Rekayasa Konstitusional Pemilu Presiden

Rekayasa Konstitusional Pemilu Presiden
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Seno)

MAHKAMAH Konstitusi mengambil putusan cemerlang, memperkuat demokrasi dengan memulihkan Arti kedaulatan rakyat.

Pertama, MK mencabut ambang batas pencalonan Kekasih presiden dan wakil presiden. Rezim ambang batas bertentangan dengan konstitusi. Seluruh partai peserta pemilu berhak mencalonkan Kekasih presiden dan wakil presiden. Kedua, MK melarang terjadinya Kendali partai/gabungan partai peserta pemilu dalam pencalonan Kekasih presiden dan wakil presiden.

Itulah antara lain Panduan bagi pembentuk undang-undang Buat melakukan rekayasa konstitusional. Rekayasa konstitusional itu kiranya perlu dipilah dalam dua Grup partai peserta pemilu, Yakni Grup partai parlemen dan Grup partai peserta pemilu nonparlemen. Pemilahan itu, Buat Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, tentu setelah pembentuk undang-undang mengubah ambang batas parlemen sesuai Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023.

Partai atau gabungan partai parlemen harus diatur, selain agar Kagak terjadi Kendali pencalonan Kekasih presiden dan wakil presiden, juga jangan Tiba terjadi presiden lemah di DPR. Tak kalah Krusial, DPR efektif menunaikan checks and balances.

Pertanyaan pertama harus dijawab: apa ukuran dominan? Seberapa besar partai atau gabungan partai peserta pemilu disebut dominan?

Irit saya, jawabnya antara lain mesti dicari dan ditemukan berupa Nomor yang ‘sangat bermakna’ di dalam konstitusi. Nomor itu ialah Nomor 2/3. Inilah Nomor yang dipakai Buat mengajukan permintaan pemakzulan presiden kepada MK. DPR hanya dapat melakukannya bila didukung sekurang-sekurangnya 2/3 dari jumlah Personil DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-sekurangnya 2/3 dari jumlah Personil DPR.

Cek Artikel:  Krisis Konstitusi, Reformasi Kembali ke Titik Nihil

Nomor ini juga sangat bermakna bagi pengambilan keputusan MPR. Usul pemberhentian presiden harus diambil dalam Rapat Paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Personil dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Personil yang hadir.

Dominan mengandung pengertian ‘sebanyak-banyaknya’, bukan ‘sekurang-kurangnya’. Agar Kagak terjadi Kendali, jumlahnya harus lebih kecil daripada yang ‘sebanyak-banyaknya’. Berdasarkan Nomor di dalam konstitusi Buat memberhentikan presiden tersebut, dapatlah kiranya dipikirkan, agar Kagak terjadi Kendali pencalonan Kekasih presiden dan wakil presiden, jumlah partai parlemen ‘Kagak boleh mencapai’ 2/3 atau ‘harus kurang dari’ 2/3 dari jumlah partai di DPR. Berapa persisnya?

Alternatif 1, kiranya boleh dipertimbangkan ‘batas atas’, Yakni sebanyak-banyaknya 50% dari jumlah partai di DPR ditambah satu partai di DPR. Bila BA = batas atas, dan n = jumlah partai di parlemen, maka rumusnya: BA = {(50% x n) + 1}.

Dari mana Nomor itu berasal? Dipetik dari perbendaharaan Nomor di dalam peraturan perundang-undangan Pilkada Jakarta–sebagai inspirasi. Kekasih calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh Bunyi lebih dari 50% ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih. ‘Lebih dari 50%’ itu ‘cukup lebih 1 Bunyi’ saja, yang di dalam konteks tulisan ini, ‘1 partai saja’.

Alternatif 2, mengubah dulu Nomor 2/3 berupa persentase menjadi 66,66% (dibulatkan 67%), maka agar Kagak terjadi Kendali, dapat dipertimbangkan ‘batas atas’ menjadi sebanyak-banyaknya 67% dari jumlah partai di DPR dikurangi 1 partai di DPR. Rumusnya: BA = {(67% x n) – 1}.

