Jalan Lain Mengakhiri Korupsi

Jalan Lain Mengakhiri Korupsi
(MI/Seno)

KINI, dapat dikatakan bahwa Kagak Eksis cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) yang lolos dari korupsi. Semuanya telah dilanda korupsi, dengan kuantitas dan kualitas yang berbeda. Gabungan keseluruhannya, tentu memberikan gambar yang Kagak cerah bagi masa depan bangsa.

Mudah diduga bahwa kinerja gabungan dari cabang-cabang yang telah tercemar korupsi adalah kebijakan yang Kagak Kembali sejalan dengan kepentingan Republik. Kepentingan privat (sempit) telah Pandai menggeser kepentingan nasional. Bahkan Seluruh janji (politik) dalam masa kampanye (pada ketiga cabang kekuasaan tersebut), tetap hanya menjadi janji yang mungkin memang Kagak hendak direalisasikan.

Apabila demikian itu keadaannya, apakah Tetap Eksis Asa? Yang dimaksud sudah tentu bukan suatu Asa Hampa, melainkan suatu Asa yang Mempunyai kejelasan langkah dan kejelasan kekuatan pendukungnya. Kepada itu, pokok masalah perlu dirumuskan kembali. Yakni, apa sebenarnya penyebab Primer dari tak kunjung berhasilnya pemberantasan korupsi. Pernyataan ini tentu Kagak dimaksudkan mengabaikan seluruh upaya yang telah, sedang, dan akan berlangsung. Rasa Ingin agar diperoleh hasil yang lebih optimal adalah pendorong Primer munculnya pertanyaan di atas. Dan, persis karena itu pula, suatu sudut pandang lain dibutuhkan.

 

Politik

Apabila reformasi kita pahami sebagai suatu kritik dan koreksi, sangat Terang arah koreksinya, yakni mengakhiri segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Dalam batas tertentu, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Rapi dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, merupakan saksi dan sekaligus kesaksian atas apa yang telah terjadi, dan apa yang harus dilakukan Kepada perbaikan nasional.

Dari teks tersebut, setidaknya Eksis tiga hal yang Krusial. Satu, suatu protes politik yang akhirnya melahirkan reformasi. Protes politik dan koreksi dari Anggota berdimensi ganda: (a) menggerus basis moral politik Pelan dan (b) memberi basis moral kepada politik baru.

Dua, politik baru dengan basis moral yang berlimpah dijalankan dengan langkah-langkah (kebijakan) yang menyesuaikan dengan cuaca politik yang Eksis. Hal yang mungkin jarang mendapatkan pantauan publik ialah bahwa setiap kebijakan ideal akan masuk ke dalam ‘ruang teknis’, yang pada akhirnya suatu ‘modifikasi’ terjadi, yakni bukan operasionalisasi yang ideal, melainkan sebaliknya. Artinya, limpahan basis moral bagi politik baru, Malah digunakan Kepada keperluan yang tetap berlawanan dengan kepentingan Anggota. Satu dasawarsa ini memberikan kesaksian yang sangat Konkret.

Cek Artikel:  99 Persen Menang? Cagub DKI Harus Janjikan Donasi Kesejahteraan Rp500 Ribu per KK

Tiga, atas kinerja politik baru yang akhirnya membentuk siklus korupsi baru, publik memberikan reaksi: protes kembali hadir. Apa yang membedakan antara yang Pelan dan yang baru? Apabila yang Pelan telah kehabisan cadangan ‘basis moral’, sementara politik baru Tetap Mempunyai cukup cadangan basis moral.

Bukan hanya karena Eksis dukungan politik maupun aksesnya kekuasaan baru, tetapi juga lantaran kehadiran para pemain baru. Dan, ujungnya mudah diduga, yakni Asa kembali ditumpukan pada politik Kepada mendorong lahirnya perbaikan dan perubahan. Pada titik inilah, suatu Cerminan mendasar perlu dilakukan, yakni apa mungkin segala-gala mengandalkan politik?

