KPK Dalami Pengadaan SKIPI di Kementerian Kelautan

KPK Dalami Pengadaan SKIPI di Kementerian Kelautan
Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan .(Setkab)

PROSES pengadaan sistem kapal inspeksi perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali diulik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak tiga saksi diperiksa penyidik kemarin, Senin (9/9).

“Penyidik mendalami proses pengadaan kapal SKIPI di KKP,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Selasa (10/9).

Tessa cuma mau memerinci inisial tiga saksi itu. Mereka yakni AG, JS, dan SAP. Satu saksi berinisial AR meminta dijadwalkan ulang saat dipanggil kemarin. “Saksi AR minta penjadwalan ulang,” ucap Tessa.

Baca juga : KPK Dalami Peran Perusahaan Peserta Lelang SKIPI

KPK enggan memerinci jawaban terkait pengadaan SKIPI dari tiga saksi yang diperiksa penyidik, kemarin. Informasi mendetail baru dibuka dalam persidangan, nanti.

Cek Artikel:  Ini Daftar Seniman Beserta Penempatannya di Komisi DPR

KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Direktur Penting PT Daya Radar Penting (PT DRU), Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.
 
Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.
 
Tetapi setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.
 
Selama proses pengadaan Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.
 
Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Pemeriksaan Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Safiri kontrak proyek ini USD58.307.789.
 
Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.
 
Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
 
Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782. (J-2)

Cek Artikel:  Keluarga akan Sambut Kapten Philip Mark Mehrten di Jakarta

 

Mungkin Anda Menyukai