Krisis Air di Gaza Demi Ramadan Makin Parah Akibat Blokade Israel

Anggota Gaza kekurangan air di Demi Ramadan akibat ulah Israel. Foto: Xinhua/Rizek Abdeljawad

Gaza: Setiap kali fajar menyingsing selama Ramadan, bulan Kudus bagi umat Muslim, Emad al-Hadad akan berdiri di sebuah trotoar yang telah hancur di Gaza, Palestina dengan tatapan tertuju ke ujung jalan.

Pria 43 tahun yang juga Orang Sepuh dari tujuh anak itu Tak sedang menunggu kedatangan keluarga atau sahabat, Tetapi sebuah kargo yang berharga, yakni truk tangki air yang akan melintas di jalanan rusak tersebut. Kedatangan truk itu Tak menentu seperti halnya Kategori listrik di Area kantong yang terkepung tersebut.

“Mendapatkan air minum yang Kudus menjadi perjuangan sehari-hari. Ini terutama terjadi karena kebutuhan air yang mendesak usai azan Magrib, Demi Anggota berbuka puasa setelah berjam-jam tanpa (meminum) air,” ujar al-Hadad kepada Xinhua.

Suaranya terdengar letih.

Seorang Anggota Palestina mengambil air di Kota Deir al-Balah di Jalur Gaza tengah pada 13 November 2024. (Xinhua/Marwan Dawood)

Krisis air itu, yang sebelumnya telah parah lantaran blokade bertahun-tahun, kini kian memburuk akibat perang Oktober 2023. Demi pasokan jaringan listrik di Gaza terputus, pabrik-pabrik desalinasi berhenti beroperasi. Padahal pabrik-pabrik tersebut memproduksi air tawar layak konsumsi atau irigasi bagi lebih dari 2 juta Anggota Gaza.

Cek Artikel:  Pengadilan Bangladesh Desak Interpol Tangkap Mantan PM Sheikh Hasina

Setelah publik Global menekan selama berbulan-bulan, Israel mengizinkan sedikit Kategori listrik Kepada disalurkan ke pabrik-pabrik desalinasi di Gaza tengah dan selatan. Tetapi, kelonggaran blokade itu hanya berlangsung singkat. Pemadaman listrik baru-baru ini telah menyeret Area kantong itu kembali ke dalam keadaan darurat yang kian parah, dengan meningkatnya permintaan selama Ramadan yang dibarengi kelangkaan yang mencekik.

“Ini menjadi lebih sulit dari sebelumnya,” tutur al-Haddad.

“Selama Ramadan, kami membutuhkan lebih banyak air dibandingkan waktu-waktu lainnya, Berkualitas Kepada berpuasa atau Kepada menyiapkan hidangan berbuka dan sahur. Tetapi, waktu operasional pabrik desalinasi menjadi lebih singkat, dan jumlah truk tangki air yang datang juga lebih sedikit. Kami Tak Paham berapa Lamban hal ini akan berlangsung,” imbuh al-Haddad.

Di seluruh Gaza, keluarga-keluarga Demi ini menghemat setiap tetes air. Fasilitas-fasilitas desalinasi, yang beroperasi kurang dari 20 persen dari kapasitas normal, mengalami kesulitan karena kelangkaan bahan bakar dan Kategori listrik yang Tak menentu. Truk-truk Donasi kemanusiaan mengirim pasokan secara sporadis, tetapi kalkulasi matematisnya begitu menyedihkan. Pada kenyataannya, mulut yang harus diberi minum lebih banyak, sedangkan sumber daya yang Dapat disalurkan lebih sedikit.

“Kami sedang berupaya melanjutkan (pengoperasian pabrik desalinasi), Tetapi kelangkaan listrik dan bahan bakar menjadikannya sangat sulit. Apabila hal ini berlanjut, kami mungkin harus menghentikan produksi sepenuhnya, dan hal itu akan menyebabkan Anggota Tak memperoleh akses air selama Ramadan,” tutur Abdul Salam Yassin, pejabat di salah satu pabrik desalinasi air di Gaza, kepada Xinhua.

“Sebelum keputusan Israel dibuat, saya dapat menyediakan air yang cukup Kepada para pelanggan saya,” ujar Fadi Serbuk Snouna (35), pengemudi truk tangki air di lingkungan permukiman Al-Daraj di Gaza City, kepada Xinhua.

Seorang Anggota Palestina mengambil air Kepada kebutuhan sehari-hari di antara puing-puing bangunan Demi Ramadan di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara pada 5 Maret 2025. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Cek Artikel:  Wali Lota New Orleans Sebut Kendaraan Tabrak Kerumunan sebagai Serangan Teroris

“Tetapi Demi ini, saya hanya memperoleh seperempat dari jumlah yang Lazim saya terima. Selama Ramadan, orang-orang membutuhkan lebih banyak air Kepada berbuka dan sahur, Tetapi saya harus meminta Ampun kepada para pelanggan saya karena air Tak tersedia,” imbuhnya.

Kerugian finansial yang ditimbulkan begitu besar. Harga air Kudus melonjak lebih dari dua kali lipat sejak meletusnya perang. Keluarga-keluarga seperti keluarga Mohammed Abdullah di Gaza utara kini harus membayar USD20 (1 USD = Rp16.428) per pekan. Jumlah itu terbilang Tak sedikit di Area kantong tersebut, di mana tingkat pengangguran menurut data terbaru Organisasi Perburuhan Global (ILO) tercatat Dekat 80 persen.

“Ini beban yang sangat besar, terutama selama Ramadan, ketika kami membutuhkan lebih banyak air Kepada menyiapkan hidangan berbuka dan sahur,” kata Abdullah (29), Orang Sepuh dua anak asal Beit Lahia, kepada Xinhua.

Bagi banyak orang, air yang telah terkontaminasi pun menjadi kebutuhan, sebuah fakta yang memprihatinkan. Laila Serbuk Hamdan (38), ibu empat anak di Khan Younis, Gaza selatan, menguraikan bahwa dia merebus persediaan air kota yang Tak Terjamin Kepada mengurangi risiko terhadap kesehatan. 

Cek Artikel:  Berikut Daftar Pemenang Grammy Awards 2025

“Anak-anak saya mengeluh sakit perut, dan saya Paham penyebabnya adalah air yang terkontaminasi,” ujarnya.

“Tetapi harga air Kudus sudah terlalu mahal,” ucap Hamdan.

Para pejabat kesehatan Demi ini memperingatkan soal bencana yang mengintai. Khalil al-Daqran, juru bicara otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza, melaporkan lonjakan penyakit hepatitis dan gastrointestinal yang berkaitan dengan air tercemar.
 
“Air yang tersedia Demi ini Tak sepenuhnya Terjamin Kepada diminum, Tetapi Anggota Tak Mempunyai pilihan lain. Apabila situasi ini berlanjut, kami mungkin akan menghadapi wabah penyakit yang meluas, yang akan kian membebani sistem perawatan kesehatan di Gaza yang telah kewalahan,” tutur al-Daqran kepada Xinhua.

Mungkin Anda Menyukai