Pengalaman kita, dan mungkin bangsa-bangsa lain di dunia, menunjukkan bahwa setiap upaya memperbaiki politik kerap kali berujung pada pembaruan basis moral dan membesarnya otoritas kepada politik itu sendiri. Politik seperti memperoleh berkah dan manfaat dari basis moral baru, yang Membikin politik semakin menguat.

Mungkin sudah waktunya publik membayangkan bahwa jangan-jangan desain yang Eksis sepenuhnya beorientasi politik: sejak perencanaan, keputusan, Penyelenggaraan, dan Penilaian dilaksanakan oleh politik. Apabila tenaga kerja kurang, politik akan menambah. Bila kewenangan kurang, maka dengan mekanisme yang disusunnya sendiri, kewenangan dapat ditambah, sedemikian sehingga kontrol efektif Kagak dimungkinkan.

Bahkan bukan Kagak mungkin, karena alpanya mekanisme kontrol eksternal yang kuat dan efektif, proses politik menjadi sirklus yang cenderung memarginalkan masyarakat dan menempatkannya sekadar sebagai penonton. Kesemuanya itu adalah manifestasi dari korupsi sistemik. Suatu ironi! Basis moral baru, buah dari reformasi dalam perjalanannya menghasilkan struktur politik baru, yang koruptif. Ini sebuah lingkaran setan yang tak Terang di mana ujungnya.

 

Jalan lain

Dalam situasi yang demikian itulah, publik layak berpikir di luar kerangka yang Eksis. Apabila Rupanya politik merupakan pokok masalah, jalan keluar harus dicari dari luar politik. Mengapa demikian? Bukankah Apabila masalah Eksis di arena politik, sudah selayaknya bila solusi dicari atau dibentuk dari arena politik itu sendiri? Tentu Kagak Eksis yang salah dengan Akal tersebut.

Cek Artikel:  Kemandirian Perempuan di Tengah Kerawanan Sosial Ekonomi

Karena itu, yang dimaksud bukanlah suatu penyelesaian yang di luar arena politik, melainkan jalan lain yang Kagak sepenuhnya mengandalkan politik. Jalan keluar yang hendak dicari ialah melalui pemberdayaan kekuatan di luar politik, sehingga yang terbangun nantinya adalah suatu ekosistem baru yang dapat ‘memaksa’ politik Kepada mau Kagak mau bekerja sesuai dengan maksudnya. Atau suatu ekosistem yang mempersempit ruang gerak korupsi, disebabkan oleh struktur dan praktik politik yang Eksis.

Apa yang sebaiknya dikembangkan Kepada membangun ekosistem tersebut? Pertama-tama, tentu saja menjadi pekerjaan rumah seluruh elemen bangsa, khususnya kaum intelektual atau kaum terpelajar yang Mempunyai intelektualitas dan moral, Kepada mulai memikirkan suatu desain baru. Konstitusi hasil amendemen yang dimulai tahun 1999, kini telah seperempat abad. Rasanya Kagak keliru Apabila ruang bagi reform dibuka, dan seluruh pihak hendaknya dapat ambil bagian. Desain baru dibutuhkan agar yang bekerja bukan format politik yang memungkinkan korupsi berkembang dan seperti Kagak Pandai tersentuh. Di sini, suatu pertanyaan Krusial patut diajukan: apakah pemerintahan baru bersedia menginisiasi?

Kedua, sebagaimana publik ketahui Berbarengan bahwa di hadapan politik, rakyat Kagak lebih sebagai sumber legitimasi politik dan objek penderita kebijakan populis. Sebagai sumber legitimasi atau alat memperbarui legitimasi, rakyat dilibatkan melalui mekanisme pemilu. Akan tetapi, momen di mana rakyat Sebaiknya melakukan Penilaian, koreksi, dan pembaruan telah berubah menjadi sekadar momen pembaruan legitimitas karena Bunyi rakyat telah berhasil ditransaksikan.

