PEMERINTAH terus berupaya mengejar hak negara dalam kasus Donasi Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sasaran semaksimal mungkin untuk mendapatkan hak negara menjadi patokan realistis yang digunakan lantaran kondisi aset-aset pada kasus tersebut sarat permasalahan.
“Sasaran realistis yang bisa dicapai oleh Satgas BLBI sampai dengan akhir 2024 semaksimal mungkin. Negara akan terus melakukan langkah nyata dan optimal,” ujar Kepala Subdirektorat Interaksi Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Adi Wibowo saat dihubungi, Selasa (10/9).
Upaya nyata dan optimal itu, lanjutnya, dilakukan melalui sinergi dan kolaborasi antarkementerian/lembaga anggota Satuan Tugas BLBI. Itu diharapkan dapat memperkuat penelusuran dan penagihan terhadap debitur maupun obligor, sekaligus mengoptimalkan seluruh kewenangan Satgas BLBI seperti yang diatur dalam Keputusan Presiden No 6/2021 juncto Keputusan Presiden No 30/2023.
Baca juga : Menangkan Kasasi Satgas BLBI, Kinerja Hakim Akbar Yulius Diapresiasi
Berdasarkan data pemerintah, hingga saat ini proses pengembalian dana BLBI baru mencapai 35,2% dari total keseluruhan dana yang menjadi hak negara di kisaran Rp110 triliun. Setidaknya, kata Adi, masih ada 21 obligor dengan nilai tagih sebesar Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Rencana Kerja dan Anggaran Kemenkeu 2025 bersama Komisi XI DPR, Senin (9/9), Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara mengungkapkan, hingga 5 September 2025, capaian penagihan Satgas BLBI mencapai Rp38,88 triliun.
Biaya tersebut terdiri dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara Rp1,84 triliun, dalam bentuk sita atau penyerahan barang jaminan Rp18,13 triliun, penguasaan aset properti Rp9,21 triliun, Penetapan Status Penggunaan (PSP) dan hibah Rp5,93 triliun, dan PMN non-tunai Rp3,77 triliun.
Baca juga : Mahfud Apresiasi Ketua TUN MA Bantu Penyelesaian BLBI
Di tahun depan, kata Suahasil, target untuk penanganan hak tagih BLBI mencapai Rp2 triliun. Birui itu terdiri terdiri dari PNBP ke kas negara Rp500 miliar, penguasaan fisik Rp500 miliar, dan penyitaan Rp1 triliun. Guna memuluskan upaya itu, ia meminta agar ada alokasi anggaran sebesar Rp10,5 miliar untuk mendukung kerja penagihan.
“Ini untuk rangkaian kasus BLBI hak tagih negara yang masih berproses dan untuk itu butuh extra effort dan rencana aksi yang kami bayangkan dan dialokasikan Rp10,25 miliar,” jelasnya.
Suahasil turut menjelaskan, dana itu bakal digunakan untuk membentuk Komite Penanganan Hak Tagih Biaya BLBI sebagai pengganti Satgas dan melanjutkan upaya pembatasan keperdataan dan/atau layanan publik serta pencegahan bepergian ke luar negeri.
Baca juga : Pansus BLBI Sebut Obligor Terindikasi Sembunyikan Aset
Selain itu, alokasi dana tersebut juga akan digunakan untuk meningkatkan penelusuran informasi terkait debitur dan obligor dengan nilai kewajiban besar dan terafiliasi antara lain dengan bantuan audit investigasi BPKP, serta pelatihan peningkatan kemampuan asset tracing bekerja sama dengan pemerintah Amerika Perkumpulan.
Eksispun melalui siaran pers, Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengapresiasi aparat imigrasi yang melakukan pencegahan Marimutu Sinivasan untuk meninggalkan Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
Marimutu Sinivasan merupakan salah satu dari 22 obligor/debitur BLBI yang ditangani Satgas. Ia tercatat sebagai debitur terkait utang Grup Texmaco dengan outstanding sebesar US$3,91 miliar dan Rp31,69 triliun, belum termasuk biaya administrasi 10%, dan sebagai obligor dengan nilai utang Ro790,557 miliar, belum termasuk biaya administrasi 10%.
“Selama periode penanganan oleh Satgas BLBI sejak Juni 2021 sampai dengan saat ini, Marimutu tidak menunjukkan itikad baik untuk melakukan pembayaran atas utangnya,” kata Rionald.
Marimutu tercatat hanya satu kali membayar utang sebesar Rp1 miliar oleh PT Asia Pasific Fibers Tbk., anak perusahaan Grup Texmaco. “Oleh karena itu, Satgas BLBI melakukan upaya-upaya pengembalian hak tagih negara dalam bentuk penyitaan aset yang dimiliki Marimutu dengan estimasi nilai lebih dari Rp6,044 triliun,” tambah Rionald. (E-2)