BALAI Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua Barat melepasliarkan 15 individu satwa burung Papua di Taman Wisata Alam Sorong, Papua Barat (13/7). Satwa-satwa yang dilepasliarkan adalah 2 (dua) individu Kakatua koki (Cacatua galerita) yang merupakan satwa hasil patroli mendadak dan 5 (lima) individu Kasturi Kepala Hitam (Lorius lory) dan 4 (empat) individu Nuri Bayan (Eclectus roratus) hasil translokasi dari BKSDA Jawa Tengah dan 4 (empat) individu Julang Papua (Rhyticeros plicatus) hasil translokasi dari BKSDA Sulawesi Utara.
Plt. Kepala BBKSDA Papua Barat Budi Mulyanto menjelaskan, Taman Wisata Alam Sorong dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena mempertimbangkan habitat yang sesuai dengan ketersediaan pakan alami yang cukup, serta aman dari ancaman dan gangguan.
Satwa-satwa tersebut sebelumnya dirawat serta sekaligus dihabituasi di Kandang Transit Satwa BBKSDA Papua Barat, dan telah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan di kota Sorong. Ia juga mengimbau agar masyarakat bersama-sama melestarikan dan menjaga biodiversitas tanah Papua khususnya satwa liar endemik di Papua Barat.
“Mari bersama-sama kita jaga dan lindungi kekayaan keanekaragaman hayati tanah Papua ini, jangan tunggu punah baru kita peduli,” ujarnya.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hidup (KKH) KLHK Indra Exploitasia mengungkapkan segala kegiatan terkait konservasi tidak berhenti di tengah pandemi. Dengan catatan, harus tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku.
“Seluruh kegiatan yang terkait dengan konservasi itu harus berdasarkan dan disesuaikan dengan protokol kesehatan yang ada di setiap daerah masing-masing,” ujar Indra.
Menurutnya pelepasliaran akan tetap dilakukan ketika kondisi satwa memang sudah siap dilepasliarkan. Kalau ada penundaan, dikhawatirkan akan mengakibatkan satwa menderita. Dalam kondisi demikian, pelepasliaran hanya boleh dilakukan oleh tim pelepasliaran dan tidak melibatkan banyak orang.
“Apabila tidak dapat dilakukan penundaan karena satwa sudah siap rilis. Karena kalau misalnya kita melakukan penundaan juga mengakibatkan stres kepada satwa. Itu boleh dilakukan pelepasliaran asalkan tidak melibatkan banyak orang,” ujarnya.
Tim terdiri dari petugas karantina, tim medis, KSDA, dan Dinkes setempat. Hal itu dilakukan untuk menjamin kesehatan dan memastikan keselamatan baik satwa maupun petugas.
“Ini untuk memastikan keselamatan manusia, jadi tidak keselamatan satwa saja, tapi juga keselamatan manusia,” pungkasnya.