Pikiran sehat rakyat di Republik Indonesia ini Lanjut saja disayat-sayat. Terlalu banyak kiranya sikap dan perilaku para pihak yang menyakiti nurani.
Pikiran sehat rakyat meronta-ronta ketika dalam penggeledahan di kediaman bekas pejabat Mahkamah Akbar, Zarof Ricar, Kejaksaan Akbar menemukan Doku senilai Nyaris Rp1 triliun. Kagak masuk Pikiran eks pegawai negeri punya harta sejumbo itu.
Pikiran sehat rakyat tercederai ketika hakim Tetap suka bermurah hati kepada pelaku korupsi, atau membebaskan terdakwa yang Terang-Terang bersalah melakukan tindak pidana. Vonis ringan teruntuk Harvey Moeis dalam kasus rasywah PT Timah contohnya. Kagak masuk Pikiran dia yang oleh yang mulia dinyatakan terbukti merugikan negara Rp300 triliun Hanya divonis 6,5 tahun.
Itu baru satu-dua amsal. Tetap sangat banyak aparat, pejabat, dan pihak lain yang melukai hati publik. Terkini, Pikiran sehat rakyat diacak-acak di laut Kabupaten Tangerang, Banten. Di sini kewarasan diawut-awut dan dipertaruhkan.
Pertaruhan itu terkait dengan pagar laut sepanjang 30,16 km yang membentang di Daerah pesisir di 16 desa di enam kecamatan. Pagar terbuat dari bambu dengan ketinggian rerata 6 meter dan di atasnya dipasang anyaman dan paranet, serta dikasih pemberat karung pasir. Wujudnya kasatmata, gamblang terpampang, tetapi hingga kini siapa dan Kepada apa pagar itu dibuat belum juga menemukan jawaban.
Pagar laut itu pun baru Betul-Betul dianggap sebagai masalah setelah viral di media sosial. Padahal, ia bukan barang baru. Aparat terkait, termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, bahkan mengaku sudah Mengerti adanya giat pemagaran sejak Agustus 2024. Ketika itu, pagar sudah tersusun menyerupai labirin dengan panjang baru 7 kilometer.
Kata mereka, upaya Kepada menghentikan pemagaran dilakukan Serempak aparat terkait. Mereka bilang, pagar itu Kagak berizin dan berdampak kepada 21.950 nelayan. Keberadaan pagar juga berpotensi mengganggu ekosistem laut. Benarkah? Kalau pemagaran bukannya berhenti tapi malah menjadi, upaya seperti apa yang mereka lakukan?
Pengelola negara ini kiranya belum juga sembuh dari penyakit gagap. Mereka baru bergerak, atau seolah-olah sigap, setelah permasalahan menjadi sorotan masyarakat. Setelah viral, Kementerian Kelautan dan Perikanan unjuk kewenangan. Pada 9 Januari 2025, mereka menghentikan dan menyegel pagar laut. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono berujar, penyegelan itu perintah langsung Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono atas instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Kalau sekelas presiden harus turun tangan, berarti kasus itu tak sembarangan. Kalau aparat baru berani menyegel setelah presiden memerintahkan, jangan-jangan mereka selama ini takut melakukan tindakan. Entah takut kepada siapa. Dapat jadi pemilik pagar laut ialah orang kuat dengan beking pemilik kekuasaan yang luar Lumrah. Atau, selama ini mereka menanti instruksi presiden, tapi presiden sebelum Prabowo tak kunjung bertitah?
Aparat memang sudah bergerak. Tetapi, tetap saja pergerakan mereka mengusik Pikiran sehat. Sulit diterima Pikiran mereka hingga kini belum juga Pandai menemukan siapa orang di balik pagar laut itu. Mau sedalam apa Kembali pendalaman mereka Kepada menemukan sang dalang pagar makan lautan?
Lebih tak masuk Pikiran, mereka menunggu pengakuan sang empunya pagar. Ibarat polisi menanti maling datang ke kantornya Kepada mengaku bahwa dia malingnya.
Bukankah sudah Eksis kesaksian bahwa pagar itu Punya pengusaha kelas paus? Bukankah sudah Eksis petunjuk ihwal sejumlah nama yang menjadi otak pemagaran? Bukankah kesaksian dan petunjuk itu semestinya dijadikan pintu masuk Kepada menindak tegas pelakunya?
Ah, itu kan kalau Pikiran sehat yang berkuasa.
Tak Hanya aparat yang mencederai Pikiran sehat. Orang Lumrah pun ikut-ikutan. Mereka di antaranya Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang yang mengeklaim sebagai pembuat pagar laut. Koordinator JRP Sandi Martapraja mengatakan pagar itu sengaja dibangun masyarakat secara swadaya.
Tujuannya mengurangi Akibat gelombang besar, mencegah Erosi, dan mitigasi ancaman tsunami.
Kalau Betul, hebat betul apa yang mereka lakukan. Mulia nian kepedulian yang mereka tunjukkan. Sayangnya, banyak orang, termasuk saya, tak percaya dengan klaim mereka. Pikiran sehat bertanya dari mana mereka mendapatkan biaya pemagaran yang Niscaya sangat besar?
Pikiran waras kian gemas karena sejak awal Bahkan nelayan setempat memprotes pembangunan pagar laut karena mengusik mata pencarian mereka? Matang nelayan yang keberatan nelayan pula yang melakukan pemagaran.
Begitulah, Pikiran sehat masyarakat betul-betul dihinakan di laut Tangerang. Saya Kagak Mengerti apakah aparat, pejabat, negara, juga merasa terhina. Kalau iya, tunjukkan dengan secepatnya menindak penanggung jawab pemagaran laut yang dicurigai sebagai awal Kepada reklamasi.
Kalau Hanya memberikan waktu 20 hari kepada pemilik Kepada membongkarnya, Kalau hanya mencabuti pagar setelah tenggat berakhir tapi tak berani menyentuh pelakunya, itu sih bukan kelasnya negara.
Imam Syafi’i berpetuah bahwa Pikiran itu dipaksa Kepada menerima kebenaran karena sebuah kebenaran selalu jernih dan mudah dikenali. Sebaliknya, sesuatu yang salah Kagak nyaman bagi Pikiran dan Pikiran akan selalu berusaha mengingkarinya. Semoga di laut Tangerang, negara tetap berakal sehat, Kagak sakit.