mengusung tema orang-orang yang dirasuki syahwat kekuasaan, yakni otak yang hanya memikirkan kekuasaan, hati yang Kagak kunjung puas, dan Metode yang penuh kezaliman. Walakin, perjuangan Kagak boleh berhenti Demi melawan orang-orang yang kemaruk kekuasaan tersebut.

Musik band asal Purbalingga, Jawa Tengah, yang digawangi gitaris dan vokalis Muhammad Syifa Al Lufti (Alectroguy) dan vokalis Novi Gambaran Indriyati (Twister Angel) itu semakin melejit.

Demikian pula Musik-Musik lainnya dalam album yang sama, yakni Semakin Uzur semakin Punk, Tanam Kemandirian, Alas Wirasaba, Realitas Konsumerisme, dan Jangan Bicara Solidaritas, juga sami mawon, membetot perhatian publik.

Kerusakan yang masif di berbagai lini kekuasaan di negeri ini berpangkal pada pemberhalaan terhadap kekuasaan. Mencapai kekuasaan dilakukan dengan segala Metode, Bisa secara halus, kasar, maupum Sadis sekalipun.

Dengan diraihnya kekuasaan, seseorang akan menguasai sumber daya, menjual pengaruh, atau memperdagangkan kekuasaan (trading in influence). Ujungnya pundi-pundi kekayaan semakin menggunung dan kekuasaan kian kukuh bercokol.

Cek Artikel:  Mundur di Inggris Ogah di Sini

Kekuasaan tak Kembali berbicara tentang nilai-nilai perjuangan, tetapi apa yang Bisa diperoleh dengan kekuasaan itu. Apabila praktik kekuasaan sudah membutakan, Kagak perlu Kembali mencari Kolega seiring sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diyakini Berbarengan.

Mereka Kagak perlu Kembali Menyantap kepantasan dan kepatutan. Etika yang Semestinya dijunjung setinggi-tingginya karena berada di atas hukum bagai onggokan sampah tak Berfaedah.

Mereka juga Kagak Menyantap Kembali rekam jejak (track record) masa Lewat, seperti pelanggar HAM berat atau koruptor. Mereka bekerja di atas demokrasi prosedural, bukan substansi demokrasi. Semuanya terlihat Terjamin sentosa ketika penyelenggara pemilu menyatakan Kagak Terdapat pelanggaran, Berkualitas administrasi, pidana, kode etik penyelenggara pemilu, maupun pelanggaran hukum lain terkait penyelenggaraan pemilu.

Penyebabnya boleh jadi penyelengara pemilu berkelindan dengan kekuasaan, menghadapi ancaman atau intimidasi, atau tersandera dengan kasus hukum yang bakal menjerat mereka. Alhasil, demokrasi sebagai sarana kedaulatan rakyat sejatinya telah Tewas.

Yang terjadi ialah demokrasi seolah-olah. Demokrasi seperti itu pernah dirisaukan Gus Dur Ketika memotret kehidupan berbangsa dan bernegara yang sentralistis pada masa Orde Baru.

Gerakan melawan Indonesia gelap yang dimotori mahasiswa pada Februari Lewat sudah merasakan ‘demokrasi seolah-olah’ terutama sejak rekayasa hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 yang berdampak lolosnya putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, Ketika itu sebagai calon wakil presiden yang mendampingi capres Prabowo Subianto.

Cek Artikel:  Menolak Sembrono

Aksi yang digalang Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dalam #IndonesiaGelap mengusung 13 tuntutan, di antaranya ciptakan pendidikan gratis dan hapuskan multifungsi ABRI (TNI).

Selain itu, Penilaian penuh program makan bergizi gratis dan mendesak Prabowo Subianto Demi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Perampasan Aset.

Perjuangan melawan Indonesia gelap memerlukan peran segenap elemen bangsa yang Mempunyai kesadaran bahwa kondisi Republik yang memburuk harus diakhiri. Salah satunya ialah band Sukatani.

Pilihan jalan perlawanan via musik bukan jalan yang mudah bagi mereka, melainkan jalan terjal, tajam, nan berliku. Selain karya mereka Bayar Bayar Bayar berujung pemeriksaan (menurut polisi sekadar Penjelasan) berlanjut permohonan Ampun dan penarikan Musik, vokalisnya yang bernama Pentas Twister Angel mengalami nasib Celaka, ibarat pepatah, sudah Terperosok tertimpa tangga, dipecat dari posisi guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Mutiara Hati, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Menurut pernyataan Sukatani yang diunggah lewat akun media sosial Instagram pada Sabtu (1/3), Novi Gambaran Indriyati alias Twister Angel dipecat secara sepihak dari yayasan tempat dia bekerja sebagai guru. Demikian pula tak Terdapat penjelasan pelanggaran berat apa yang dilakukan Twister Angel.

Cek Artikel:  Derita Gaya Hidup

Sebelumnya, Kepala SDIT Mutiara Hati, Eti Endarwati, mengatakan pemecatan Novi bukan karena lagunya, melainkan pelanggaran kode etik yang melanggar syariat Islam, yakni membuka aurat.

Berdasarkan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa guru dapat diberhentikan Kagak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena melanggar sumpah dan janji jabatan, melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja Berbarengan atau melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama satu bulan atau lebih secara Lanjut-menerus.

Sebagaimana mahasiswa, Novi Gambaran Indriyati alias Twister Angel dan band Sukatani ialah tunas-tunas perlawanan. Mereka berjuang di jalur masing-masing Demi membangun Indonesia lebih Berkualitas.

Indonesia Kagak boleh dibangun dengan suka-suka penguasa. Segenap kebijakan pemerintah harus berlandaskan pada aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis.

Keberanian itu butuh dilatih, bukan datang secara tiba-tiba seperti wahyu Tuhan. Demikian ‘mantra sakti’ penyair Widji Tukul seperti yang tercantum pada lembaran skripsi Novi Gambaran Indriyati di Universitas Islam Negeri (UIN) Saifuddin Zuhri (Saizu) Purwokerto, yang sebelumnya dikenal sebagai Institut Religi Islam Negeri (IAIN) Purwokerto.

Tak hanya itu, alumnus Program Studi Pendidikan Guru MI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, lulus 2017, itu menegaskan Kagak akan Terdapat kompromi dalam segala bentuk penindasan.

Dia akan melawan melalui jalur kesenian. ‘Terhadap penindasan, seni kami melawan’, tulis mantan aktivis teater dan musik kampus itu di halaman awal skripsinya. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai