Subur, tapi tidak Makmur

KETERGANTUNGAN Indonesia pada pangan impor terjawab setelah Badan Pusat Tetaptik (BPS) mengungkapkan masalah minimnya regenerasi dan lahan yang semakin sempit di bidang pertanian. Kedua hal itu menjadi penyebab utama menurunnya usaha pertanian di Indonesia selama 10 tahun terakhir.

Berdasarkan diseminasi hasil Sensus Pertanian 2023 tahap 1 oleh BPS, usaha pertanian di Indonesia menyusut 2,35 juta sejak 2013 menjadi 29,3 juta unit di tahun ini. Tak hanya itu, sebanyak 58% tenaga kerja pertanian berumur 45 tahun ke atas pada Februari 2023.

Menurut BPS, mayoritas tenaga kerja pertanian, atau 74,89% dari total pekerja, hanya menamatkan pendidikan paling tinggi sekolah dasar pada Februari 2023 sehingga memengaruhi tingkat produktivitas pertanian.

Pemerintah harus menyikapi temuan BPS soal krisis regenerasi petani dan krisis lahan pertanian ini secara komprehensif. Pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang sporadis dan parsial untuk membangun ketahanan pangan nasional.

Cek Artikel:  Menjaga Bunyi dari Kecurangan

Terlebih lagi jika kebijakan pangan nasional sekadar bersifat politis tanpa menyentuh akar persoalan yang sebenarnya, seperti proyek food estate

(lumbung pangan) di Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, dan Papua. Program itu menghabiskan anggaran triliunan rupiah.

Bahkan, food estate ditetapkan sebagai program prioritas pemulihan ekonomi dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Meskipun food estate gagal menuai panen setelah tiga tahun berjalan, pemerintah terus mengguyur anggaran untuk proyek tersebut. Pemerintah mengalokasikan Rp108,8 triliun dalam mendukung ketahanan pangan nasional untuk pelaksanaan APBN 2024, di antaranya food estate.

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan, ditemukan fakta bahwa proyek food estate pada 2020 sampai dengan triwulan III 2021 tidak sesuai dengan peraturan dalam semua hal. Pertama, perencanaan food estate belum berdasarkan data dan informasi yang valid. Bahkan, belum sesuai dengan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan serta sistem budi daya pertanian berkelanjutan.

Cek Artikel:  Karpet Merah Putra Presiden

Kedua, pelaksanaan survei, investigasi, dan desain, ekstensifikasi, dan intensifikasi food estate di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, belum sesuai ketentuan. Ketiga, penetapan lahan lokasi pembangunan food estate belum sesuai ketentuan.

Sasaran Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahwa dalam tiga tahun Indonesia akan mencapai swasembada pangan hanya akan menjadi fatamorgana jika tidak memiliki keberanian mengevaluasi kebijakan sektor pertanian dan mengoreksi kebijakan importasi bidang pangan yang ugal-ugalan dari waktu ke waktu.

BPS mencatat ada kenaikan impor pangan sepanjang Januari-Agustus 2023.

Impor beras mencapai 1,592 juta ton. Impor pada tahun ini disebut naik signifikan jika dibanding dengan periode sama tahun 2022. Pemerintah tengah menugaskan Perum Bulog mengimpor beras sebanyak 2 juta ton untuk kuota sepanjang 2023. Impor beras itu akan mengisi cadangan beras pemerintah (CBP) untuk mengantisipasi El Nino. Tak hanya impor beras yang naik, juga jagung, gandum, dan produk pangan lainnya.

Cek Artikel:  Tersandera Cawe-Cawe Penjaga Konstitusi

Indonesia sejatinya sempat mencicipi swasembada beras pada periode 2019-2021 yang mengantarkan Presiden Jokowi meraih penghargaan dari Institut Penelitian Padi Dunia (IRRI).

Kondisi itu seharusnya dipertahankan bahkan diperluas ke komoditas pangan lainnya dengan kebijakan-kebijakan yang luar biasa. Dunia sudah dilanda krisis pangan karena geopolitik global yang memanas dan perubahan iklim. Indonesia semestinya jauh dari krisis pangan.

Indonesia ialah negeri yang subur. Tetapi sayang, kita belum juga makmur, terutama makmur di bidang pangan.

 

 

Mungkin Anda Menyukai