Pesta Pemilu Jangan Jadi Pilu

TINDAKAN gercep, gerak cepat, Polri menangkap terduga pengancaman penembakan calon presiden nomor urut 01 Anies Baswedan patut diapresiasi. Polri, tanpa menunggu lama, sanggup mengidentifikasi terduga pengancaman penembakan via media sosial, baik Tiktok maupun Instagram terhadap Anies Baswedan.

Langkah gercep kepolisian melihat pengancaman penembakan terhadap calon presiden Anies Baswedan merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini berlaku juga jika pengancaman terjadi terhadap capres atau cawapres lain. Aparat penegak hukum harus menciptakan situasi yang kondusif agar pemilihan umum bisa mewujudkan pesta demokrasi yang menggembirakan tanpa adanya tekanan, ancaman, dan teror dari pihak manapun.

Kecepatan Polri patut ditiru oleh Badan Pengawas Pemilu RI dalam menangani kasus pertemuan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dengan puluhan kepala desa di Provinsi Maluku. Sebanyak 30 kepala desa dari Maluku Tengah dan Kota Ambon diduga mengikuti pertemuan berisi ajakan pemenangan tersebut. Puluhan kepala desa itu diduga melanggar Pasal 280 Undang-undang Nomor 7 Mengertin 2017 tentang Pemilu karena mereka menghadiri pertemuan bahkan menyatakan dukungan terhadap Gibran.

Cek Artikel:  Sikap tidak Independen kian Brutal

Pertemuan Gibran dengan para kepala desa bukan yang pertama. Sebelumnya,
cawapres yang juga putra sulung Presiden Jokowi ini juga menghadiri
Silaturahmi Nasional Desa Bersatu di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 19 November tahun lalu.

Bawaslu DKI dalam putusannya memberi peringatan kepada Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Apdesi), karena terbukti melakukan pelanggaran pemilu terkait acara tersebut.  Menurut Bawaslu DKI, sanksi peringatan hanya untuk Apdesi, karena terlapor hanya Apdesi, bukan Gibran. Di sinilah ada anggapan bahwa Bawaslu bermain aman.

Terkait pertemuan Gibran dengan 30 kepala desa di Maluku, Bawaslu juga belum tampak cepat dalam merespons tuntutan publik. Padahal, mestinya Bawaslu getol memberikan efek jera agar peristiwa serupa tidak terulang kembali, baik kepada Gibran selaku cawapres dan para kepala desa. Pasalnya, jika sanksi dari Bawaslu tidak tegas dan tebang pilih, maka akan merusak kepercayaan publik yang diharapkan bisa berpartisipasi penuh dalam mengikuti pesta demokrasi.

Cek Artikel:  Jeleknya Rekanan Megawati dan Jokowi

Sayangnya, Bawaslu seperti tidak menunjukkan keseriusan dalam menghadapi berbagai pelanggaran Pemilu. Ini tampak dalam kasus netralitas aparatur negara, pelanggaran alat peragama kampanye, penyalahgunaan dan politisasi bansos, hingga dugaaan dana kampanye ilegal.

Salah satunya politisasi bansos yang diduga dilakukan Ketua Standar Partai Kondusifat Nasional Zulkifli Hasan saat berkampanye di Kendal, Jawa Tengah, Selasa (26/12/2023). Dalam kesempatan itu, Zulhas menyebut bahwa bansos dan bantuan langsung tunai (BLT) ialah bantuan Presiden Joko Widodo.

Padahal, bansos bukan bantuan Jokowi, melainkan kebijakan negara yang alokasi dananya dari APBN. Tetapi, hingga kini Bawaslu belum mengambil putusan atas dugaan pelanggaran pemilu tersebut. Bawaslu memang belum segesit Polri.

Cek Artikel:  Harta, Takhta, Pilkada

Kita ingatkan kepada Bawaslu untuk tidak bermain aman, terlebih lagi hanya menjadi alat kekuasaan. Kualitas pemilu dan masa depan demokrasi menjadi taruhannya. Pesta demokrasi jangan berubah pilu di tangan Bawaslu. 

Mungkin Anda Menyukai