Cek Artikel:  Logical Fallacy Seorang Menteri Berbahaya karena Melahirkan Kebijakan yang Salah

Berapa pula ‘batas Rendah’? Jumlah minimal partai atau gabungan partai di DPR dapat mencalonkan Kekasih presiden dan wakil presiden ialah sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah partai di DPR.

Oleh karena metode dan argumen yang digunakan berdasarkan standar Nomor yang dipakai di dalam konstitusi, kiranya Nomor ‘batas atas’ dan ‘batas Rendah’ yang dihasilkan dapat diterima rasionalitasnya.

Partai di DPR yang telah ‘diikat’ dengan ‘batas atas’ atau ‘batas Rendah’, bebas berkoalisi dengan partai peserta pemilu yang berada di luar DPR. Bebas, karena koalisi itu Kagak berpengaruh terhadap kekuatan partai atau koalisi partai di DPR.

Yang perlu diatur, berapa banyak partai atau gabungan partai peserta pemilu nonparlemen boleh mencalonkan Kekasih presiden dan wakil presiden? Apakah setiap partai peserta pemilu nonparlemen boleh bebas sendiri mencalonkan Kekasih presiden dan wakil presiden? Ini Kagak boleh, Karena Kagak adil terhadap partai parlemen yang jumlahnya diatur, antara lain berupa ‘batas Rendah’ Buat syarat kecukupan minimal, dan ‘batas atas’ agar Kagak terjadi Kendali dalam pencalonan Kekasih presiden dan wakil presiden.

Kiranya masuk logika bila ‘batas Rendah’ yang sama diterapkan bagi partai perserta pemilu nonparlemen, Yakni sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah partai peserta pemilu nonparlemen Buat dapat mencalonkan Kekasih presiden dan wakil presiden.

Cek Artikel:  Partisipasi Masyarakat dan Peran Pemda dalam Upaya Pemberantasan Mafia Tanah

Bagaimana dengan ‘batas atas’? Irit saya, tak perlu diatur. Bahkan, bila Seluruh partai nonparlemen bergabung mencalonkan satu Kekasih presiden dan wakil presiden yang sama, kiranya hal itu Berkualitas bagi demokrasi.

Persoalan muncul bila jumlah partai peserta pemilu nonparlemen hanya satu, atau dua partai, alias tak Tiba tiga partai. Sebuah jumlah, bila dikenakan Unsur Nomor 1/3, tak dapat menghasilkan kecukupan syarat ‘batas Rendah’ Buat mencalonkan satu pasang presiden dan wakil presiden.

Apakah perlu diatur? Rasanya tak perlu. Ketentuan MK bahwa partai peserta pemilu harus mencalonkan Kekasih presiden dan wakil presiden Buat Bisa menjadi peserta pada pemilu berikutnya, dengan sendirinya, memberi semacam ‘reward and punishment‘ atas putusan politik yang diambil partai yang bersangkutan. Tinggal pilih ‘wortel’ atau ‘tongkat’.

Pendapat di atas pikiran seorang jurnalis yang bergembira menyambut putusan MK dan tergelitik menyumbang gagasan. Tentu diperlukan naskah akademik, di dalamnya termuat pula telaah Ahli matematika/statistika tentang kuantifikasi batas dominan, agar pembentuk undang-undang pemilu Mempunyai pijakan amat kuat dalam memaknai dan menerapkan pengertian ‘rekasaya konstitusional’.

Tak kalah Krusial DPR taat asas, membuka diri di ruang publik, mendengar masukan, serta Meletakkan hormat atas hasil uji publik terhadap draf RUU. Jangan Kembali ‘Hening-Hening’ menggodoknya, dan tiba-tiba pleno, undang-undang disahkan. Berhentilah main ‘petak umpet’ sama rakyat.

 

Mungkin Anda Menyukai