Usut Pemagar Laut

DRAMA Asrar keberadaan pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 km di pesisir perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Lagi bergulir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memang sudah melakukan penyegelan Buat menghentikan pembangunan pagar secara ilegal tersebut. Kemudian, mengultimatum pelakunya Buat membongkar pagar laut itu dalam waktu 20 hari sejak Jumat (10/1).

Akan tetapi, banyak pertanyaan publik yang belum terjawab. Siapa yang memerintahkan pemagaran? Apa motivasinya? Benarkah pemerintah dan aparat Bukan mengetahui pelaku utamanya alias yang membiayai pembangunan pagar itu? Lewat, mengapa membiarkannya Maju memanjang padahal sudah diadukan sejak Agustus 2024?

Sebagaimana layaknya sebuah Asrar, berbagai isu maupun teori beredar di masyarakat. Isu paling santer ialah yang mengaitkan pemagaran tersebut dengan proyek perluasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Proyek itu di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN). Tetapi, tuduhan sebagai aktor pemagaran laut sudah dibantah pihak pengembang PIK 2.

Cek Artikel:  Jauhkan Seleksi ASN dari Syahwat Politik

Lantas, siapa yang memerintahkan? Terbaru, Terdapat yang mengatasnamakan Golongan nelayan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengaku membangun pagar itu secara swadaya. Mereka mengatakan pagar tersebut berperan sebagai tanggul pemecah ombak Buat memitigasi gempa megathrust dan tsunami yang mengancam perkampungan nelayan.

Golongan itu juga mengeklaim keberadaan pagar laut Bukan menyulitkan mereka yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Pengakuan yang sulit dipercaya kebenarannya. Pembangunan pagar berupa cerucuk bambu setinggi 6 meter dengan bentangan puluhan kilometer tersebut diperkirakan menelan biaya Sekeliling Rp1,5 miliar. Apa iya nelayan Bisa membiayai?

Menurut KKP, Terdapat 3.888 nelayan di Distrik pesisir yang terdampak pagar tersebut. Kalau dibagi rata, berarti satu nelayan menyumbang Nyaris Rp400 ribu. Bagi nelayan yang notabene tergolong Golongan berpendapatan rendah, bahkan miskin, jangankan menyumbang bangun pagar, Buat memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit.

Cek Artikel:  Penggalian Keadilan Persidangan Sambo

Pagar itu juga dikeluhkan oleh para nelayan setempat karena Membikin ikan tangkapan berkurang drastis dan mereka harus memutar jauh Buat ke Posisi lain. Sayangnya, dari pernyataan-pernyataan pemerintah dan aparat, belum Terdapat satu pun yang secara tegas menyebut akan mengusut dan menangkap otak pemagaran.

Pihak kepolisian mengatakan belum turun tangan menyelidiki dengan dalih Lagi menjadi ranah KKP. Padahal, ulah pemasung pencaharian nelayan itu melanggar sederet aturan, termasuk dugaan pelanggaran secara pidana.

Tanpa pengusutan secara hukum, amat mungkin Bukan akan Terdapat yang mengaku kemudian secara sukarela membongkar pagar tersebut. Buntutnya, negara juga yang akan mengeluarkan biaya Buat membongkar. Siapa yang membiayai? Tentu saja rakyat.

Cek Artikel:  Di Ambang Bencana Kekeringan

Ketika Bukan Terdapat pengusutan secara hukum Tamat tuntas, persoalannya Terdapat dua kemungkinan, yakni Bukan Bisa atau Bukan mau menguak kasus tersebut. Kalau lantaran ketidakmampuan, Jernih negeri ini menghadapi masalah besar karena Rupanya penegakan hukum dipenuhi penyidik yang Bukan kompeten.

Kalau penyebabnya karena ketidakmauan, lebih berbahaya Tengah. Dapat diartikan aparat dan pemerintah tunduk kepada pihak yang mengangkangi hukum.

Sekadar menyegel pagar bambu itu Jernih Bukan cukup. Publik mendesak aparat mengusut dan membongkar siapa otak di balik pemagaran ilegal di pesisir Kabupaten Tangerang itu, termasuk kaki tangan mereka. Bukan perlu berlama-Lamban dan berharap aktor utamanya menyerahkan diri secara sukarela.

Bukan Terdapat kata Ampun bagi mereka yang merampas Distrik laut yang bebas bagi nelayan Buat menangkap ikan. Dengan mengusut tuntas, itu bentuk negara hadir.

 

Mungkin Anda Menyukai