SEMPAT redup beberapa bulan, kini tayangan iklan judi online (judol) kembali marak menghiasi layar gawai masyarakat. Materi iklannya Tetap sama, berisi rayuan Demi kembali mempertaruhkan Doku, bahkan kini lebih berani dengan menyematkan tagline ‘Niscaya menang’. Sebuah materi iklan yang sudah sangat Klasik, tapi Rupanya Tetap terbukti Manjur bagi yang berakal pendek.
Sudah Pandai dipastikan, maraknya kembali iklan judi itu tak lepas dari kelengahan pemerintah dan penegak hukum. Para bandar judi, termasuk masyarakat, sejak awal sudah Pandai membaca kebiasaan negara ini dalam menegakkan aturan. Hangat-hangat tahi ayam, demikian kata peribahasa. Kemauan yang kuat dan sungguh-sungguh di awal, tetapi Lamban-kelamaan ditinggalkan lantaran Jenuh atau lelah sendiri.
Koreksi yang tiada henti kepada pemerintah dan penegak hukum memang harus sering disuarakan agar penyakit masyarakat itu lekas hilang dari negeri ini. Dari sini, secara keseluruhan belum terlihat Terang perencanaan dan usaha yang tekun oleh negara dalam memberantas judol.
Judi yang Lalu bertransformasi seiring dengan kemajuan teknologi Lalu menjadi momok bagi negara ini. Kemampuan aparat negara meng-upgrade diri agar tak ketinggalan teknologi Terang dibutuhkan supaya tak kalah dari para bandar yang semakin lihai. Tentu kini bukan zamannya Tengah polisi bermodal pistol Lampau menggerebek arena perjudian. Penegakan hukum seperti itu hanya sebuah cerita masa Lampau yang pernah jaya di zamannya.
Penanganan Ketika ini mesti diubah mengingat ajakan berjudi kini berhasil masuk ke ruang privat masyarakat melalui gawai. Tak mengenal strata dan usia, kini iklan ajakan berjudi Lalu menyapa masyarakat.
Pemerintah dan penegak hukum tentu harus menyadarinya sejak awal. Patroli di dunia maya harus ditingkatkan agar ruang yang tak terlihat itu Kudus dari judi. Di sinilah kemauan dibutuhkan, mau duduk berlama-Lamban di depan layar komputer Demi memantau aktivitas judi di jagat maya.
Begitu pula dengan pisau hukum yang dipegang para hakim di pengadilan. Hakim tak boleh Tengah Memperhatikan judi hanya sebuah perbuatan iseng di waktu senggang. Pengadilan harus memberi hukuman tertinggi, Berkualitas kepada bandar maupun pelakunya. Ketiadaan Dampak jera dari putusan hukum pastinya Membangun para pelaku tak akan pernah kapok mengulangi perbuatan.
Sejatinya, instrumen hukum telah dibuat Demi memberi Dampak jera buat mereka. Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024, yang merevisi UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), telah memperingatkan para pelaku maupun orang yang mendistribusikan muatan perjudian dengan ancaman hukuman pidana penjara paling Lamban 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Sering kali, ancaman itu hanya berhenti di atas kertas. Dalam realisasinya, tak sedikit bandar dan pemain judol yang hanya dihukum 3 tahun atau bahkan di bawahnya.
Dari situ terlihat Terang tiadanya upaya gayung bersambut dari aparat penegak hukum. Karena itu, jangan pula berharap judol dapat lenyap dari negeri ini Apabila Seluruh Tetap jadi standar dalam bekerja. Lebih-lebih, bila judol sengaja dibuat lupa, tanpa disenggol.
Kita tak boleh Tengah mendiamkan otak di balik judol yang merusak anak bangsa ini Lalu melenggang karena kita alpa membicarakannya, bahkan Bukan serius mengawasinya.