![Polemik Tapal Batas di Pilkada 2024, Warga Muba Nyoblos di Muratara](https://mediaindonesia.com/cdn-cgi/image/width=800,quality=80,format=webp/https://asset.mediaindonesia.com/news/2024/11/28/1732811819_232288b7936e2e3e9267.png)
Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, menyisakan polemik tapal batas Area di sejumlah daerah. Salah satu Teladan terjadi di Dusun 003 Desa Sako Suban, Area yang diperselisihkan antara Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan.
Di Desa Sako Suban, SD Negeri Sako Suban dijadikan Posisi Tempat Pemungutan Bunyi (TPS) Kepada Pilkada Kabupaten Muba. Tetapi, berdasarkan Permendagri No. 76 Tahun 2014, Area ini diklaim sebagai bagian dari Kabupaten Muratara.
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Muba, Suganda menjelaskan bahwa secara administratif SDN Sako Suban tercatat masuk ke Area Muba. “Kalau secara administrasi Area, ini memang masuk ke Muba. Tapi terkait penentuan TPS itu menjadi wewenang KPU,” Terang Suganda dikutip Kamis (28/11).
Sementara itu, seorang guru SD di Desa Sako Suban, Yeni Lastari, menunjukkan surat undangan pemungutan Bunyi Kepada Pilkada Kabupaten Muba, meski berdasarkan Permendagri No. 76/2014, Area ini termasuk Kabupaten Muratara.
Hal serupa dialami oleh Jon Kenedi, Kepala Dusun 003 Desa Sako Suban, yang mengaku Mempunyai identitas sebagai Anggota Kabupaten Muba.
Polemik Administrasi dan Potensi Konflik
Tumpang tindih administratif ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan aktivis. Menurut Haris Azhar, aktivis HAM sekaligus pendiri LSM Lokataru, persoalan ini menunjukkan belum optimalnya penataan administrasi di tingkat lokal.
“Kondisi ini menandakan perlunya sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Perbedaan ini berpotensi menimbulkan kebingungan masyarakat dalam pengurusan administrasi, seperti KTP dan Arsip Krusial lainnya,” ungkap Haris.
Haris juga mengingatkan bahwa konflik agraria di Area Sumatera, termasuk Sumatera Selatan, Lagi menjadi persoalan yang sering terjadi. Menurutnya, sengketa terkait tapal batas Dapat berdampak luas, mulai dari hak atas tanah hingga lingkungan hidup.
“Ketidakseimbangan penyelesaian sengketa lahan dapat berdampak pada akses masyarakat terhadap pekerjaan dan hak-hak sipil lainnya. Apabila Kagak segera ditangani, dampaknya akan sangat merugikan Anggota,” tambahnya.
KPU dan Pemerintah Diharapkan Berperan Aktif
Menyaksikan permasalahan ini, pemerintah daerah dan pusat, serta KPU, diminta lebih proaktif dalam menyelesaikan polemik tapal batas ini. Penegasan ulang mengenai Area administratif diharapkan dapat menghindari potensi konflik berkepanjangan dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Polemik di Dusun 003 Desa Sako Suban menjadi Teladan Konkret bahwa persoalan tapal batas memerlukan perhatian serius demi menjaga stabilitas sosial dan memberikan perlindungan bagi hak-hak Anggota. (P-5)