Ratusan ribu Kaum Palestina kembali ke Gaza. Foto: Middle East Eye
Gaza: Pengungsi Palestina mengalir ke Kawasan utara Gaza yang dilanda perang pada Senin 27 Januari 2025, setelah Israel dan Hamas mencapai kesepakatan Kepada membebaskan enam sandera lainnya. Mereka kembali ke rumahnya yang hancur akibat perang.
Pada Senin, pemerintah Israel juga mengatakan delapan sandera yang ditawan di Gaza yang Semestinya dibebaskan pada tahap pertama gencatan senjata telah meninggal.
Kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang Ringkih antara Israel dan Hamas dimaksudkan Kepada mengakhiri perang selama lebih dari 15 bulan yang dimulai dengan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel.
Israel telah mencegah Kaum Palestina kembali ke Gaza utara, menuduh Hamas melanggar ketentuan gencatan senjata, tetapi kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada Minggu malam bahwa mereka akan diizinkan Kepada lewat setelah kesepakatan baru dicapai.
Hamas mengatakan bahwa menghalangi pemulangan tersebut merupakan pelanggaran gencatan senjata.
“Kepulangan itu adalah kemenangan bagi Kaum Palestina yang menandakan kegagalan dan kekalahan rencana pendudukan dan pemindahan,” ujar Hamas, seperti dikutip AFP, Selasa 28 Januari 2025.
Lautan Sosok bergerak melalui Koridor Netzarim yang sekarang terbuka ke utara, diawasi oleh tank-tank Israel. Beberapa orang menarik kereta dorong yang dibebani kasur dan barang-barang Krusial lainnya. Yang lainnya membawa barang-barang yang Bisa mereka bawa.
Senin malam, pemerintah Hamas di Gaza mengatakan “lebih dari 300.000 pengungsi” telah kembali pada siang hari “ke provinsi-provinsi di utara”, Kawasan Gaza yang sangat terpukul oleh perang. Nomor yang dikeluarkan berbeda dengan media Barat yang menyebutkan sebanyak 200.000 pengungsi kembali ke rumah.
Setelah mencapai Kawasan itu, Kaum saling berpelukan.
“Selamat datang di Gaza,” demikian bunyi spanduk yang baru dipasang dan tergantung di atas jalan tanah di depan bangunan yang runtuh di Kota Gaza.
“Ini adalah hari terindah dalam hidup saya,” kata Lamees al-Iwady, seorang Perempuan berusia 22 tahun yang kembali ke Kota Gaza setelah mengungsi beberapa kali.
“Saya merasa seolah-olah jiwa dan kehidupan saya telah kembali kepada saya. Kami akan membangun kembali rumah kami, meskipun dengan lumpur dan pasir,” ujar Al-Iwady.
Kegembiraan karena kembali datang bersamaan dengan keterkejutan Menonton besarnya kerusakan yang disebabkan oleh perang selama lebih dari setahun.
Menurut kantor media pemerintah yang dikelola Hamas, 135.000 tenda dan karavan dibutuhkan di Kota Gaza dan Kawasan utara Kepada menampung keluarga yang kembali.
Sebelumnya Presiden Amerika Perkumpulan (AS) Donald Trump melontarkan gagasan Kepada “membersihkan” Gaza dan memukimkan kembali Kaum Palestina di Yordania dan Mesir, yang menuai kecaman dari para pemimpin regional.
Presiden Mahmud Abbas, yang Otoritas Palestina-nya berpusat di Tepi Barat yang diduduki Israel, mengeluarkan “penolakan dan kecaman keras terhadap proyek apa pun” yang bertujuan Kepada memindahkan Kaum Palestina dari Gaza.
Kenangan kelam
Bagi Kaum Palestina, setiap upaya Kepada memindahkan mereka dari Gaza akan membangkitkan kenangan kelam tentang apa yang disebut dunia Arab sebagai “Nakba”, atau bencan pemindahan massal Kaum Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.
“Kami katakan kepada Trump dan seluruh dunia: kami Kagak akan meninggalkan Palestina atau Gaza, apa pun yang terjadi,” kata Kaum Gaza yang mengungsi Rashad al-Naji.
“Pemindahan penduduk Gaza -,yang berjumlah 2,4 juta,- dapat dilakukan sementara atau Bisa juga dalam jangka panjang,” kata Trump pada Sabtu 25 Januari 2025.
Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich menyebut saran Trump sebagai “ide yang bagus”.
Perserikatan Arab memperingatkan terhadap “upaya Kepada mencabut orang-orang Palestina dari tanah mereka”, dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengeluarkan penolakan “tegas” terhadap pemindahan Kaum Palestina.
“Yordania Kepada Kaum Yordania dan Palestina Kepada Kaum Palestina,” kata Safadi.
Kementerian luar negeri Mesir mengatakan pihaknya menolak segala bentuk pelanggaran terhadap “hak-hak yang Kagak dapat dicabut” Kaum Palestina.
Tampak putus asa
Israel mengatakan akan mencegah Kaum Palestina melewati Kawasan utara hingga pembebasan Arbel Yehud, seorang sandera Perempuan sipil yang menurut Israel Semestinya dibebaskan pada Sabtu.
Tetapi kantor Netanyahu kemudian mengatakan, kesepakatan telah dicapai Kepada pembebasan tiga sandera pada Kamis, termasuk Yehud, serta tiga sandera lainnya pada Sabtu.
Hamas mengonfirmasi kesepakatan tersebut dalam pernyataannya sendiri pada hari Senin.
Kemudian, Golongan pejuang Gaza lainnya, Jihad Islam, merilis rekaman video Yehud. Ia meminta Netanyahu Kepada melakukan segala daya Kepada mengamankan pembebasan para sandera yang tersisa.
Di Gaza selatan, Uni Eropa pada Senin sepakat Kepada memulai kembali misi pemantauan di perlintasan Rafah antara Gaza dan Mesir. Italia mengatakan tujuan utamanya “adalah Kepada mengoordinasikan dan memfasilitasi transit harian hingga 300 orang yang terluka dan sakit”.
Selama fase pertama gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari, 33 sandera Semestinya dibebaskan dalam pembebasan bertahap selama enam minggu dengan imbalan Sekeliling 1.900 tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Pertukaran kedua, pada hari Sabtu, melibatkan empat sandera Perempuan Israel, semuanya tentara, yang ditukar dengan 200 tahanan, semuanya Kaum Palestina kecuali satu Kaum Yordania.
Pada hari Senin, juru bicara pemerintah Israel David Mencer mengatakan delapan sandera yang akan dibebaskan pada fase pertama telah meninggal.
“Keluarga telah diberitahu tentang situasi kerabat mereka,” katanya, tanpa mengungkapkan nama mereka.
Dari 251 sandera yang disita selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 , 87 orang Tetap berada di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut Israel telah tewas.
Serangan Hamas pada Oktober 2023 mengakibatkan Kematian 1.210 orang, sebagian besar Kaum sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan Nomor Formal Israel.
Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 47.317 orang di Gaza, sebagian besar Kaum sipil, menurut Nomor dari kementerian kesehatan Kawasan yang dikuasai Hamas yang dianggap dapat diandalkan oleh PBB.