Sudahi Aksi Menekuk Hukum

PENAHANAN juru bicara Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Nurindra B Charismiadji, atas dugaan penggelapan pajak, menuai banyak pertanyaan. Berbagai kalangan bahkan mencurigai penangkapan Indra tidak bisa dilepaskan dari kiprahnya di politik praktis, baik sebagai jubir Timnas Amin maupun caleg DPR RI dari NasDem, partai yang memelopori pengusungan Amin.

Nurinda atau Indra selaku pemilik PT Luki Sendiri Indonesia Raya ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur untuk kasus yang sudah berlangsung lama, sejak 2019, sama sekali bukan kasus baru. Publik berhak curiga karena ada kesan bahwa kasus ini seperti dicari-cari.

Publik juga curiga, untuk sekelas kasus yang dugaannya merugikan negara Rp1,1 miliar, respons penegak hukum supercepat, jauh melampaui kecepatan kasus-kasus lainnya yang diindikasikan merugikan negara puluhan, bahkan ratusan, miliar rupiah. Bahkan, kasus-kasus yang lebih baru ketimbang dugaan kasus Indra itu kini rehat. Berhenti atau disetop beberapa bulan.

Cek Artikel:  Kejaksaan di Puncak Kepercayaan

Maka, penahanan jubir Timnas Amin tersebut sangat patut dicermati lantaran terdapat sejumlah kejanggalan. Pasalnya, Jaksa Mulia ST Burhanudin sudah memberikan surat edaran bahwa ketika masa kampanye, kasus-kasus hukum calon anggota legislatif, capres, dan cawapres harus ditangguhkan terlebih dahulu hingga tahapan Pemilihan Standar 2024 tuntas.

Selain menjadi jubir Timnas Amin, Indra juga merupakan calon anggota legislatif. Itu artinya, Kejari Jakarta Timur tidak mengindahkan, bahkan membangkang perintah Jaksa Mulia. Moratorium itu dianggap perlu agar tidak mengganggu proses politik dan upaya meraih elektoral dari para calon yang akan dipilih.

Kejanggalan lainnya, selevel seorang kajari, dalam hal ini Kajari Jakarta Timur, tidak mengetahui perintah dari Jaksa Mulia tersebut. Terlebih kasus pajak yang menjerat Indra Charismiadji ini merupakan kasus lama, yakni dari 2019, dan baru kembali diungkap saat ini. Selain itu, kasus pajak yang melibatkan Indra termasuk kategori ringan, sudah pernah ditangani oleh Ditjen Pajak, tidak seperti kasus penggelapan pajak yang lainnya.

Cek Artikel:  Sesat Pikir Bansos untuk Judi Online

Banyak kasus pajak yang lebih besar, bahkan kakap, saat ini yang tenggelam alias tidak berlanjut kabarnya. Misalnya, kasus transaksi Rp349 triliun di Kementerian Keuangan yang ditangani Satgas Tindak Pidana Pencucian Doku (TPPU), tim yang dibentuk pemerintah dan dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD.

Dalam kasus lain di luar pajak, misalnya, kasus dugaan penerimaan suap yang melibatkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo. Dito disebut-sebut menerima uang Rp27 miliar di kasus korupsi proyek BTS Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Juga kasus minyak goreng, yang bahkan Kejagung memeriksa Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto hingga 12 jam pada Juli lalu, sampai saat ini belum dilanjutkan lagi karena ada moratorium.

Cek Artikel:  Pembusukan Demokrasi lewat Dewan Aglomerasi

Dalam kasus minyak goreng yang ditangani kejaksaan ini, bahkan tiga korporasi yang terseret dalam kasus korupsi CPO ini sudah menerima vonis berkekuatan hukum tetap dan dianggap menimbulkan kerugian negara hingga Rp6,47 triliun.

Apresiasi layak diberikan kepada Timnas Amin yang menegaskan akan tetap menghormati proses hukum yang berlaku. Tetapi, Timnas juga menegaskan bahwa proses hukum yang berjalan haruslah benar-benar untuk menegakkan keadilan, bukan untuk tujuan-tujuan yang lain. Adil berarti tidak ada tebang pilih. Adil berarti ada kesetaraan di depan hukum atau equality before the law.

Hanya dengan proses hukum yang adil dan transparan, kecurigaan bahwa hukum telah dijadikan alat politik kekuasaan bisa ditepis. Sebagai negara hukum, justru politik dan kekuasaanlah yang mesti tunduk di depan hukum. Bukan sebaliknya, hukum ditekuk untuk kepentingan kekuasaan dan politik.

Mungkin Anda Menyukai