Kuda Wafat

MEMBACA tulisan Amos Mensah, seorang Spesialis di bidang ekonomi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam, di sebuah portal Membangun saya mengulum senyum. Mensah yang meraih gelar doktor bidang ekonomi pertanian dari Georg-August University Gottingen, Jerman, itu membahas relevansi the dead horse theory, alias teori kuda Wafat. Lengkapnya, artikel itu diberi judul The Dead Horse Theory: The Importance of Cutting Your Losses and Trying Something New.

Itulah ajaran yang berasal dari kearifan Bangsa Indian Dakota, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Inti ‘ajaran’ itu: ‘Begitu Anda menyadari bahwa Anda sedang menunggangi kuda Wafat, strategi terbaik ialah turun dari kuda itu’.

Teori itu setara metafora satire yang menggambarkan bagaimana orang, komunitas, lembaga, bahkan suatu bangsa menghadapi masalah yang sudah terang benderang, tetapi mereka malah bersikap seolah-olah masalah itu Bukan Eksis atau Bukan dipahami. Dengan demikian, terjadilah penyangkalan-penyangkalan, mengabaikannya, berusaha mencari pembenaran, dan mengingkari Realita. Langkah-langkah dan strategi yang diambil pun akhirnya Bukan masuk Intelek.

Langkah-langkah itu seperti membeli cambuk yang lebih kuat, Demi mencambuki kuda itu. Pendekatan itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita menerapkan lebih banyak kekerasan atau hukuman, kuda yang Wafat akan mulai bergerak Kembali. Tetapi, strategi itu amat mungkin hanya akan menyebabkan lebih banyak penderitaan bagi kuda dan sangat mungkin Bukan akan memberikan hasil positif.

Cek Artikel:  Migas Terlindas Copras-Capres

Dalam pandangan Mensah, pajak yang lebih banyak bagi Kaum negara ialah Teladan menunggangi kuda Wafat dengan memecuti kuda menggunakan cambuk lebih besar itu. Negeri ini nyaris memberlakukannya lewat penaikan pajak pertambahan nilai (PPN). Mujur, langkah ‘membeli cambuk lebih besar’ itu dibatalkan.

Langkah lain yang Bukan masuk Intelek ialah mengunjungi negara lain, melakukan studi banding, Demi Memperhatikan bagaimana negara itu menunggangi kuda Wafat (Mensah mencontohkan studi banding dengan mengunjungi Rwanda Demi belajar sanitasi). Strategi itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita Memperhatikan bagaimana budaya lain menangani kuda Wafat, kita mungkin menemukan solusi yang cocok Demi kita.

Tetapi, pendekatan itu mengabaikan fakta bahwa kuda tersebut Lagi Wafat, dan Bukan Acuh apa yang dilakukan budaya lain. Amat mungkin kuda tersebut Bukan akan dapat dihidupkan kembali kendati berkali-kali menggelar studi banding.

Penyangkalan berikutnya, menurunkan standar dengan memasukkan kuda Wafat dalam kategorisasi baru. Strategi itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita mendefinisikan kembali apa artinya menjadi ‘kuda hidup’, kita dapat memasukkan kuda Wafat ke kandang kita. Tetapi, pendekatan itu sangat mungkin akan menimbulkan kebingungan dan dapat merusak kredibilitas. Kendati kuda Wafat dimasukkan ke kandang kuda hidup, ia akan tetap menjadi kuda Wafat yang tak bernapas, tak bernyawa.

Cek Artikel:  Saya Islam, Saya Penggemar Wayang

Bukan kalah menggelikan ialah menyangkal dengan Langkah mengklasifikasi ulang kuda Wafat menjadi ‘kerusakan hidup’ sebagaimana yang dilakukan Penggolongan atas Bawumia sebagai Wizkid ekonomi. Strategi itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita mengubah Langkah berpikir kita tentang kuda Wafat, kita dapat meyakinkan diri sendiri bahwa kuda Wafat itu Lagi hidup. Tetapi, pendekatan itu Bukan jujur dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan di antara publik dan pemangku kepentingan.

Menyewa kontraktor luar negeri Demi menunggangi kuda Wafat juga bentuk langkah Bukan masuk Intelek. Pendekatan itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita mengajak orang lain Demi mengatasi masalah tersebut, mereka mungkin dapat menemukan solusi yang Bukan dapat kita temukan. Tetapi, pendekatan itu mengabaikan fakta bahwa kuda tersebut sudah Wafat. Siapa pun yang menungganginya, kecil kemungkina Demi ia dihidupkan kembali.

Bentuk penyangkalan lain ialah memanfaatkan beberapa kuda Wafat Serempak-sama Demi meningkatkan kecepatan. Pendekatan itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita menambahkan lebih banyak kuda Wafat ke dalam campuran, kita mungkin Bisa mendapatkan pergerakan dari mereka.

Cek Artikel:  Pecunia Non Olet

Tetapi, strategi itu Bukan akan membawa hasil positif karena kuda-kuda tersebut sudah Wafat dan Bukan dapat dihidupkan kembali. Begitu pula dengan langkah memberikan tambahan Biaya dan/atau pelatihan Demi meningkatkan kinerja kuda Wafat. Pendekatan itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita memberikan lebih banyak sumber daya kepada kuda Wafat, secara Luar Standar ia akan hidup kembali dan mulai tampil. Kuda Wafat tetaplah kuda Wafat terlepas dari sumber daya yang diberikan.

Langkah aneh lainnya ialah melakukan studi produktivitas Demi Memperhatikan apakah pengendara yang lebih ringan bakal meningkatkan performa kuda Wafat. Pendekatan itu didasarkan pada gagasan bahwa Kalau kita menemukan penunggang yang Betul, kuda yang Wafat itu mungkin akan mulai bergerak Kembali. Tetapi, strategi itu mengabaikan fakta bahwa kuda tersebut sudah Wafat dan Bukan dapat dihidupkan kembali siapa pun yang menungganginya.

Sebentar Kembali, pemerintahan di Rendah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal menapaki 100 hari. Bukan muluk-muluk, saya berharap kedua pemimpin Republik ini Bisa memilah mana ‘kuda hidup’ dan mana ‘kuda Wafat’. Kalau sudah, tinggal mengakui bahwa ‘kuda Wafat’ tetaplah ‘kuda Wafat’. Jangan menapaki hari-hari berikutnya dengan menyangkal lewat berbagai Langkah agar ‘kuda Wafat’ Bisa diyakini sebagai ‘kuda hidup’.

Mungkin Anda Menyukai