Sebagai objek penderita dari kebijakan populis, rakyat hanya digunakan sebagai basis Bunyi Kepada kepentingan pemilu berikutnya. Atas dasar itulah, langkah drastis dibutuhkan, yakni suatu langkah yang Membikin Anggota Mempunyai kemandirian. Tentu upaya ini memerlukan kerja sama yang luas dan strategis. Pemberdayaan adalah kata kuncinya.

Ketiga, selama ini sektor privat seperti telah ‘terkotakkan’ atau seperti hanya punya arena di bidang ekonomi. Kalaupun Eksis kegiatan sosial, maka hal tersebut lebih merupakan bagian yang Kagak terpisahkan dari kerangka ekonomi.

Sementara itu, karena arena ekonomi Eksis dalam kendali politik (baca: kebijakan), maka Kagak jarang ekonomi mengikuti Akal politik. Dan, bahkan Kagak sedikit mereka yang berasal dari arena ekonomi masuk ke arena politik, yang berakibat Akal kekuasaan yang lebih bekerja. Maka, berlangsunglah suatu praktik yang sering disebut sebagai konflik kepentingan. Keadaan ini berkembang lebih jauh, menyebabkan bersarang dan berkembang biaknya praktik korupsi dengan segala manifestasinya.

Cek Artikel:  Kesempatan Uji Material UU Kesehatan Pascapenolakan Uji Formal oleh MK

Kepada menciptakan ekosistem baru sebagaimana dimaksud, tentu tantangannya ialah mungkinkan ekonomi berkolaborasi dengan sosial (civil society). Mengapa disebut sebagai tantangan? Karena selama ini, Berkualitas sosial (Anggota) maupun ekonomi (private sector), lebih berorientasi pada politik (kekuasaan) sehingga kerja sama yang wajar dalam kerangka memperkuat hidup Berbarengan sebagai bangsa (baca: negara bangsa) selama ini sulit terjalin.

Bahkan, bukan Kagak mungkin, tiap-tiap pihak merasa Mempunyai batasan tersendiri. Karena itu, sangat mungkin momentum bagi komunikasi dan kerja sama dibangun dan ditemukan Metode agar dialog kebangsaan Pandai dilakukan. Apabila dua pilar negara bangsa ini Pandai Berjumpa dan menjadikan pemberantasan korupsi sebagai agenda Berbarengan, rasanya suatu rute baru akan Pandai ditemukan.

Apa yang diharapkan dari kerja sama sosial dan ekonomi? Satu, agar ekonomi membantu yang sosial Kepada lebih berdaya sehingga Kagak mudah diintervensi oleh politik Dana, atau segala jenis transaksi, yang ujungnya rakyat hanya menjadi penyumbang basis moral bagi politik. Dengan kemandirian rakyat, maka di setiap momen politik rakyat akan lebih berdaya dan mengerti posisinya sebagai penentu arah gerak Republik.

Dua, agar civil society membantu dan bekerja sama dengan masyarakat ekonomi, sedemikian sehingga ekonomi Kagak mendukung siklus korupsi, dan daripadanya diharapkan ekonomi juga lebih Berdikari atau otonom.

Soalnya, apakah iklim politik yang Eksis akan mendukung? Kita tentu Tetap percaya bahwa Kagak Seluruh elemen politik Ingin Republik menuju jurang kehancuran. Tetap banyak kaum idealis akan juga tengah berjuang memperbaiki kinerja negara. Titik-titik kebaikan di tiga sektor harus disambungkan: sektor publik (politik), sektor privat (ekonomi), dan sektor sosial (civil society).

Dengan sinergi politik, ekonomi, dan sosial, kita percaya akan lahir suatu desain atau format tata kelola baru. Suatu tata kelola yang sepenuh-penuhnya digerakkan oleh kepentingan nasional, mengedepankan kepentingan publik.

Rakyat dalam segala segi akan berjuang agar jalannya politik tetap Eksis dalam garis konstitusi. Ekonomi juga akan berjuang membangun tata ekonomi yang berwatak nasional dan membantu mengangkat ekonomi kecil. Dengan kerja sama strategis seluruh elemen bangsa, kita Percaya korupsi akan menjadi masa Lewat bangsa.

 

Mungkin Anda Menyukai