KESELEO lidah itu hal yang biasa terjadi. Tetapi, bila yang keseleo lidah itu pemimpin partai politik, bisa runyam segala urusan. Lebih parah lagi bila sumber ucapan yang membuat keseleo itu isu agama. Orang lalu bisa menafsirkan itu kesengajaan, bukan sekadar keseleo.
Yang terakhir ini dan kini tengah viral, yakni melibatkan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang juga Ketua Standar Partai Kondusifat Nasional (PAN). Bak tanpa beban, Zulhas, panggilan akrabnya, menabrak ranah yang sangat sensitif, yakni memolitisasi agama dan menjadikan agama sebagai guyonan.
Hal itu dilakukan Zulhas dalam kapasitasnya sebagai menteri perdagangan saat membuka acara Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/12). Dalam kegiatan itu, Zulhas menyatakan banyak jemaah yang tidak lagi menyambut dengan ucapan amin dan memilih diam setelah surat Al-Fatihah selesai dibacakan imam dalam salat magrib.
Bahkan, Zulhas juga melanjutkan bahwa saking cintanya sama Pak Prabowo (Subianto), saat tahiyat akhir jemaah tidak lagi menunjuk dengan satu jari telunjuk sebagaimana tuntunan salat, tetapi dua jari.
Dalam Pemilihan Presiden 2024, akronim Amin dipakai pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementara itu, PAN merupakan salah satu partai pengusung pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pilpres juga diikuti pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Barangkali, terlalu cintanya dengan Prabowo, Zulhas sampai berani menyerempet isu amat sakral dalam ibadah umat Islam sekaligus isu sensitif, yakni membercandai salat. Zulhas yang mengaku menemukan itu di sejumlah tempat pura-pura tidak bisa membedakan ucapan amin dalam salat dan akronim Amin untuk pasangan capres nomor urut 01.
Bahkan, Zulhas barangkali juga tidak sanggup lagi menghargai orang yang memaknai satu jari saat duduk tasyahud awal dan akhir dalam salat. Di kalangan muslim, makna 1 telunjuk itu ialah keyakinan total terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selain memang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Apa yang dilakukan Zulhas dengan menjadikan agama sebagai guyonan dan menampilkan politik identitas tidak sepatutnya ditiru para elite politik. Para elite politik dari seluruh pendukung pasangan capres sebaiknya jangan lagi memainkan politik identitas dan isu berbau agama dalam kampanye mereka.
Metode ini bisa mengadu domba masyarakat dan bak memantik kembali tudingan politisasi agama yang saat ini sudah mulai mereda.
Kini yang dinantikan dari Zulhas ialah memberikan klarifikasi dan permintaan maaf atas ujarannya yang telah memicu kemarahan banyak pihak. Bukan dengan pernyataan counter attack seperti disampaikan para pengurus PAN.
Hingga hari ini tanda penyesalan dan iktikad untuk mengakui kekeliruan belum kunjung ditunjukkan Zulhas. Padahal, yang dibutuhkan ialah mengakui kekeliruan, meminta maaf, dan menjadikan itu sebagai pelajaran pahit untuk tidak diulangi lagi.
Jangan suka bermain dan memainkan isu yang ada dalam zona sakral. Sudah banyak sosok, baik politik maupun pesohor, yang terpeleset karena kerap bergimik, bahkan menjadikan agama sebagai gimik lelucon yang kerap tidak lucu.