Komisi VI DPR Minta Regulasi TKDN Industri Kecil Diawasi Ketat

Komisi VI DPR Minta Regulasi TKDN Industri Kecil Diawasi Ketat
Personil Komisi VI DPR Pengabdiandi Durianto(Dok)

LEGISLATOR Komisi VI DPR Pengabdiandi Durianto meminta pemerintah melindungi kepentingan industri kecil menengah (IKM) terkait pemenuhan kebutuhan barang dan jasa TKDN (tingkat komponden dalam negeri). Oleh sebab itu, implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permenperin) Nomor 46 Pahamn 2022 yang IKM berpartisipasi memenuhi kebutuhan barang dan jasa pemerintah diminta diawasi ketat menghidari penyalahgunaan dari perusahaan berskala besar. 

“Karena dalam implementasinya syarat 40% TKDN banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk ikut proyek-proyek pemerintah. Harusnya ditertibkan praktek semacam ini. Imbasnya cukup serius terhadap iklim investasi nantinya,” ungkap Pengabdiandi dikutip di Jakarta, Selasa (10/9). 

Mestinya, lanjut dia, pemerintah tidak gampang memberikan sertifikat TKDN 40% kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki modal besar. 

Baca juga : Baru 114 Pembeli Lolos Pengecekan Bonus Motor Listrik

“Perusahaan besar enggak boleh dikasih TKDN IK, tapi disiasati saja tanpa harus membuka peluang kepada perusahaan-perusahaan besar yang ujungnya justru mengambil porsi TKDN IKM. Pemerintah mestinya melakukan verifikasi dan validasi secara kredible sebelum menyetujui pemberian sertifikat TKDN 40%,” tandasnya.

Cek Artikel:  Pesan Menkeu ke BRI Tembusi 29,2 Juta UMKM yang Belum Punyai Akses Pembiayaan

Pengabdiandi menegaskan, lemahnya pengawasan terkait implementasi TKDN justru bisa kontraproduktif dan bahkan menghambat pertumbuhan investasi dalam negeri.

“Lemahnya pengawasan di lapangan, justru berpotensi membuat investor hengkang,” ujarnya.  

Baca juga : United E-Motor Optimistis Prospek Ekosistem Motor Listrik di Tanah Air Cerah

Pengabdiandi menjelaskan, kemudahan yang diberikan pemerintah bagi pelaku usaha dengan modal dibawah lima milyar untuk mendapatkan sertifikat TKDN IK dengan penetapan perhitungan besaran TKDN 40% justru membuka celah  terjadinya penyimpangan. Hal tersebut yang menurutnya dimanfaatkan sebagai celah bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan. 

“Diawali dengan membuat dan mendaftarkan perusahaan dalam skala yang memenuhi klasifikasi industri kecil, dengan verifikasi dari pejabat pemerintah terkait yang dilakukan secara daring hanya berdasarkan dokumen yang disampaikan, pelaku usaha ini dengan mudah mendaftarkan usahanya sebagai pabrikan atau produsen produk tertentu,” bebernya. 

Modal kelengkapan dokumen inilah, ungkap dia, yang kemudian digunakan untuk menawarkan produk-produk yang sebenarnya bukan merupakan produksinya.

Cek Artikel:  Bank Sumsel Babel Galang Dukungan Perbankan Buat Pemberantasan Judi Online

Baca juga : Impor KRL Bekas, Menperin: Tetap Tunggu Audit BPKP

“Terang kondisi ini bertentangan dengan semangat penerapan TKDN itu sendiri,” ujarnya pula.

Tak hanya itu, Pengabdiandi menduga modus sejenis juga terjadi pada kebutuhan sistem pendingin udara (air conditioning – AC) dalam proyek-proyek pemerintah.  Padahal, kata dia, terjadinya hal ini, dapat menimbulkan beberapa kerugian bagi pemerintah.

“Pertama, TKDN IK yang diharapkan dapat menumbuhkan industri kecil justru tidak mencapai sasarannya karena dimanfaatkan pelaku bisnis yang tak bertanggung jawab. Sementara disisi lain, hal ini justru menjadi pintu masuknya sistem pendingin udara dari merek yang sebenarnya tak memenuhi besaran nilai TKDN sesuai disyaratkan pemerintah,” urainya. 

Baca juga : Pemerintah Maju Dorong Industri Pengolahan Kaca Dalam Negeri Lewat P3DN

Kerugian lebih besar lagi, menurut Pengabdiandi Durianto, ada pada potensi terjadinya negatif investasi bagi tumbuhnya industri pendingin dan refrigerasi di Indonesia.

“Padahal sejalan dengan penerapan TKDN oleh pemerintah, telah mendorong lebih banyak merek pendingin dan refrigerasi dari luar untuk mendirikan fasilitas produksinya di Indonesia,” paparnya. 

Cek Artikel:  Pegadaian Galeri 24 Menawarkan Konsinyasi Emas Batangan 1-100 Gram

Bahkan terbaru, menurutnya lagi, ada perusahaan AC asal Jepang yang tengah bersiap mendirikan fasilitas produksi baru di Indonesia dengan nilai investasi mencapai 3,3 Triliun rupiah. Dijadwalkan siap beroperasi di tahun depan, kata Pengabdiandi, perusahaan ini bakal menyerap sekitar 2,500 tenaga kerja. 

“Sedemikian besar investasi dan efeknya bagi perekonomian Indonesia, membuat kondisi ini pantas menjadi kekhawatiran karena dapat mengganggu keberlangsungan investasi bagi para anggota kami. Dorongan produksi dalam negeri dari pemerintah, justru dikalahkan dengan kondisi ini,” tandasnya. 

Lebih lanjut ia mengharapkan pemerintah untuk mengambil tindakan nyata melalui koordinasi berbagai kementerian terkait untuk  menangani kondisi ini.

“Disinilah pemerintah mesti hadir. Tak hanya mendorong investasi, namun pula memastikan kenyamanannya melalui penguatan pengawasan dengan koordinasi berbagai kementerian terkait. Selekasnya, sebelum menjadi semakin masif dan mengancam investasi dalam negeri,” pungkasnya. (Z-8)

Mungkin Anda Menyukai