Pelajaran dari Ipar adalah Maut, Krusialnya Komunikasi dalam Rumah Tangga

Pelajaran dari ‘Ipar adalah Maut’, Pentingnya Komunikasi dalam Rumah Tangga
Ilustrasi(Tangkapan layar Youtube MD Picture)

FILM Ipar Eksislah Maut yang dirilis pada 13 Juni lalu menembus 4,3 juta penonton pada 4,3 juta orang pada awal Juli ini. Animo masyarakat sangat tinggi untuk mengikuti kisah cinta segitiga antara Nisa (istri), Aris (suami), dan Rani (ipar).

Di balik kesuksesan film Ipar Eksislah Maut, dapat dipetik pelajaran penting tentang hubungan interpersonal dan komunikasi dalam rumah tangga. Sinema ini menggambarkan kompleksitas interaksi antara suami, istri, dan ipar, dengan komunikasi yang terhambat menjadi akar permasalahan.

Nisa (istri), Aris (suami), dan Rani (ipar) dalam film ini mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif. Ketidakbukaan dan kurangnya komunikasi asertif memicu kesalahpahaman, pertengkaran, dan bahkan perselingkuhan.

Cek Artikel:  Ini 9 Tips Diet Terjamin untuk Perempuan

Baca juga : Sinopsis Sinema Ipar adalah Maut: Badai Rumah Tangga tak Terduga, Aris Pilih Nisa atau Rani?

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Istimewaa Atma Jaya Stefanus Andriano, M.Si menyatakan, diperlukan komunikasi asertif dalam hubungan rumah tangga, keluarga, dan masyarakat.

“Komuniksi asertif adalah kemampuan menyampaikan pesan dengan jelas, jujur, dan tegas, namun tetap menghormati orang lain, kata Stefanus.

Ia menjelaskan, dalam konteks film Ipar Eksislah Maut, komunikasi asertif dapat membantu para tokoh (Nisa, Aris dan Rani) untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhan mereka dengan jelas tanpa menyalahkan atau menyerang orang lain.

Baca juga : Belajar Kompleksitas Berumah Tangga di Usia Muda dari Sinema Dua Hati Biru

Cek Artikel:  Orangtua, Ini Kunci Komuniksi dengan Gen Z Jangan Mudah Nge-judge

“Selain itu, perlu untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan berusaha memahami sudut pandang orang lain,” ujarnya.

Komunikasi asertif, juga dapat mendorong untuk menyelesaikan konflik secara damai dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Stefanus menuturkan, komunikasi yang buruk dalam hubungan keluarga, termasuk antara suami istri dapat membawa konsekuensi negatif bagi hubungan keluarga.

Baca juga : LLDikti Daerah III dan Universitas Esa Unggul Bahas Kehumasan Era Digital

“Pengaruh buruk antara lain ketidakpercayaan dan kecemburuan. Kepribadian saling mencurigai dan merasa cemburu akibat komunikasi yang tidak nyambung memicu perselisihan dan keretakan dan hubungan,” jelasnya.

Pengaruh lain adalah memicu konflik dan kecemburuan. Komunikasi yang kurang konstruktif dan kegagalan dalam menyelesaikan masalah secara damai akan memicu pertengkaran yang berkelanjutan.

Cek Artikel:  Ini Krusialnya Mempersiapkan Kehamilan

Puncak dari komunikasi yang buruk dalah terjadinya kekerasan verbal dan bahkan kekerasan fisik. Pengaruh lain adalah terjadinya perselingkuhan, yang semakin memperparah situasi dan mengancam keutuhan rumah tangga.

Stefanus menegaskan, Sinema ini menjadi pengingat bahwa komunikasi yang efektif merupakan kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan harmonis, termasuk dalam rumah tangga. Kejujuran, keterbukaan, dan kesediaan untuk saling memahami menjadi elemen penting dalam komunikasi asertif. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai